Obat Virus Corona Buatannya Tunjukan Tanda Manjur, Nilai Saham Perusahaan Gilead di AS Meroket
remdesivir adalah salah satu obat pertama yang diidentifikasi memiliki potensi untuk berdampak pada SARS-CoV-2, virus yang sebabkan Covid-19
TRIBUNPALU.COM -Sebuah kabar baik terkait penuntasan pandemi Virus Corona datang dari rumah sakit di Chicago, Amerika Serikat (AS) .
Kabar baik ini datang dalam kasus perawatan pasien Covid-19 yang parah dengan remdesivir, obat antivirus keluaran perusahaan bioteknologi AS, Gilead Sciences Inc
Melansir STAT News, remdesivir adalah salah satu obat pertama yang diidentifikasi memiliki potensi untuk berdampak pada SARS-CoV-2, virus corona jenis baru yang menyebabkan Covid-19 dalam tes laboratorium.
Hasil uji klinis Gilead sendiri menunjukkan tanda-tanda positif manjur untuk hadapi Covid-19.
Karena kabar baik tersebut, saham perusahaan Gilead pun mendadak jadi sorotan.
Dikutip Tribunpalu.com dari Bloomberg, saham Gilead naik 16% per Kamis (16/4/2020) waktu setempat.
Pada saat pasar dibuka, saham Gilead dijual dengan kisaran 76.54 dollar dan naik menjadi 89.10 dollar hingga berita ini ditulis.
• Sebut Angka Kematian di AS Capai 20.000, China hanya 3.000, Donald Trump: Anda Percaya Itu?
• Angka Kematian Akibat Corona di Kota Wuhan Direvisi, Jumlahnya Naik 50 Persen
Obat remdesivir sendiri telah diujicobakan oleh beberapa institusi kesehatan.
Satu bocoran hasilnya datang dari Departemen Obat University of Chicago yang merekrut 125 orang dengan Covid-19 ke dalam dua uji klinis Fase 3 Gilead.
Dari 125 orang yang diambil, 113 di antaranya terindikasi positif Virus Corona dengan tingkat yang parah.
Kesemua pasien tersebut pun diobati dengan infus remdesivir setiap hari.
“Berita terbaiknya adalah bahwa sebagian besar pasien kami sudah keluar, ini bagus. Kami hanya kehilangan (meninggal) dua pasien,” kata Kathleen Mullane, spesialis penyakit menular University of Chicago yang mengawasi penelitian remdesivir untuk rumah sakit.
Komentarnya disampaikan minggu ini pada saat diskusi melalui media video tentang hasil uji coba dengan anggota fakultas University of Chicago lainnya.
Diskusi direkam dan STAT News memperoleh salinan videonya. Hasil-hasilnya hanya menunjukkan potret efektivitas remdesivir.
Uji coba yang sama sedang dijalankan secara bersamaan di institusi lain, dan tidak mungkin untuk menentukan hasil studi lengkap dengan pasti.
Namun, tidak ada data klinis lain dari studi Gilead yang dirilis hingga saat ini.
Presiden Trump ikut pede dengan keampuhan remdesivir
Bulan Maret lalu, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump juga sempat menggembar-gemborkan potensi remdesivir sebagai salah satu upaya untuk obati Virus Corona, ia berujar "tampaknya (pengobatan dengan remdesivir) memiliki hasil yang sangat baik."
Meski dianggap ampuh, pihak Gilead menilai bahwa remdesivir masih memerlukan uji coba lebih menyeluruh sebelum diproduksi secara massal.
Dalam sebuah pernyataan pada Kamis (17/4/2020), pihak Gilead mengatakan: "Apa yang bisa kita katakan pada tahap ini adalah bahwa kita menantikan data dari studi yang sedang berlangsung (untuk) tersedia."
Pihak Gilead mengatakan bahwa mereka mengharapkan hasil untuk pengujian yang melibatkan kasus parah pada bulan April.
Mullane mengatakan selama presentasinya bahwa data untuk 400 pasien pertama dalam penelitian ini akan "dikunci" oleh Gilead pada Kamis, yang berarti bahwa hasilnya bisa datang kapan saja.
Mullane, yang didorong oleh data Universitas Chicago, menjelaskan keraguan tentang banyaknya kesimpulan yang sudah muncul.
"Itu selalu sulit," katanya, karena percobaan yang berat tidak menyertakan plasebo untuk perbandingan.
Plasebo merupakan pil, obat, atau prosedur yang tidak berbahaya yang lebih banyak diresepkan untuk manfaat psikologis pasien daripada efek fisiologisnya.
"Tapi tentu saja ketika kita memulai obat, kita melihat kurva demam turun," kata Mullane.
“Demam bukan keharusan bagi seseorang untuk melakukan uji coba, kami melihat ketika pasien datang dengan demam tinggi, demamnya berkurang cukup cepat.
Kami telah melihat orang-orang lepas dari ventilator sehari setelah memulai terapi.
Jadi, dalam hal itu, secara keseluruhan pasien kami telah melakukannya (terkait pasien yang diberi obat) dengan sangat baik.”
Dia menambahkan, “Sebagian besar pasien kami parah dan kebanyakan dari mereka akan pergi (dari RS kami) pada enam hari.
Sehingga hal itu menunjukkan pada kami bahwa durasi terapi tidak harus selama 10 hari. Kami memiliki sangat sedikit kasus yang keluar pada (terapi) 10 hari, mungkin (hanya) tiga," kata Mullane.
Dilansir dari STAT News, Mullane mengonfirmasi keaslian data rekaman tetapi menolak berkomentar lebih lanjut.
Ditanya tentang data itu, Eric Topol, direktur Scripps Research Translational Institute, menggambarkannya sebagai "menggalakan semangat."
“Pasien yang terjangkir sangat parah memiliki risiko kematian yang tinggi. Jadi jika benar bahwa banyak dari 113 pasien berada dalam kategori ini dan dipulangkan, itu merupakan sinyal positif lain bahwa obat tersebut memiliki kemanjuran," kata Topol seraya menambahkan bahwa penting untuk melihat lebih banyak data dari penelitian yang terkontrol secara acak.
Penelitian kasus Covid-19 yang parah dari Gilead mencakup 2.400 peserta dari 152 situs uji klinis yang berbeda di seluruh dunia.
Studi Covid-19 yang moderat mencakup 1.600 pasien di 169 pusat-pusat yang berbeda, juga di seluruh dunia. Percobaan sedang menyelidiki rangkaian pengobatan remdesivir lima dan 10 hari.
(Tribunpalu.com)