Duduk Perkara Gugatan RCTI Soal UU Penyiaran,Jika Dikabulkan,Live di Medsos Tanpa Izin Akan Dilarang
Pengajuan uji materi perihal UU Nomor 32 Tahun 2002 pasal 1 angka 2 diajukan RCTI dan iNews bulan Juni lalu dengan nomor perkara 39/PUU-XVIII/2020.
Jika tidak mengantongi izin, mereka bisa dinyatakan melakukan penyiaran ilegal dan terancam sanksi pidana.
Ramli juga mengatakan penyedia layanan audio-visual umumnya melintasi batas negara, maka mustahil menerapkan hukum Indonesia di luar wilayah yuridiksi dalam negeri.
Lebih lanjut, Ramli juga mengatakan ada perbedaan yang jelas antara penyiaran yang dilakukan lembaga penyiaran dengan layanan OTT.
Menurut Ramli, keliru apabila menyamakan layanan penyiaran dengan layanan OTT, meskipun konten yang dihasilkan sama-sama audio atau audio visual.
"Para pemohon tidak memahami secara menyeluruh definisi penyiaran dalam ketentuan Pasal 1 angka 2 UU Penyiaran, dan tidak memahami pengaturan penyelenggaraan penyiaran dalam UU Penyiaran dan peraturan pelaksanaannya," kata dia.
Menurut Ramli, kegiatan penyiaran dilakukan melalui infrastruktur yang dibangun dan disediakan secara khusus untuk keperluan penyiaran.
Barada di bawah UU ITE
Ramli menjelaskan seluruh media komunikasi massa di Indonesia memiliki aturannya masing-masing.
Layanan penyiaran diatur dalam UU Penyiaran. Sementara OTT yang memanfaatkan internet melalui jaringan telekomunikasi, tunduk pada UU Telekomunikasi.
Dari sisi pengawasan, saat ini OTT yang ditransimisikan lewat sistem elektronik tunduk pada UU ITE.
Ramli pun menyarankan agar ada undang-undang baru yang dibuat DPR dan pemerintah untuk mengatur layanan siaran melalui internet.
Menurut Ramli, layanan OTT di Indonesia terus berkembang. Apabila gugatan dikabulkan, bukan tidak mungkin akan turut menghambat laju ekonomi kreatif dan ekonomi digital.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Duduk Perkara Gugatan RCTI yang Ancam Kebebasan Siaran Live di Medsos"