Pernah Diwajibkan Buat Surat Tidak Terlibat G30S, Soe Hok Gie Merasa Muak: Tidak Ada Gunanya

Terjadinya tragedi kemanusiaan Gerakan 30 September (G30S) 1965 membuat pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan 'pembersihan' orang-orang komunis.

Dokumentasi Mapala UI
Soe Hok Gie 

TRIBUNPALU.COM - Terjadinya tragedi kemanusiaan Gerakan 30 September (G30S) 1965 membuat pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan 'pembersihan' orang-orang yang dianggap komunis.

Kebijakan itu diimplementasikan dengan dibuatnya aturan pembuatan Surat Tidak Terlibat G30S sejak akhir 1965.

Surat itu mirip dengan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) yang biasa dijadikan syarat bagi seseorang yang hendak melamar pekerjaan.

Namun, surat keterangan tidak terlibat G30S tidak hanya ditujukan bagi mereka yang ingin bekerja, tapi juga mereka yang akan masuk sekolah dan pindah rumah.

Bahkan Surat Tidak Terlibat G30S ini konon juga menjadi syarat seseorang ketika akan melangsungkan pernikahan.

“Tujuan dari surat ini memang baik, yaitu mencegah agar oknum-oknum komunis (yang nilainya kini lebih rendah dari kambing) tidak menyelusup ke dalam bidang-bidang kemasyarakatan,” tulis Soe Hok Gie dalam artikelnya yang berjudul “Surat Tidak Terlibat G30S”.

Artikel itu kemudian diterbitkan ulang dalam sebuah buku “Soe Hok Gie, Zaman Peralihan”.

Kontroversi Film G30S, Fakta Adegan Penyiksaan hingga Alasan Pernah Dihentikan Penayangannya

Mengenal Sesar Kairatu, Pemicu Rentetan Gempa Bumi di Wilayah Ambon

Dunia Pers Berduka: Wartawan Senior Sekaligus Sahabat Soe Hok Gie, Aristides Katoppo Meninggal Dunia

Soe Hok Gie juga pernah diharuskan membuat Surat Tidak Terlibat G30S ketika ia hendak membuat paspor.

Meski saat itu Gie berstatus sebagai mahasiswa dan juga pegawai negeri, yang notabene telah lolos screening dari dekan dan rektor, namun dia tetap diharuskan membuat surat sakti itu.

“Saya harus di RT, RW, Kelurahan, Kecamatan, Koramil. Saya tak peduli dengan semua peraturan tadi (saya anggap hanya dibuat-buat saja dan tidak ada gunanya),” lanjut Gie.

Dia akhirnya berhasil melalui semua prosedur berbelit itu berkat surat pengantar dari Sinar Harapan, harian yang biasa menerbitkan artikel-artikelnya.

Soe Hok Gie juga menumpahkan kemuakannya pada aturan itu.

Dia menganggap Surat Tidak Terlibat G30S adalah kesia-siaan belaka.

Sebab, prosedur-prosedur yang ada sebenarnya juga sangat mudah dilewati dengan minta bantuan ‘orang dalam’.

Semua akan menjadi mudah dan dengan cepat menjelma jadi praktik suap-menyuap.

Jika mengurus sendiri, setelah dilempar-lempar dari satu kantor ke kantor lain, ujung-ujungnya biasanya hanya ditanya sila-sila dalam Pancasila untuk membuktikan orang tersebut tidak terlibat G30S.

“Kalau lulus kadang disodorkan sumbangan kesejahteraan anu, atau membeli gambar Pancasila atau soal-soal lain. Tujuannya jelas… minta uang,” sambung Gie.

Soe Hok Gie
Soe Hok Gie (Dokumentasi Mapala UI)

Dari segi keamanan, Gie sangat menyangsikan efektifitas surat keterangan tidak terlibat G30S itu.

Gie juga berpendapat bahwa kebijakan itu harus dihapuskan dan tidak perlu dipertahankan.

Pasalnya, dari sekitar 22 juta rakyat yang tergabung dalam gerakan komunis (berdasarkan klaim PKI), sebenarnya hanya beberapa ribu saja yang benar-benar memahami ideologi Marxisme-Leninisme.

Sedangkan sisanya hanya ikut-ikutan saja, tidak tahu apa-apa.



Anggota Mapala UI dipotret saat melakukan kegiatan pemasangan plakat In Memoriam Soe Hok-Gie di Gunung Semeru, Jawa Timur pada tahun 1971. Soe Hok-Gie, anggota Mapala UI dengan nomor M-007-UI meninggal di Gunung Semeru pada tanggal 16 Desember 1969. Mapala UI sebagai salah satu pelopor pencinta alam di Indonesia, memiliki foto-foto yang menjadi bagian sejarah kepencintaalaman di Indonesia.
Anggota Mapala UI dipotret saat melakukan kegiatan pemasangan plakat In Memoriam Soe Hok-Gie di Gunung Semeru, Jawa Timur pada tahun 1971. Soe Hok-Gie, anggota Mapala UI dengan nomor M-007-UI meninggal di Gunung Semeru pada tanggal 16 Desember 1969. Mapala UI sebagai salah satu pelopor pencinta alam di Indonesia, memiliki foto-foto yang menjadi bagian sejarah kepencintaalaman di Indonesia. (Dokumentasi Mapala UI via Kompas.com)

Misalnya, ada para buruh yang dipaksa masuk Serikat Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI), sebuah organisasi buruh yang berafiliasi dengan PKI.

Mereka akan mendapat tekanan dari SOBSI jika tidak mau bergabung dalam serikat buruh tersebut.

Ada juga para petani yang diiming-imingi tanah supaya mau bergabung dengan Barisan Tani Indonesia (BTI) yang juga berafiliasi dengan PKI.

Sehingga, tidak etis ketika mereka harus menanggung hukuman yang sebenarnya mereka tidak tahu sama sekali sebabnya.

Sebab secara teoritis, siapa pun yang terlibat, entah itu aktor intelektual maupun sekadar bergabung karena hal-hal di atas, mereka akan sangat dikucilkan dari kehidupan.

“Secara teoretis mereka tidak boleh kerja (perusahaan mana yang mau terima orang yang terlibat G30S), tidak boleh kawin (di beberapa tempat), tidak boleh pindah rumah (di Jakarta ada ketentuan ini untuk surat pindah, tidak boleh masuk sekolah dan selalu hidup dalam ketakutan,” lanjut Gie.

Menurutnya, mereka yang hanya ikut-ikutan hendaknya diterima kembali di tengah masyarakat.

Sebab jika seperti itu, maka akan mempersulit hidup dan meneror mereka, pada akhirnya mereka akan menjadi mangsa grup totaliter, termasuk komunisme.

“Saya anggap Surat Tidak Terlibat G30S sebagai surat yang tidak ada gunanya,” tulis Gie.

(TribunnewsWIKI/Widi Hermawan)

Artikel ini telah tayang di Tribunnewswiki.com dengan judul Muak karena Wajib Buat Surat ‘Tidak Terlibat G30S’ , Soe Hok Gie: Surat yang Tidak Ada Gunanya

Sumber: TribunnewsWiki
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved