Korban Diminta Ikhlas, Ini Kata Mahkamah Agung Soal Polemik Penyitaan Aset First Travel oleh Negara

Kabar penyitaan aset milik First Travel oleh negara meresahkan sebagian besar korban jemaah tour and travel tersebut.

KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO
Terdakwa yaitu Direktur Utama First Travel Andika Surachman, Direktur First Travel Anniesa Hasibuan, dan Direktur Keuangan First Travel Siti Nuraidah Hasibuan menjalani sidang eksepsi kasus dugaan penipuan dan penggelapan oleh agen perjalanan umrah First Travel di Pengadilan Negeri Depok, Senin (26/2/2018). 

TRIBUNPALU.COM - Kabar penyitaan aset milik First Travel oleh negara meresahkan sebagian besar korban jemaah tour and travel tersebut.

Pasalnya, pihak yang paling dirugikan dari kasus penipuan berbasis travel umrah tersebut adalah para jemaah.

Namun, sebenarnya bagaimana duduk perkara penyitaan aset First Travel ini oleh negara?

Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung Abdullah mengatakan, tidak seluruhnya aset First Travel diambil oleh negara.

"Tidak seluruhnya dirampas negara, seperti ada beberapa barang bukti yang dikembalikan pada agen," kata Abdullah kepada Kompas.com, Sabtu (16/11/2019).

Terdakwa yaitu Direktur Utama First Travel Andika Surachman, Direktur First Travel Anniesa Hasibuan, dan Direktur Keuangan First Travel Siti Nuraidah Hasibuan menjalani sidang eksepsi kasus dugaan penipuan dan penggelapan oleh agen perjalanan umrah First Travel di Pengadilan Negeri Depok, Senin (26/2/2018).
Terdakwa yaitu Direktur Utama First Travel Andika Surachman, Direktur First Travel Anniesa Hasibuan, dan Direktur Keuangan First Travel Siti Nuraidah Hasibuan menjalani sidang eksepsi kasus dugaan penipuan dan penggelapan oleh agen perjalanan umrah First Travel di Pengadilan Negeri Depok, Senin (26/2/2018). (KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO)

Menurut Abdullah, persoalan First Travel tidak hanya melibatkan satu orang, tapi puluhan ribu.

Jika yang menjadi korban hanya satu dan terbukti pemiliknya yang bersangkutan di persidangan, menurut Abdullah bisa dikembalikan ke orang itu.

"Sementara First Travel, kan tidak ada yang dihadirkan di persidangan, ribuan itu uangku berapa, daftar lewat siapa, buktinya mana, ada tidak yang menunjukkan itu. Saksinya apa didatangkan semua, ribuan itu," ujar Abdullah.

"Nah, sekarang seandainya diserahkan, diserahkan ke siapa, jamaah yang mana, bagaimana cara membaginya, siapa yang berani mengatasnamakan kelompok itu kira-kira?" lanjutnya.

Abdullah mengatakan, dari pengadilan tingkat pertama perwakilan korban sudah ditanyai apakah mereka siap untuk membagi itu, tapi mereka menolak.

Sebab, pembagiannya rumit dan berpotensi untuk menimbulkan masalah baru.

"Bagi wong sak mono akehe opo yo gak klenger (membagikan kepada orang segitu banyaknya apa ya tidak pusing). Kalau dibagi itu kira-kira cukup tidak, kalau tidak cukup bagaimana?" kata Abdullah.

Karenanya, menurut Abdullah negara berhak mengambil aset yang tidak jelas kepemilikannya itu.

Hal itu sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 39 yang berbunyi: Barang-barang kepunyaan terpidana yang diperoleh dari kejahatan atau yang sengaja dipergunakan untuk melakukan kejahatan, dapat dirampas.

Lebih lanjut mengenai pasal tersebut, Abdullah menjelaskan bahwa dirampas itu bisa dimusnahkan atau diambil untuk negara.

Mahfud MD Minta Rizieq Shihab Buat Surat Laporan untuk Kepulangannya ke Indonesia

Kasus Penipuan Jemaah Umroh, CEO PT Abu Tours Dituntut Denda Rp1 Miliar

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved