Soal Tunda Pemilu, Wakil Ketua MPR Kritik Jokowi Tak Tegas Wujudkan Komitmen pada Konstitusi

Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW), mengkritisi Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk benar-benar mewujudkan komitmennya pada konstitusi

scmp.com
Presiden Joko Widodo menginginkan jumlah guru terampil yang lebih banyak dibandingkan guru normatif, khususnya di SMK. Hal ini disampaikan Jokowi saat membuka Rembuk Nasional Pendidikan di Sawangan, Depok, Selasa (12/2/2019). 

TRIBUNPALU.COM - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW), mengkritisi Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk benar-benar mewujudkan komitmennya pada konstitusi, yakni dengan tegas menyampaikan penolakan Wacana Pemilu 2024 Ditunda.

Selain itu, usulan penundaan pilpres tersebut juga tidak sesuai dengan keputusan bersama yang telah disepakati secara aklamasi pada 31 Januari 2022 oleh KPU bersama pemerintah, juga DPR (di dalamnya ada perwakilan dari seluruh Partai di DPR) juga dengan DPD dan Bawaslu, bahwa Pemilu dan Pilpres akan diselenggarakan pada 14 Februari 2022.

“Akan lebih sesuai dengan UUD NRI 1945, undang-undang yang berlaku serta sumpah jabatan, apabila Presiden Jokowi menegaskan dirinya mematuhi konstitusi dengan melaksanakan peraturan perundangan dalam bentuk kesepakatan antara KPU, Pemerintah dan DPR pada 31 Januari 2022 lalu, bahwa Pemilu dilaksanakan pada 14 Februari 2024, sehingga tidak ada opsi penundaan Pemilu. Agar demokrasi masih bisa dipercaya oleh Rakyat, agar semua spekulasi kontraproduktif ini dapat dihentikan, dan agar semua pihak mempersiapkan Pemilu 2024 dengan lebih baik, supaya tak terulangi lagi masalah-masalah pada Pemilu sebelumnya, sehingga hasil Pilpres juga lebih baik lagi,” kata HNW dalam keterangan yang diterima, Selasa (8/3/2022).

Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid (HNW)
Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid (HNW) (Dok. MPR)

HNW mengatakan, Presiden Jokowi tentu mendapat laporan bahwa usulan penundaan pemilu tersebut selain menimbulkan kegaduhan dan kontroversi, juga mendapat penolakan besar dan meluas dari berbagai elemen bangsa.

"Peta politiknya sangat jelas. Partai yang mengusulkan penundaan Pilpres tidak bertambah, dan bahkan beberapa pimpinan Golkar malah menolak. Sementara pihak yang menolak seperti Pimpinan dari 6 Partai di DPR yaitu PDIP, PKS, Nasdem, PD, PPP dan Gerindra tetap solid menolak, bahkan para penolak bertambah pula seperti Ketua DPR,ketua DPD dan para pimpinan MPR," ujarnya.

"Maka seandainya pimpinan 3 Partai pengusul itu solid memperjuangkan usulannya dan menyampaikan ke MPR untuk mengubah UUD, maka manuver mereka belum memenuhi syarat minimal yang diberlakukan oleh Konstitusi, yaitu diusulkan oleh sekurang-kurangnya 1/3 anggota MPR(pasal 37 ayat 1 UUDNRI 1945). Karena jumlah anggota MPR dari 3 partai itu seandainya solid pun, baru berjumlah 187 anggota. Padahal diperlukan minimal 1/3 anggota MPR yaitu 237 anggota MPR," lanjutnya.

Bahkan, lanjut HNW, hasil survei dari tiga lembaga survei (Indikator Politik, LSI dan SMRC) yang para respondennya mayoritas puas dengan kinerja Jokowi, malah mayoritasnya justru menolak pemilu ditunda.

Mereka menginginkan agar Pemilu tetap diselenggarakan tahun 2024, sebagaimana aturan UUD dan kesepakatan KPU dengan Pemerintah dan DPR.

HNW menambahkan menurut hasil survei dari Indikator Politik, mayoritas warga Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah juga tidak setuju dengan usulan Pemilu 2024 ditunda. Ormas-Ormas Islam seperti Muhammadiyah dan MUI juga menolak.

"Bahkan di kalangan Pemuda, Mahasiswa dan Buruh juga terjadi penolakan terbuka sebagaimana disampaikan olh GMNI, HMI, Pemuda Muhammadiyah, KAMMI dan KSPI. Jadi lebih baik kalau Presiden Jokowi menegaskan demi demokrasi yang berkwalitas, agar semua pihak legowo melaksanakan konstitusi serta peraturan perundangan dengan tidak lagi usulkan penundaan Pemilu, melainkan fokus untuk persiapkan Pemilu dan Pilpres 2024, agar sukses, dan tak ulangi masalah sebagaimana terjadi pada pemilu-pemilu sebelumnya," ucapnya.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat membuka Konferensi Forum Rektor Indonesia (FRI) 2021, Selasa (27/7/2021).
Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat membuka Konferensi Forum Rektor Indonesia (FRI) 2021, Selasa (27/7/2021). (Foto: Setkab)

Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengkritisi sikap Presiden Jokowi yang dalam pernyataan terakhirnya malah menimbulkan kontroversi baru, karena dinilai tidak tegas menolak wacana usulan penundaan Pilpres.

Dalam pernyataan terakhirnya meski berkomitmen untuk taat kepada konstitusi, Presiden Jokowi menyebut bahwa wacana tersebut sebagai bagian dari demokrasi.

"Dahulu Presiden Jokowi menyebut bahwa yang usulkan perpanjangan masa jabatan Presiden menampar mukanya, mencari muka atau menjerumuskannya, tetapi kini malah menyebutnya sebagai demokrasi. Sekalipun semenjak diusulkan juga tidak menambah Partai atau anggota MPR yg mendukung usulan penundaan Pemilu, atau data ke MPR untuk daftarkan secara resmi usulan perubahan thd UUD agar Pemilu bisa ditunda," katanya.

"Justru dalam rangka penyelamatan demokrasi di negara hukum seperti Indonesia, dengan mempertimbangkan fakta-fakta perkembangan politik diatas, akan lebih baik kalau sikap yang disampaikan lebih tegas, agar semua pihak menaati Konstitusi dan perundangan yang berlaku. Karena demokrasi yang sehat dan berkwalitas tidak bisa dilaksanakan diatas sikap ambivalen dan ambigu, apalagi dengan menabrak aturan-aturan konstitusi serta peraturan perundangan yang telah disepakati bersama,” lanjutnya.

HNW menjelaskan demokrasi yang lebih sesuai dengan Pancasila adalah yang melaksanakan Konstitusi yang masih berlaku serta peraturan perundangan terkait seperti keputusan KPU bersama Pemerintah, DPR dan DPD bahwa Pemilu baik Pilpres maupun Pileg diselenggarakan pada 14 Februari 2024.

Sumber: Tribunnews.com
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved