Iran Umumkan Presiden Baru, Israel Tak Punya Pilihan Selain Serang Program Nuklir Teheran

kemenangan Ebrahim Raisi akan membuat Israel tidak punya pilihan selain menyerang program nuklir Iran. hal ini membuat Israel kepanasan.

handover
Konflik Iran-Israel 

TRUBUNPALU.COM - Telah lama menjadi musuh bebuyutan, Israel menganggap Iran sebagai ancaman nomor satu di Timur Tengah.

Keberadaan senjata nuklir yang dimiliki Iran menjadi alasan betapa Israel sangat khawatir dengan negara tersebut.

Bahkan, setiap kali Amerika Serikat membuat kebijakan yang menguntungkan Iran, Israel akan langsung menyangkalnya.

Israel sendiri mengaku bertanggung jawab atas beberapa serangan yang menargetkan orang penting di Iran.

Seperti kasus pembunuhan ilmuwan nuklir Iran beberapa waktu lalu. 

Tak hanya itu saja, Israel juga berniat untuk menghancurkan situs nuklir Iran.

Hal itu bahkan diungkapkan baru-baru ini setelah Iran mengumumkan sosok pemimpin barunya.

Menurut Televisi Chanel 12, pada Senin (21/6/21), Israel bereaksi atas kemenangan Hakim Agung Ebrahim Raisi sebagai pemimpin Iran.

Menurut laporan ia adalah sosok yang memiliki pandangan konservatif, hal ini membuat Israel kepanasan.

Menurut sumber senior, pejabat Israel telah memperingatkan bahwa kemenangan Ebrahim Raisi akan membuat Israel tidak punya pilihan selain menyerang program nuklir Iran.

"Kampanye ofensif akan membutuhkan banyak anggaran dan realokasi sumber daya," katanya.

"Hari ini ketika Iran mengumumkan presiden baru, adalah saat ketika Israel tak punya pilihan selain menyerang program nuklir Teheran," jelasnya.

Para pejabat keamanan Israel yakin Raisi akan mengadopsi sikap keras Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei terhadap kebijakan nuklir dan luar negeri, kata sumber senior itu.

Sebelumnya, setelah Raisi terpilih sebagai Presiden Iran, banyak pejabat tinggi Israel menyuarakan kritik keras.

Menteri Luar Negeri Israel Yair Lapid menggambarkan Raisi sebagai seorang ekstremis yang bertanggung jawab atas kematian ribuan warga Iran.

Hubungan antara Israel dan Iran telah tegang sejak revolusi Islam 1979 di ibukota Teheran.

Saat itu, Pemimpin Tertinggi Ayatollah Khamei mengambil sikap tegas terhadap Israel dan memutuskan semua hubungan dengan negara tetangga.

Ditakutkan sifat keras Ayatollah Khamenei ini akan dilakukan oleh Ebrahim Raisi.

Selama bertahun-tahun, kedua negara telah berulang kali memberlakukan sanksi pembalasan terhadap satu sama lain tetapi menghindari konflik militer langsung.

Hubungan antara kedua belah pihak telah memburuk dan terus memburuk karena program nuklir Iran.

Di mana Tel Aviv percaya bahwa Teheran diam-diam mengembangkan hulu ledak nuklir dan sarana untuk meluncurkan rudal balistik.

Israel dan Iran Sama-sama Memiliki Pemimpin Baru

Ebrahim Raisi presiden Iran baru yang disebut Israel sebagai 'Jagal Teheran'

Israel kini memiliki Perdana Menteri baru yakni Naftali Bennett. Sementara Iran juga memiliki Presiden baru, Ebrahim Raisi.

Kedua negara pun saling mengklaim bisa memulai perang.

Kepala Kehakiman Ebrahim Raisi telah terpilih sebagai presiden Iran yang baru di titik kritis negara mereka. Terpilihnya Raisi benar-benar membuat Israel ketakutan.

Memang siapakah Raisi dan apa posisinya?

Raisi yang berumur 60 tahun telah lama didukung oleh kelompok revolusioner konservatif dan basisnya, akan tetap menjadi kepala kehakiman sampai ia mengambil alih kepemimpinan Presiden Hassan Rouhani awal Agustus.

Hal ini karena Rouhani tidak mengundurkan diri dari posisinya sebagai presiden.

Mengutip Al Jazeera, seperti Pemimpin Agung Iran Ayatollah Ali Khamenei, Raisi menggunakan turban hitam, tanda bahwa ia adalah sayyid, keturunan Nabi Muhammad.

Raisi sering disebut menjadi penerus Khamenei ketika ia nanti meninggal dunia.

Sebelum revolusi 1979

Raisi lahir di Mashhad di timur laut Iran, kota besar dan pusat agama bagi Muslim Syiah karena merumahkan rumah Imam Reza, imam kedelapan.

Tumbuh di keluarga religius, Raisi menerima pendidikan religius dan mulai datang ke seminari di Qom saat ia berusia 15.

Di sana ia belajar dari beberapa cendekiawan terkemuka, termasuk Khamenei.

Ketika pendidikannya dibahas di debat presiden, ia menampik jika pendidikan formalnya hanya sampai kelas 6, ia mengatakan ia memegang PhD di bidang hukum sebagai tambahan pendidikan seminarinya.

Saat ia memasuki seminari berpengaruh di Qom beberapa tahun sebelum revolusi 1979 yang membentuk Republik Islam, banyak warga Iran tidak puas dengan kepemimpinan Muhammad Reza Shah Pahlavi, yang akhirnya dicopot.

Raisi menjadi peserta beberapa acara yang memaksa syekh diasingkan dan membentuk kepemimpinan baru di bawah Pemimpin Agung Ayatollah Ruhollah Khomeini.

Setelah revolusi

Mengikuti revolusi, Raisi bergabung dengan kantor kejaksaan di Masjed Soleyman di barat daya Iran.

Selama 6 tahun berikutnya, ia menambah pengalamannya sebagai jaksa di beberapa yuridiksi lain.

Perkembangan penting datang ketia ia pindah ke ibukota Iran, Teheran, tahun 1985 setelah ditunjuk menjadi deputi jaksa.

Organisasi HAM mengatakan tiga tahun lalu, hanya beberapa bulan setelah Peran Iran-Irak berakhir, Raisi menjadi bagian "komisi kematian".

Komisi itu bertugas menghilangkan dan menghukum mati secara rahasia ribuan tahanan politik.

Raisi akan menjadi presiden Iran pertama yang sudah terkena sanksi AS yang diterapkan sejak tahun 2019.

Ia mendapatkan sanksi atas tuduhan perannya eksekusi massal dan membubarkan pengunjuk rasa.

Amnesti Internasional sudah meminta pemimpin itu menghadapi hukuman atas aksinya melanggar HAM.

Profil Raisi terus meningkat di sistem yudisial Iran mengikuti pengangkatan Khamenei menjadi Pemimpin Agung tahun 1989.

Ia kemudian menjadi jaksa Teheran, lalu mengepalai Organisasi Inspeksi Umum lalu bertugas sebagai deputi kepala keadilan selama 10 tahun sampai 2014, selama protes pro-demokrasi Green Movement tahun 2009 terlaksana.

Tahun 2006 sementara bertugas sebagai deputi kepala keadilan Raisi terpilih pertama kalinya dari Khorasan Selatan ke Dewan Ahli, lembaga yang ditugasi memilih pengganti pemimpin agung saat ia meninggal.

Raisi masih memegang peran itu sampai sekarang.

Tahun 2017, Raisi berkampanye untuk presiden pertama kali dan menjadi kandidat utama melawan Rouhani, seorang moderat yang memenangkan hubungan dengan Barat dan berhasil membangun kesepakatan nuklir Iran tahun 2015 dengan negara-negara adidaya sekaligus mengangkat berbagai sanksi dengan biaya mengurangi program nuklir Iran.

Raisi dan sekutunya Muhammad Bagher Ghalibaf kalah dari pemilu tersebut.

Namun setelah itu pemimpin agung tahun 2019 menunjuknya sebagai kepala kehakiman.

Ia diposisikan di sana guna membangun sosok musuh korupsi.

Raisi mengadakan sidang terbuka dan menuntut sosok-sosok yang dekat dengan pemerintah dan yudisial.

Dalam kampanye presidennya, ia mengumumkan telah membawa pabrik besar kembali dari ambang korupsi, menggambarkan dirinya pemenang dari warga Iran yang pekerja keras dan mendorong bisnis lokal di bawah sanksi AS.

Saat ia di yudisial, aplikasi chat Signal dilarang setelah populer, demikian pula dengan Clubhouse saat sangat populer ketika pemilihan presiden.

Semua media sosial besar dan aplikasi chat diblokir di Iran, kecuali Instagram dan WhatsApp.

Kesepakatan nuklir dan ekonomi Iran

Saat ditekan kandidat lain, Raisi menjelaskan dengan singkat terkait Rencana Aksi Komprehensif Gabungan (JCPOA) atau kesepakatan nuklir yang dikenal dunia, yang ditinggalkan Trump tahun 2018.

Ia sebelumnya menekan kesepakatan itu, tapi kali ini ia menyatakan ia akan mendukungnya seperti komitmen negara lainnya, tapi akan membentuk pemerintahan "kuat" yang mampu mengarahkannya ke arah yang benar.

Pembicaraan Iran dan negara adidaya keenam sedang berlangsung di Wina untuk mengembalikan kesepakatan itu.

Jika berhasil, sanksi dari AS akan dihapus dan menurunkan program nuklir Iran.

Iran kini diketahui memperkaya uranium sampai lebih dari 63%, tingkat terkaya mereka.

Tenggat waktu sementara kesepakatan dengan International Atomic Energy Organization (IAEA) 24 Juni sudah ditetapkan.

Namun penego mengatakan pembicaraan keenam itu belum menjadi pembicaraan terakhir.

Namun ada harapan kesepakatan dapat direvisi sebelum Raisi masuk ke kantornya.

Iran, dengan penduduk 83 juta, menderita inflasi selangit dan peningkatan jumlah pengangguran sementara pemerintah berupaya menganggarkan anggaran yang masuk akal dan menghadapi pandemi Covid-19 terparah di Timur Tengah.

Raisi berjanji menghadapi inflasi, menciptakan setidaknya satu juta pekerjaan per tahun, membangun rumah baru dan menetapkan pinjaman khusus ke pembeli pertama yang menikah, tambahan lagi membangun era baru transparansi finansial dan melawan korupsi.

Profesor politik di Universitas Teheran, Hamed Mousavi, mengatakan narasi antara para konservatif adalah salah penanganan pemerintah Rouhani menyebabkan situasi ini muncul.

"Jadi menurut narasi ini, jika penanganan yang salah ini diperbaiki maka ekonomi membaik tapi aku merasa banyak konservatif yang yang setidaknya dalam dirinya memahami betapa pentingnya sanksi.

"Kurasa ini akan kembali ke berapa banyak Raisi tunjukkan fleksibilitas di negosiasi ini. Satu kunci penting adalah siapa yang akan ia tunjuk untuk negosiasi nuklir."

(Tribun-Medan.com/TribunPalu.com)

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved