Pemerintah Berencana Naikkan Tarif Listrik Mulai Juli 2021, Ini Skenarionya
Rencana kenaikan Tarif listrik di Indonesia akan naik pada JUli 2021 dengan rencana 5 skenario ini, bagaimana peraturan terbarunya?
TRIBUNPALU.COM - Rencana kenaikan tarif listrik di Indonesia telah digodok.
Akan ada 5 skenario tarif listrik yang baru, yaitu:
1. Tarif listrik tidak jadi naik
2. Penghapusan kompensasi 100%
3. Pemangkasan kompensasi sebesar 50% dari jumlah kompensasi PLN diperiode sebelumnya.
4. Kenaikan hanya untuk golongan rumah tangga 2.200 VA ke atas
5. Tarif listrik golongan pemerintah ikut naik
Dilansir melalui kanal YouTube Kompas TV, Kementerian ESDM menyebut sejak 2017 pemerintah belum pernah menyesuaikan tarif listrik.
Meskipun harga BBM naik dan rupiah yang melemah.
Baca juga: Segera Klaim Diskon 50 Persen Biaya Listrik PLN Periode April 2021, Begini Skema Stimulusnya
Baca juga: Cara Dapatkan Diskon Token Listrik 50% April 2021:Tidak Lagi Lewat stimulus.pln.co.id dan PLN Mobile
Pemerintah membayar kompensasi listrik ke PLN untuk menutup gap harga keekonomian dan tarif listrik.
Direktorat Jenderal Kementerian ESDM juga menjelaskan bahwa saat ini PLN memiliki 38 golongan pelanggan.
Tiga puluh delapan golongan tersebut terdiri dari 25 golongan bersubsidi dan 13 golongan non subsidi.
Dari sisi pemerintah, untuk tidak menaikkan tarif listrik akan menjadi hal yang sulit untuk dipertimbangan.
Skenario ini tak lepas dari rencana pemerintah menghapus kompensasi tarif dasar listrik bagi pelanggan PLN non subsidi.
Mengingat adanya inflasi terus naiknya harga batu bara dan minyak mentah.
Tarif listrik berencana akan dinaikkan pada kuartal III 2021, yaitu mulai 1 Juli 2021.
Anggota Banggar DPR RI, Syaifullah Tamliha mengatakan belum ditentukan kapan pastinya tarif listrik akan dinaikkan.
Namun, badan anggaran DPR menyepakati untuk melanjutkan reformasi kenaikan listrik kepada pelanggaran 450 VA.
Kebijakan ini dilakukan dengan mencocokan data pelanggaran listrik yang dimiliki PLN dengan data terpadu kesejahteraan sosial.
Subsidisi listrik diberikan kepada masyarakat yang berhak mendapatkan subsidi, yaitu bagi rumah tangga pelanggan 450 VA dan 300 VA yang merupakan rumah tangga miskin dan rentan miskin sesuai BPKS dan untuk pelanggan sosial keagamaan.
Kompensasi tidak lagi diberikan kepada pelanggan non subsidi.
Perihal persetujuan DPR mengenai peraturan ini, Syaifullah menjelaskan hal terkait.
"Sepanjang data terpadu kesejahteraan sosail belum siap, maka belum ada persetujuan. DPR mendesak untuk menyesuaikan data terpadu Kementerian Sosial," jelasnya.
Tauhid Ahmad, Direktur Eksekutif Institute for Development ff Economics and Finance (INDEF) juga menjelaskan hal terkait.
"Memang pelanggan daya 450 VA masih berhak mendapatkan subsidi, untuk pelanggan daya 900 VA yang tidak sesuai dengan data BPKS memang harus tidak mendpatkan subsidi," jelasnya.
Namun, mungkin sebagian pelanggan daya 900 VA perlu mendapatkan subsidi karena banyaknya rumah tangga yang menjadi miskin dengan data BPKS terbaru.
Catatannya, data BPKS tersebut tahun 2015 dan belum diperbarui, kemungkinan baru akan diperbaharui pada tahun depan.
"Jika menunggu data tersebut, maka untuk mendapatkan data yang benar-benar iligible untuk dipertanggun jawabkan," jelasnya.
Terkait subsidi, ia menjelaskan ada rencana penurunan subsidi pemerintah alokasi menjadi 53,58 Triliun atau turun hampir 1 triliun dari tahun 2020.
Namun, penurunan tersebut tidak sesuai dengan penurunan yang disampaikan.
"Maka, hal ini memberikan efek perdebatan siapa yang berhak mendapatkan subsidi," lanjutnya.
Momentum, disaat seperti ini, saat daya beli masih rendah, justru menghilangkan subsidi begitu cepat.
Perihal asumsi Tauhid jelaskan, bahwa nilai tukar dan implasi Indonesia masih rendah.
(TribunPalu.com/DindaNalifa)