KKB Papua
TB Hasanuddin Ungkap 4 Poin Sejarah Konflik Papua, Termasuk Referendum Tahun 60-an
Konflik di Papua kembali memanas dengan ulah Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang kian meresahkan.
TRIBUNPALU.COM - Konflik di Papua kembali memanas dengan ulah Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang kian meresahkan.
Terbaru, Kepala Badan Intelejen Nasional (BIN) Daerah (Kabinda) Papua Brigjen I Gusti Putu Danny Nugraha Karya gugur setelah terlibat kontak tembak dengan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Kampung Dambet, Distrik Beoga, Kabupaten Puncak, Minggu (25/4/2021).
Anggota Komisi I DPR RI Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin, Rabu (28/4/2021), mengungkapkan duka cintanya.
"Saya menyampaikan duka cita mendalam atas gugurnya Kabinda Papua Brigjen TNI I Gusti Danny Nugraha Karya. Beliau adalah salah satu putra terbaik bangsa Indonesia," kata TB Hasanuddin.
Bila ditarik kebelakang, tutur Hasanuddin, ada empat poin sejarah awal kemelut di Papua berdasarkan penelitian sejumlah lembaga survei termasuk LIPI.
Pertama, kata dia, soal persepsi terkait referendum Papua tahun 1960an.
Baca juga: Prakiraan Cuaca BMKG 33 Kota Indonesia, Kamis 29 April 2021: Jambi Berkabut, Banjarmasin Hujan Petir
Baca juga: Polri Kaji Ulang Izin Liga 1 2021 karena Ulah Bobotoh dan The Jak Mania Pascagelaran Piala Menpora
Baca juga: Mini Dessert Palu Turun Harga Selama Ramadan, Hanya Rp 10 Ribu
Sebagian masyarakat Papua, imbuhnya, meyakini bahwa referendum masih belum selesai.
"Padahal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menolak rencana referendum Papua, dan memutuskan Papua merupakan bagian dari Indonesia yang tidak bisa diganggu gugat. Jadi permasalahannya adalah persepsi masyarakat," ujarnya.
Kemudian yang kedua, masih ada diskriminasi terhadap masyarakat Papua, meski kondisi sekarang jauh lebih baik dibanding 25 tahun lalu.
Ketiga, adanya traumatis sebagian masyarakat Papua akibat diterapkannya belasan kali Operasi Militer di zaman orde baru.
"Keempat adalah kegagalan otonomi khusus (otsus) di Papua. Triliunan rupiah bahkan puluhan triliun digelontorkan dari Jakarta, tapi hanya dinikmati elit.
Tingkat kesejahteraan dan kesehatan masyarakat Papua masih seperti itu saja," ucap politikus PDI Perjuangan ini.
Setelah itu, kata Hasanuddin, munculah Organisasi Papua Merdeka (OPM). OPM ini sebenarnya adalah separatis atau pemberontak bersenjata.
Menurutnya, ketika status OPM diturunkan menjadi Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) ternyata juga tak mendapat tindakan yang seharusnya.
"Saya tegaskan lagi, ketika statusnya diturunkan dari OPM menjadi KKB, ternyata tidak mendapat tindakan yang efektif. Malahan setelah dinyatakan KKB korban dari TNI/Polri justru lebih banyak. Bahkan terbukti justru dalam status KKB itulah senjatanya semakin banyak, pengikutnya semakin bertambah."