Lokasinya Dekat dengan Karantina WNI di Natuna, Resepsi Pernikahan Ini Ditunda,Padahal Sudah Belanja
Kisah Sedih Calon Pengantin di Natuna, Dekat dengan karantina, Resepsi Harus Ditunda sampai batas waktu yang belum diketahui meski Sudah Berbelanja
Bahkan untuk warga Kota Tua Penagih sendiri saja, sedikitnya ada 29 kepala keluarga (KK) atau berjumlah lebih dari 180 jiwa yang mengungsi memilih untuk keluar dari Kota Tua Penagih ini.
"Yang jelas resepsinya menunggu siap masa karantina selesai lah, paling tidak diatas tanggal 16 Februari 2020 mendatang," ucapnya.
• Bahas Protes di Natuna Soal Karantina Corona,Wabup:Natuna Bukan Lahan Kosong,Kami Ingin Dimanusiakan
Solihin tidak menampik, bahwa tidak sedikit kerugian yang dialaminya dari gagalnya resepsi pernikahannya ini.
Mulai dari tidak terpakainya sayur mayur yang telah dibelanjakan untuk keperluan konsumsi saat resepsi pernikahannya.
Hingga tenda yang sebelumnya sudah disewa dan terpasang, namun belakangan harus dibuka kembali karena belum jelasnya kapan acara resepsi ini akan dilaksanakan.
Ijab kabul seadanya

Untuk ijab kabul sendiri yang dipercepat, Solihin mengaku hal ini sesuai dari hasil perundingan orangtuanya dan perangkat RT RW setempat.
Karena jika tidak cepat dilakukan, hal ini juga akan berdampak kepada pihak keluarga calon istrinya yang tidak bisa menunggu dan terlalu lama berada di Kota Tua Penagi.
"Bagaimanapun mertua saya juga punta pekerjaan lain di kampungnya, makanya kami pihak keluarga mengambil keputusan dipercepat dan resepsinya menunggu setelah proses karantina selesai," katanya.
Hal ini juga didukung oleh Kepala KUA Ranai yang langsung menyanggupi dan mengiyakan kalau proses ijab kabul dipercepat dilakukan Senin (3/2/2020).
"Alhamdulillah KUA Ranai langsung oke, dan langsung menyanggupi pernikahan saya ini dab warga penagih juga mendukung ijab kabulnya dipercepat," kenangnya.
Pesta dipersiapkan sejak Januari
Kekecewaan juga dialami Lilis Sudiro (51), orangtua Solihin yang ditemui di kediamannya mengaku kecewa, sebab acara yang telah dipersiapkan dengan matang sejak Januari lalu kini menjadi sia-sia.
Lis, begitu panggilan akrabnya mengaku dirinya tidak bisa lagi berkata apa-apa, sebab selain sedih melihat kekecewaan anak keduanya ini, Lis juga kecewa dengan keputusan pemerintah yang sama sekali tidak ada sosialisasi terlebih dahulu.
Lis pun mengaku tidak sedikit kerugian yang dialaminya, baik itu waktu, tenaga maupun material seperti sayur mayur dan lauk pauk yang sudah dibeli namun terbuang percuma hanya karena tidak bisa dipergunakan lagi.