Ingat Jenderal Surojo Bimantoro? Kapolri Berani Lawan Perintah Gus Dur Kibarkan Bintang Kejora

Jenderal Surojo merupakan Kapolri ke-16 yang pernah terlibat konflik dengan Presiden Gus Dur. Bahkan, konflik itu membuat DPR RI turun tangan.

Kolase TribunPalu.com/Handover
Ingat Jenderal Surojo Bimantoro? Kapolri Berani Lawan Perintah Gus Dur Kibarkan Bintang Kejora 

Saat memangku jabatan tersebut, banyak hal yang telah dilakukan oleh Rusdihardjo, salah satunya adalah mengembangkan teknik dan taktik untuk menanggulangi masalah narkotika, teknik tersebut ditemukan oleh Rusdihardjo dan dinamakan Controlled Delivery.

Teknik tersebut berhasil membongkar sindikat narkoba antarnegara, selanjutnya teknik ini kemudian digunakan dan di sahkan oleh semua anggota PBB pada bulan Februari 1988 melalui Sidang Umum Divisi Narkotika PBB di Wina.

Setelah memangku jabatan sebagai Kasubdit Reserse di Mabes Polri, kemudian selama tiga tahun hingga tahun 1992, Rusdihardjo diangkat menjabat sebagai Kapolwil Daerah Istimewa Yogyakarta.

Seiring dengan program Visit Indonesia Year 1990, selaku Kapolwil Yogyakarta, Rusdihardjo membentuk “turis polisi” yang modern dan ramah.

Gagasan Rusdihardjo tentang tourist police tersebut mendapatkan dukungan yang kuat dari banyak kalangan.

Dalam perkembangannya, gagasan ini kemudian diangkat menjadi program nasional oleh Mabes Polri.

Rusdihardjo menyesal setelah didakwa melakukan korupsi karena menerima uang pungli dari biaya pengurusan dokumen keimigrasian.

"Yang saya sesalkan bahwa saya di masa sepuh saya (diangkat) menjadi dubes.

Saya berat terima itu. Tapi untuk kemanusiaan, saya terima (jabatan)," tegas Rusdihardjo saat diperiksa sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (12/5/2008).

Seperti dilansir dari Tribun-Timur.com dalam artikel 'Ingat Jenderal Rusdihardjo? Dulu Kapolri Lalu Diangkat Jadi Dubes, Dipenjara Gegara Kasus Korupsi'.

"Terhadap kasus ini, saya sangat gelo (menyesal). I do my best (mengerjakan pekerjakan dengan baik).

Saya telah selamatkan ratusan ribu TKI, tapi saya dipersalahkan atas perbuatan yang saya tidak saya lakukan," ungkap Rusdihardjo yang mengenakan baju putih lengan panjang dan celana hitam.

Mantan Kepala Bidang Imigrasi Arihken Tarigan yang duduk di sebelah Rusdihardjo sebagai terdakwa II juga mengaku menyesal..

"Kalau saya dipersalahkan, saya terima dan sesali. Tapi tidak ada niat untuk melaksanakan pelanggaran-pelanggaran," ujar Tarikhen yang mengenakan baju lengan panjang warna kuning.

Saat dicecar jaksa penuntut asal KPK, Arikhen mengaku dirinya melanjutkan kebijakan mantan Kepala Bidang  Imigrasi Suparba W Amiarsa yang melakukan penerapan tarif ganda dalam pengurusan dokumen keimigrasian.

Uang selisih biaya pengurusan tersebut diserahkan kepada Bendahara Kedubes RI di Malaysia Tri Widyowati.

Arikhen mengaku mendapat bagian untuk memberikan uang kepada Dubes dan Wakil Dubes.

Untuk Dubes Rusdihardjo, Arikhen menyerahkan uang 30.000 ringgit-40.000 ringgit per bulan. Namun, saat jawaban Arikhen dikonfrontir jaksa Suwarji kepada Rusdihardjo, jenderal polisi bintang empat ini menyangkal.

"Sama sekali tidak (menerima)," tegas Rusdihardjo.

Ketika dipertanyakan kembali ke Arikhen, Arikhen pun tetap berpegang teguh pada keterangannya.

"Saya tetap pada jawaban yang saya berikan," tegas Arikhen.

Rusdihardjo menjabat sebagai Dubes RI di Malaysia sejak 6 Januari 2004-30 Januari 2007.

Selama menjabat, Rusdihardjo mengaku telah banyak melakukan berbagai pembenahan di Kedubes RI Malaysia, termasuk memberhentikan tujuh staf di kedubes.

Arikhen adalah salah satu  yang ia usulkan untuk dipecat.

Alasannya, kinerja Arikhen buruk. Jaksa Suwarji mempertanyakan pertemuan Dubes RI seluruh dunia pada Desember 2004.

Rusdihardjo telah diingatkan oleh Irjen Departemen Luar Negeri atas adanya SK Ganda tersebut.

Rusdihardjo pun mengakui.

Rusdihardjo juga mengaku diperiksa tim Irjen Deplu pada 26-29 Oktober 2005 di kantor KBRI Malaysia.

Selanjutnya, pada 24 November 2005 Rusdihardjo diperiksa oleh tim panel yang dibentuk Irjen Deplu.

Dalam pemeriksaan di Deplu, Rusdihardjo mengaku membawa dokumen tertulis.

Saat jaksa mempertanyakan dokumen tersebut berisi tentang pemasukan dan pengeluaran dana hasil pungutan biaya ganda, Rusdihardjo mengaku ia hanya menandatangani saja dokumen-dokumen yang dibuat oleh anak buahnya.

"Saya waktu itu hanya menandatangani dokumen tanpa melihat isinya. Itu pun dengan pulpen yang saya pinjam dari staf saya," tegas Rusdihardjo.

Seusai persidangan, jaksa Suwarji menyatakan bahwa sah-sah saja Rusdihardjo menyangkal telah menerima uang hasil penerapan biaya ganda.

"Dokumen yang ia bawa saat diperiksa Itjen itu adalah salah satu bukti bahwa ia menerima uang. Dan ada juga saksi seperti Arikhen yang menerangkan telah memberikan uang untuk Rusdihardjo," kata Suwarji.

Sidang yang dipimpin hakim Moerdiono akan dilanjutkan dengan pembacaan surat tuntutan dari jaksa, Rabu (21/5) pekan depan. 

Masa hukumannya sudah habis dan bisa kembali ke keluarganya.

"Sekarang sudah bebas," ujar Direktur Penuntutan KPK Ferry Wibisono saat dihubungi melalui telepon, (10/7/2009).

Sebelumnya, Majelis hakim tingkat pertama memvonis Rusdihardjo dua tahun penjara.

Lalu di tingkat banding mengurangi vonisnya menjadi satu setengah tahun.

Tanpa pembebasan bersyarat, masa hukuman Rusdihardjo berakhir pada 14 Juli 2009.(*)

Artikel ini telah tayang di Surya.co.id 

Sumber: Surya
Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved