Bahas Pengadaan Vaksin Covid-19, Febri Diansyah Waspadai Potensi Korupsi Seperti Bansos

Febri Diansyah mengingatkan ada potensi masalah dalam pengadaan vaksin Covid-19 yang harus diwaspadai sejak awal.

TRIBUNNEWS.COM/IRWAN RISMAWAN
Mantan Kepala Biro Humas Febri Diansyah berpose usai wawancara khusus dengan Tribunnews.com di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (27/12/2019). 

TRIBUNPALU.COM - Dalam menangani pandemi virus corona Covid-19, salah satu langkah yang ditempuh Indonesia adalah mengupayakan vaksin yang efektif sekaligus aman bagi masyarakat.

Diketahui, sudah ada 1,2 juta dosis vaksin Covid-19 buatan Sinovac yang tiba di Indonesia pada Minggu (6/12/2020).

Seiring dengan tibanya vaksin Sinovac, pemerintah akan segera memulai program vaksinasi apabila sudah mendapat izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Namun, pemerintah memiliki dua skema program vaksinasi Covid-19 di Indonesia.

Skema pertama, vaksinasi secara gratis lewat program Kementerian Kesehatan RI, yakni sebesar 30 persen.

Skema kedua, program vaksin mandiri yang berada di bawah naungan Kementerian BUMN RI sebesar 70 persen.

Baca juga: Fadli Zon Siap Jaminkan Diri untuk Rizieq Shihab: Saya Yakin bahwa Beliau Tidak Bersalah

Baca juga: Ungkap Kondisi Terkini Rizieq Shihab di Rutan Polda Metro Jaya, Sekretaris FPI: Beliau Tetap Gembira

Baca juga: Ketua Umum IDI Tegaskan Pihaknya Siap Jadi yang Pertama Disuntik Vaksin Covid-19

Hal ini menjadi sorotan bagi sejumlah pihak, tak terkecuali mantan Kepala Biro Hubungan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (Kabiro Humas KPK), Febri Diansyah.

Febri Diansyah mengungkapkan pandangannya terhadap pengadaan vaksin Covid-19 di Indonesia melalui akun Twitter @febridiansyah.

Di media sosial itu, Febri Diansyah mengunggah sebuah utas yang terdiri atas dua cuitan pada Minggu (13/12/2020) kemarin.

Dalam utasnya, Febri Diansyah mempertanyakan tentang vaksin Covid-19 yang tidak digratiskan dan tidak diwajibkan.

Sebab menurutnya, hal tersebut akan membuat pemerintah kesulitan dalam melakukan kontrol pandemi Covid-19.

Ia juga menambahkan, apabila masyarakat sendiri tak mau melakukan vaksin, terutama vaksin mandiri alias berbayar, malah akan ada dana yang lebih besar yang dibutuhkan untuk mengobati dan merawat pasien Covid-19.

Di sisi lain, Febri Diansyah mengakui betapa rumitnya saat membahas prinsip dasar perlindungan warga negara.

"Vaksin Covid-19 jk tdk gratis & wajib bukankah mempersulit pemerintah lakukan kontrol?"

"Dan jk masyarakat enggan vaksin mandiri, bukankah akhirnya perlu dana lebih besar utk pengobatan & perawatan pasien?"

"Belum lg jk bcara prinsip dasar perlindungan warga negara.. rumit sih ya.."

Baca juga: Jokowi Tawarkan Indonesia sebagai Tempat Peluncuran SpaceX, Bagaimana Tanggapan Elon Musk?

Baca juga: Ustaz Yusuf Mansur Terinfeksi Covid-19, Wirda Mansur: Gue Nyesel Dulu Mikir Covid-19 kayak Flu Biasa

Kemudian, Febri Diansyah mengingatkan ada potensi masalah dalam pengadaan vaksin Covid-19 yang harus diwaspadai.

Apalagi jika ada modus 'potongan fee' seperti kasus bantuan sosial (bansos) Covid-19 yang menjerat Menteri Sosial RI Juliari Peter Batubara.

Febri juga menambahkan tidak bisa berpikir naif, "tidak mungkin ada yang tega korupsi saat pandemi Covid-19."

Sebab, koruptor selalu punya cara berpikir yang berbeda demi kepentingannya sendiri.

"tp jk pengadaan vaksin bermasalah, atau ada modus “potongan fee” seperti bansos, memang ini juga salah satu potensi masalah serius yg harus dimitigasi sejak awal."

"jgn blg, ga mgkin ada yg tega korupsi saat pandemi.. kt tau persis, koruptor punya cara dan rasa berpikir brbeda."

Diketahui, Indonesia hanya memberikan vaksin secara cuma-cuma ke 30 persen dari total masyarakat yang akan disuntik.

Tentu hal ini sangat kontras dengan negara-negara lain seperti Amerika Serikat (AS), Jepang, Prancis, India, dan beberapa negara lainnya yang menggratiskan vaksin Covid-19 untuk masyarakatnya.

Wakil Menteri BUMN I sekaligus Ketua Satuan Tugas Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Budi Gunadi Sadikin dalam kesempatan berbeda menjelaskan, Kementerian BUMN telah memetakan jumlah penerima vaksin dalam dua program.

Yakni, program vaksin gratis dan program vaksin mandiri atau berbayar.

Janji Budi, vaksin Covid-19 akan mencakup 67 persen dari 160 juta populasi penduduk berusia 18-59 tahun.

Dengan begitu, vaksin akan dipersiapkan untuk 107.206.544 orang.

Dengan kebutuhan dua kali suntik per orang serta cadangan 15 persen dari kebutuhan, maka total vaksin yang dibutuhkan adalah sebanyak 246.575.051 dosis.

Vaksin gratis lewat program Kementerian Kesehatan setara dengan 30 persen dari total kebutuhan akan diberikan kepada:

- Tenaga kesehatan sebanyak 1.251.173 orang.
- Pelayan publik seperti pekerja bandara/pelabuhan, TNI/Polri, Satpol PP, Aparat hukum sebanyak 4.422.331 orang.
- Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan sebanyak 26.484.172 orang.

Dengan begitu, total kelompok penerima sebanyak 32.158.276 orang.

Ditambah wastage 15 persen, prediksi kebutuhan vaksin corona sebanyak 73.964.035 dosis akan disiapkan dalam program ini.

Dari total tersebut, sebanyak 58 Juta dosis, di antaranya dari Sinovac dan 16 juta dosis lainnya dari Covax/Gavi.

Sementara itu, untuk skema vaksin mandiri atau berbayar akan dijual kepada 75.048.268 orang, yakni masyarakat mampu dan pelaku ekonomi.

Ditambah dengan wastage dan kebutuhan dua kali suntik, maka Kementerian BUMN akan menyiapkan sebanyak 172.611.016 dosis vaksin.

Vaksin Covid-19 di Indonesia nantinya akan berasal dari tiga sumber berbeda, yakni:

-Sinovac sebesar 85 juta dosis,
-Novavax dari Amerika Serikat sebanyak 30 juta dosis,
-Merah Putih sebanyak 57,6 juta dosis.

Hanya perlu diingat, keamanan dan efiktivitas uji klinis tahap ketiga dari vaksin Sinovac hingga kini belum keluar.

Uji klinis vaksin Sinovac di Indonesia semisal, yang bekerjasama dengan Bio Farma baru akan selesai Mei 2021, dengan laporan data awal Januari 2021.

Adapun Pfizer mengeluarkan data yang menunjukkan efikasi atau kemanjuran atas vaksinnya 90% efektif, sementara vaksin buatan Moderna diklaim memiliki tingkat efektifitas hingga 94,5 persen.

(TribunPalu.com/Rizki A.) (Kontan.co.id)

Sumber: Tribun Palu
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved