Tanggapi Kelangkaan di Dalam Negeri, LDII Minta Pemerintah Stop Ekspor Minyak Goreng
Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) menyoroti kelangkaan harga minyak goreng termasuk di Sulawesi Tengah (Sulteng).
Laporan Wartawan TribunPalu.com, Fandy Ahmat
TRIBUNPALU.COM, PALU - Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) menyoroti kelangkaan harga minyak goreng termasuk di Sulawesi Tengah (Sulteng).
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) LDII Chriswanto Santoso menyayangkan pemerintah yang menyebut pasokan minyak untuk masyarakat mencukupi.
Padahal, kata dia, fenomena minyak langka masih terjadi dan dikeluhkan masyarakat di berbagai daerah.
Hal itu diungkapkan Chriswanto saat berkunjung ke Kota Palu, Sulawesi Tengah, Senin (14/3/2022).
Baca juga: Sulteng Jadi Tuan Rumah Munas KAHMI, Ahmad Ali: Saya Sangat Terharu dan Bangga
"Indonesia produsen sawit terbesar di dunia. Menurut Menteri Perdagangan, kebutuhan minyak goreng dalam negeri sudah terpenuhi. Tapi kenyataannya ada warga sampai meninggal. Walaupun meninggalnya karena komorbid, tetapi dampaknya karena antre," ujarnya.
Chriswanto menuturkan, pemerintah selama ini membagi minyak goreng untuk keperluan ekspor sebesar 70 persen dan sisanya untuk dalam negeri.
Ia pun menyarankan agar pemerintah menghentikan ekspor minyak goreng hingga kebutuhan dalam negeri benar-benar terpenuhi.
"Saya merekomendasikan, kalau perlu ekspor dihentikan dulu. Menyelamatkan warga negara itu lebih penting. Kalau sudah stabil ya moggo diekspor lagi," tutur Chriswanto.
Alumni Newcastle University itu menilai, kelemahan selama ini karena pihak swasta memegang kendali pendistribusian minyak goreng.
Di sisi lain, publik tidak bisa memastikan apakah distribusi sudah sesuai dengan aturan yang berlaku, yakni 70 persen ekspor dan 30 persen untuk dalam negeri.
Sehingga ia meminta pemerintah tegas untuk menindak jika terdapat produsen minyak goreng terbukti melakukan kecurangan.
"Minyak goreng ini dikelola swasta, beda dengan gas. Jika mengacu pada Undang-Undang, nilai ekspor itu lebih menjanjikan. Masalah minyak goreng ini bukan hanya karena penimbunan, tetapi juga pemerintah harus tegas menegakan regulasinya. Kalau 30 persen ya 30 persen, kalau ada penyimpangan dari itu berikan sanksi," tutur Chriswanto.(*)