Teroris MIT Poso

Ali Kalora Cs Sulit Dibasmi, Akademisi Untad: Kekuatan Militer Saja Tak Cukup Menumpas MIT Poso

Pengamat Komunikasi Terorisme Universitas Tadulako (Untad) Muhammad Prof Khairil berpendapat mengenai sulitnya menumpas kelompok MIT Poso.

Editor: Haqir Muhakir
Handover
Pengamat Komunikasi Terorisme Universitas Tadulako Prof Muhammad Khairil 

Laporan Wartawan TribunPalu.com, Fandy Ahmat

TRIBUNPALU.COM, PALU - Pengamat Komunikasi Terorisme Universitas Tadulako (Untad) Prof Muhammad Khairil berpendapat mengenai sulitnya menumpas kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Poso, Sulawesi Tengah. 

Dalam memburu kelompok teroris pimpinan Ali Kalora tersebut, setidaknya sudah tiga kali operasi aparat TNI-Polri berganti nama. 

Mulai dari Operasi Cagar Maleo 2015, Operasi Tinombala 2016 dan Operasi Madago Raya 2021.

Terakhir, kelompok tersebut terlibat kontak senjata dengan aparat Satgas Madago Raya pada Maret 2021 lalu. 

Peristiwa itu sendiri mengakibatkan dua anggota MIT tewas dan dua orang dari petugas gugur. 

Baca juga: Reshuffle Kabinet Kabarnya akan Digelar Hari Ini, Mensesneg Ungkap Nasib Moeldoko

Baca juga: Bocoran Mahar Fantastis Pernikahan UAS dan Fatimah, Bisa Dipakai Beli Mobil

Baca juga: Ikatan Cinta Rabu 28 April 2021: Aldebaran Kritis, Mama Sarah Ketahui Kebohongan Elsa dengan Riki

Menurut Prof Khairil, di antara faktor sulitnya berburu kelompok MIT pimpinan Ali Kalora itu karena kondisi geografis di wilayah operasi. 

Jika anggota MIT menguasai medan, kata dia, kelompok tersebut justru lebih leluasa dalam bermanuver. 

"Melawan kelompok militan itu tidak mudah, tapi bukan berarti aparat lemah. Nyawa itu bukan persoalan bagi mereka (teroris). Jumlah mereka mungkin kecil, tetapi jika mereka kuasai medan, mungkin mereka lebih kuat dibanding ratusan personel TNI-Polri sekalipun," ungkap Prof Khairil, Rabu (28/4/2021). 

Dekan FISIP Untad itu menilai radikalisme kelompok MIT sempat tertanam di sebagian masyarakat Poso dan sekitarnya. 

Menurut dia, hal ini terlihat saat banyaknya masyarakat menjemput dan menghadiri pemakaman jenazah Santoso alias Abu Wardah, mantan pimpinan MIT yang tewas tertembak pada 2016 lalu. 

"Saat Santoso tertembak, warga menyambut kedatangan jenazahnya lengkap dengan sebuah spanduk. Ini sangat ironis. Antara keinginan pemerintah untuk memberantas teroris, tetapi di sisi lain masyarakat seolah bersimpati," ujar Prof Khairil. 

Baca juga: Kontak Tembak Satgas Nemangkawi dengan KKB di Distrik Gome, 9 Anggota KKB Tertembak

Baca juga: Kutip Kata-kata Islami dan Ucapkan Sayonara, Arya Saloka Isyaratkan Hengkang dari Ikatan Cinta?

"Kebutuhan saat ini tidak hanya melalui operasi militer, tidak cukup dengan senjata. Perlu juga melakukan pendekatan kepada masyarakat. Jangan sampai masyarakat menjadikan mereka (MIT) sebagai kelompok yang perlu mendapatkan simpati," sambungnya. 

Prof Khairil menambahkan, dirinya juga telah bertemu dengan semua terpidana kasus terorisme Sulawesi Tengah di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). 

Mulai dari mereka yang ditahan di Lapas Petobo (Palu), Ampana (Kabupaten Tojo Una-Una), Makassar (Sulawesi Selatan) hingga Cirebon (Jawa Barat). 

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved