RUU Cipta Kerja Disahkan DPR RI, Fadli Zon: ''Salah Diagnosa Bisa Salah Resep''
Politisi Partai Gerindra ikut menyoroti pengesahan omnibus law RUU Cipta Kerja.
TRIBUNPALU.COM - Politisi Partai Gerindra, Fadli Zon, ikut menyoroti pengesahan omnibus law RUU Cipta Kerja.
Seperti diketahui sebelumnya DPR mengesahkan omnibus law RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang melalui rapat paripurna, Senin (5/10/2020).
Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin mengetuk palu tanda pengesahan setelah mendapatkan persetujuan dari semua peserta rapat.
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas dalam pemaparannya di rapat paripurna menjelaskan, RUU Cipta Kerja dibahas melalui 64 kali rapat sejak 20 April hingga 3 Oktober 2020.
RUU Cipta Kerja terdiri atas 15 bab dan 174 pasal.
"Baleg bersama pemerintah dan DPD telah melaksanakan rapat sebanyak 64 kali: dua kali rapat kerja, 56 kali rapat panja, dan enam kali rapat timus/timsin yang dilakukan mulai Senin sampai Minggu, dimulai pagi hingga malam dini hari," ujar Supratman.
"Bahkan masa reses tetap melakukan rapat baik di dalam maupun luar gedung atas persetujuan pimpinan DPR," tutur dia.
Sembilan fraksi di DPR kembali menyampaikan pandangan mereka terhadap RUU Cipta Kerja dalam rapat paripurna.
Fraksi PKS dan Fraksi Partai Demokrat tetap menolak seluruh hasil pembahasan RUU Cipta Kerja.
Hasilnya, RUU Cipta Kerja tetap disahkan menjadi undang-undang. Mayoritas fraksi DPR dan pemerintah setuju.
Sementara, menurut Fadli Zon, pengesahan RUU Cipta Kerja yang dilakukan oleh DPR ini sangat mendadak.
Tak hanya itu Fadli Zon menilai bahwa UU Cipta Kerja belum menjadi cara ampuh untuk menghadapi resesi ekonomi.
Hal ini diungkapkan Fadli Zon lewat cuitan di akun Twitternya:
"Omnibus Law RUU Ciptaker telah di sahkan @DPR_RI sore tadi.
Sangat mendadak. Keputusan tentu berdasarkan suara mayoritas.
Sy melihat UU ini belum tentu menjadi panacea (obat mujarab) menghadapi resesi ekonomi. Salah diagnosa, bisa salah resep," tulis Fadli Zon.
Berbagai respon tokoh nasional soal pengesahan RUU Cipta Kerja dirangkun TribunPalu.com dari Kompas.com:
Sekjen MUI Kecewa RUU Cipta Kerja Disahkan
Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menyampaikan kekecewaannya terhadap DPR lantaran tetap mengesahkan omnibus law RUU Cipta Kerja di tengah masifnya penolakan masyarakat.
Menurut Anwar, hal ini menunjukkan bahwa DPR lebih membela kepentingan pemilik modal ketimbang rakyatnya sendiri.
"DPR yang merupakan wakil rakyat lebih banyak mendengar dan membela kepentingan pemilik kapital dari pada membela kepentingan rakyat banyak," kata Anwar melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (6/10/2020).
• Unjuk Rasa Omnibus Law Cipta Kerja Dilarang, Politikus PKS: Pilkada Boleh, Ini Anomali Demokrasi
• Demokrat Tolak RUU Ciptaker, AHY: Maaf Kami Belum Cukup Suara untuk Perjuangkan Kepentingan Rakyat
Akhirnya, para anggota DPR itu lebih mendengarkan keinginan pimpinan partai ketimbang mendengar keinginan rakyatnya sendiri.
Sikap tersebut, kata Anwar, menunjukkan bahwa dunia perpolitikan saat ini sudah dikuasai oleh oligarki politik.
"Saya tidak tahu mengapa anggota DPR kita sekarang bisa seperti ini?," ujarnya.
Menurut Anwar, disahkannya RUU Cipta Kerja sebagai undang-undang tidak lepas dari hubungan timbal-balik akibat biaya politik yang mahal.
Di satu sisi, elite politik butuh biaya tinggi untuk melanggengkan oligarki sehingga mereka meminta bantuan kepada para pemilik modal.
Sebaliknya, para pemilik kapital datang kepada elite partai untuk memberikan bantuan, namun dengan membawa kepentingan.
"Yang terjadi maka yang meminta-minta dan atau yang diberi bantuan tersebut tentu akan bisa diperintah-perintah dan ditawan oleh yang memberi bantuan atau oleh para pemilik kapital tersebut," kata Anwar.
"Sehingga UU ini benar-benar kelihatan lebih banyak membela kepentingan pemilik modal dan sangat mengabaikan kepentingan rakyat luas," lanjut Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu.
AHY Minta Maaf Tak Bisa Bantu Masyarakat Tolak Pengesahan RUU Cipta Kerja
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono ( AHY) menjelaskan alasan partainya memutuskan untuk menolak pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja.
Fraksi Partai Demokrat, kata AHY, menegaskan penolakan tersebut dengan walk out dalam Rapat Paripurna DPR RI pada Senin (5/10/2020).
"Keputusan kami ini sudah disampaikan oleh F-PD dalam Pandangan Akhir Mini Fraksi pada Pengesahan Tingkat I di Rapat Kerja Badan Legislasi DPR RI (Sabtu, 3/10), dan kami sampaikan lagi dalam pendapat fraksi Sidang Paripurna DPR RI," kata AHY dalam keterangan tertulis, Senin (5/10/2020), dikutip dari kompas.com.
AHY mengucapkan permohonan maaf kepada masyarakat Indonesia khususnya buruh dan pekerja atas disahkannya RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang.
• SBY Ulang Tahun, AHY Unggah Kenangan Bersama Ibu: Terima Kasih atas Never Ending Supports dari Pepo
• Bagikan Potret Lawas, AHY Ungkap Sering Ditodong Nyanyi Bareng Annisa Pohan
"Saya mohon maaf pada masyarakat Indonesia, khususnya buruh dan pekerja, karena kami belum cukup suara untuk bisa memperjuangkan kepentingan rakyat. Insya Allah kita terus memperjuangkan harapan rakyat," ujarnya.
Menurut AHY, UU Cipta Kerja tidak memiliki urgensi di masa pandemi Covid-19 dan pembahasannya sangat dipaksakan. Bahkan, banyak pasal yang merugikan kalangan buruh.
Selain itu, menurut AHY, UU Cipta Kerja berbahaya karena berpotensi bergesernya Ekonomi Pancasila menjadi kapitalistik dan neo liberalistik.
• Menaker Ida Fauziyah Tulis Surat Terbuka bagi Buruh yang Mogok Kerja: Hati Saya Bersama Kalian
• DPR Resmi Mengesahkan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja
"Tentu, menjadi jauh dari prinsip-prinsip keadilan sosial. Alih-alih berupaya untuk menciptakan lapangan kerja secara luas, RUU tersebut berpotensi menciptakan banyak sekali masalah lainnya," ucap AHY.
Lebih lanjut, AHY mengajak seluruh elemen masyarakat khususnya buruh dan pekerja yang terdampak UU Cipta Kerja ini untuk selalu bersuara dan tetap menegakkan nilai-nilai keadilan.
"Kita (Partai Demokrat) harus berkoalisi dengan rakyat, No one is left behind. Bersama kita kuat, bersatu kita bangkit. Tuhan Bersama Kita," kata dia.
DPR sebelumnya telah mengesahkan omnibus law RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang melalui rapat paripurna, Senin (5/10/2020).
Dari sembilan fraksi di DPR, hanya Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera yang menolak seluruh hasil pembahasan RUU Cipta Kerja.
Hasilnya, RUU Cipta Kerja tetap disahkan menjadi undang-undang. Mayoritas fraksi DPR dan pemerintah setuju.
Pemerintah yang diwakili Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, RUU Cipta Kerja diperlukan untuk meningkatkan efektivitas birokrasi dan memperbanyak lapangan kerja.
Menurut dia, RUU Cipta Kerja akan memberikan manfaat bagi masyarakat dan pemerintah.
"Kita memerlukan penyederhanaan, sinkronisasi, dan pemangkasan regulasi. Untuk itu, diperlukan UU Cipta Kerja yang merevisi beberapa undang-undang yang menghambat pencapaian tujuan dan penciptaan lapangan kerja. UU tersebut sekaligus sebagai instrumen dan penyederhanaan serta peningkatan efektivitas birokrasi," ujar Airlangga.
(TribunPalu.com/Kompas.com)