Toxic Positivity: Ucapan Penyemangat yang Malah Dapat Memperburuk Keadaan
'Toxic positivity' merupakan perilaku menolak emosi negatif serta memaksakan optimisme yang tak masuk akal.
TRIBUNPALU.COM - Dalam hidup kita tidak selalu menghadapi hal-hal yang menyenangkan saja.
Ada saatnya kita akan merasa kalut, sedih, marah, hingga menganggap hidup ini jauh dari kata bahagia.
Saat berada pada titik tersebut, menceritakan masalah kepada orang terdekat bisa menjadi pilihan untuk sedikit meringankan beban yang dipikul.
Sayangnya hal ini tidak melulu mendapatkan respon baik.
Sebab banyak yang beranggapan bahwa memberikan nasihat serta kata-kata penyemangat merupakan satu-satunya cara untuk membantu teman yang kesulitan.
Padahal, kata-kata tersebut malah dapat membuat rekan kita semakin merasa buruk. Hal inilah yang disebut sebagai toxic positivity.
• 5 Zodiak yang Konon Punya Sifat Toxic dalam Hubungan Pertemanan, Apa Saja Ya?
• Demi Kesehatan Mental dan Fisik, Ini 6 Alasan Kita Harus Akhiri Hubungan dengan Orang-orang Toxic

Menurut The Psychology Group yang dikutip via Bright Side, 'toxic positivity' merupakan perilaku menolak emosi negatif dan memaksakan optimisme yang tak masuk akal.
Singkatnya, 'toxic positivity' memaksa kita untuk terus berpikiran positif hingga mengabaikan emosi yang dirasakan.
Padahal sebagai manusia tentunya kita bisa merasakan berbagai macam emosi, baik senang ataupun sedih, bahagia ataupun marah.
Nah, lalu kata-kata seperti apa yang terdengar menyemangati padahal 'beracun' alias toxic?
Berikut TribunPalu.com rangkum informasi dari BrightSide.
1. "Kamu kuat, kamu bisa mengatasinya"
Seharusnya kata-kata tersebut menjadi penyemangat bagi orang yang tengah jatuh. Namun ternyata pernyataan tersebut malah bisa membuat orang lain semakin terpuruk dan berpikir bahwa dirinya tengah menghadapi masalah.
Untuk itu, ada baiknya daripada mengatakan hal tersebut, lebih baik anda menawarkan bantuan kepada orang yang tengah tertimpa masalah.
Misalnya dengan kalimat berikut, "Aku tak tahu seberapa beratnya ini untukmu. Namun jika boleh, adakah yang bisa kubantu?"
2. "Ini bukan akhir dari dunia" atau "Ini bukan masalah besar"

Pernyataan sejenis "ini bukanlah masalah besar" mungkin terdengar seperti perkataan yang optimis.
Seolah-olah masalah ini pasti bisa dihadapi dan terselesaikan sehingga kita tidak perlu merasa cemas.
Akan tetapi, kenyataannya hal ini tidak ada bedanya dengan mengabaikan emosi atau perasaan yang sebenarnya.
Ungkapan ini sama halnya dengan meremehkan sesuatu dan memaksa orang lain untuk menganggap masalah yang tengah dihadapinya bukanlah hal yang perlu dipikirkan.
Padahal setiap orang tentunya memiliki respon yang berbeda dalam menghadapi masalah.
Oleh karenanya, dibanding memaksa orang lain untuk 'berpikir sederhana' atas suatu masalah, lebih baik anda menawarkan bantuan sembari memberikan waktu kepada orang tersebut untuk menenangkan diri.
• Tes Kepribadian: Pantai yang Kamu Pilih untuk Ditinggali Selama 1 Bulan dapat Mengungkap Karaktermu
• Tipe Kepribadian Berdasar Tanggal Lahir Bagi yang Lahir di Bulan Oktober: Pekerja Keras dan Ambisius
3. "Aku juga pernah merasakannya"

Saat ada teman yang tertimpa masalah, seringkali tanpa sadar kita akan berpikir bahwa kita mengetahui bagaimana perasaannya.
Hal ini lantaran menurut kita apa yang dialami oleh orang lain sama seperti apa yang pernah kita alami dulu.
Padahal, bagaimana pun juga masalah yang dihadapi setiap orang pastilah berbeda sekalipun terlihat mirip. Sebab, setiap individu memiliki keadaan yang berbeda.
Oleh sebab itu ada baiknya untuk menghindari pernyataan tersebut.
4. Membandingkan kondisi seseorang dengan orang yang lain

Hampir mirip dengan poin tiga, menyebut bahwa seseorang masih lebih beruntung atau masalah yang dihadapi rekan kita tidak lebih buruk daripada yang dihadapi orang lain juga tidak dapat dibenarkan.
Ketahuilah bahwa membandingkan situasi kita dengan orang lain tidak akan membuat keadaan menjadi lebih baik.
Oleh karena itu jangan pernah membandingkan masalah satu orang dengan yang lainnya hanya untuk melihat siapa yang memiliki kondisi lebih buruk.
Daripada itu, lebih baik kita berfokus membantu teman yang kesulitan dengan menawarkan bantuan atau setidaknya bersedia untuk mendampinginya di masa-masa tersulit.
(TribunPalu.com/Clarissa)