Bacaan dan Tafsir Surah Al Qiyamah Ayat 1 hingga 5, Lengkap dengan Tulisan Arab, Latin dan Artinya

Berikut ini TribunPalu sampaikan bacaan dan tafsir Surah Al Qiyamah lengkap dengan artinya.

Editor: Imam Saputro
Sajian Sedap
Wanita yang sedang berhalangan tetap diperbolehkan membaca Al Quran asalkan tidak menyentuhnya. 

Akhir surah al-Muddasir menguraikan tentang Kiamat serta betapa mengerikannya peristiwa itu, namun kaum pendurhaka mendustakannya.

Segala argumen sudah dipaparkan, kalau mereka tetap tidak beriman, maka ayat ini menunjukkan Allah, tidak akan meladeni mereka lagi.

Aku bersumpah dengan kepastian hari Kiamat karena semuanya sudah jelas, dan Aku juga bersumpah dengan jiwa yang selalu menyesali dirinya sendiri.

Sungguh manusia pasti akan dibangkitkan.1-2. Akhir surah al-Muddasir menguraikan tentang Kiamat serta betapa mengerikannya peristiwa itu, namun kaum pendurhaka mendustakannya.

Segala argumen sudah dipaparkan, kalau mereka tetap tidak beriman, maka ayat ini menunjukkan Allah, tidak akan meladeni mereka lagi.

Aku bersumpah dengan kepastian hari Kiamat karena semuanya sudah jelas, dan Aku juga bersumpah dengan jiwa yang selalu menyesali dirinya sendiri. Sungguh manusia pasti akan dibangkitkan.

Dalam ayat ini, Allah bersumpah dengan hari Kiamat.

Maksudnya ialah Allah menyatakan dengan tegas bahwa hari Kiamat itu pasti datang.

Oleh karena itu, manusia hendaknya bersiap-siap menghadapinya dengan beriman dan mengerjakan amal saleh, karena hari Kiamat merupakan hari pembalasan amal.

Ayat 2

Akhir surah al-Muddasir menguraikan tentang Kiamat serta betapa mengerikannya peristiwa itu, namun kaum pendurhaka mendustakannya.

Segala argumen sudah dipaparkan, kalau mereka tetap tidak beriman, maka ayat ini menunjukkan Allah, tidak akan meladeni mereka lagi.

Aku bersumpah dengan kepastian hari Kiamat karena semuanya sudah jelas, dan Aku juga bersumpah dengan jiwa yang selalu menyesali dirinya sendiri.

Sungguh manusia pasti akan dibangkitkan.3-4. Atas penegasan tentang kepastian hari Kiamat mestinya manusia percaya, tetapi banyak yang ingkar.

Apakah manusia mengira, bahwa Kami tidak akan mengumpulkan kembali tulang-belulangnya yang telah berserakan setelah kematiannya? Jangankan hanya mengumpulkan kembali tulang-belulang, bahkan Kami mampu menyusun kembali jari jemarinya dengan sempurna.

Allah juga bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali dirinya sendiri (an-nafs al-lawwamah) terhadap sikap dan tingkah lakunya pada masa lalu yang tidak sempat lagi diisi dengan perbuatan baik.

An-Nafs al-lawwamah juga berarti jiwa yang menyesali dirinya karena berbuat kejahatan, kenapa masih saja tidak sanggup dihentikan? Pada kebaikan yang disadari manfaatnya kenapa tidak diperbanyak atau dilipatgandakan saja?

Begitulah an-nafs al-lawwamah berkata dan menyesali dirinya sendiri. Perasaan menyesal itu senantiasa ada walaupun ia sudah berusaha keras dengan segenap upaya untuk mengerjakan amal saleh.

Padahal semuanya pasti akan diperhitungkan kelak. An-Nafs al-lawwamah juga berarti jiwa yang tidak bisa dikendalikan pada waktu senang maupun susah.

Waktu senang bersikap boros dan royal, sedang di masa susah menyesali nasibnya dan menjauhi agama.

An-Nafs al-lawwamah sebenarnya adalah jiwa seorang mukmin yang belum mencapai tingkat yang lebih sempurna. Penyesalan adalah benteng utama dari jiwa seperti ini karena telah melewati hidup di atas dunia dengan kebaikan yang tidak sempurna.

Perlu dijelaskan di sini hubungan antara hari Kiamat dengan an-nafs al-lawwamah, yang sama-sama digunakan Allah untuk bersumpah dalam awal surah ini.

Hari Kiamat itu kelak akan membeberkan tentang jiwa seseorang, apakah ia memperoleh kebahagiaan atau kecelakaan. Maka jiwa atau an-nafs al-lawwamah boleh jadi termasuk golongan yang bahagia atau termasuk golongan yang celaka.

Dari segi lain, Allah sengaja menyebutkan jiwa yang menyesali dirinya ini karena begitu besarnya persoalan jiwa dari sudut pandangan Al-Qur'an.

Huruf "la" yang terdapat pada ayat 1 dan 2 di atas adalah "la zaidah" yang menguatkan arti perkataan sesudahnya, yaitu adanya hari Kiamat dan an-nafs al-lawwamah. Allah sendiri menjawab sumpah-Nya walaupun dalam teks ayat tidak disebutkan.

Jadi setelah bersumpah dengan hari Kiamat dan an-nafs al-lawwamah, Allah menegaskan, "Sungguh kamu akan dibangkitkan dan akan dimintai pertanggungjawabanmu." Pengertian ini diketahui dari ayat berikutnya.

Ayat 3

Atas penegasan tentang kepastian hari Kiamat mestinya manusia percaya, tetapi banyak yang ingkar.

Apakah manusia mengira, bahwa Kami tidak akan mengumpulkan kembali tulang-belulangnya yang telah berserakan setelah kematiannya?

Jangankan hanya mengumpulkan kembali tulang-belulang, bahkan Kami mampu menyusun kembali jari jemarinya dengan sempurna.

3-4. Atas penegasan tentang kepastian hari Kiamat mestinya manusia percaya, tetapi banyak yang ingkar. Apakah manusia mengira, bahwa Kami tidak akan mengumpulkan kembali tulang-belulangnya yang telah berserakan setelah kematiannya?

Jangankan hanya mengumpulkan kembali tulang-belulang, bahkan Kami mampu menyusun kembali jari jemarinya dengan sempurna.

Apakah manusia mengira bahwa Allah tidak akan mengumpulkan kembali tulang-belulangnya? Apakah manusia mengira bahwa tulangnya yang telah hancur di dalam kubur, setelah berserakan di tempat yang terpisah-pisah tidak dapat dikumpulkan Allah kembali? Ayat yang diungkapkan dengan nada pertanyaan ini mengandung makna agar manusia memikirkan persoalan mati dan adanya hari kebangkitan itu secara serius.

Ayat 4

Atas penegasan tentang kepastian hari Kiamat mestinya manusia percaya, tetapi banyak yang ingkar.

Apakah manusia mengira, bahwa Kami tidak akan mengumpulkan kembali tulang-belulangnya yang telah berserakan setelah kematiannya?

Jangankan hanya mengumpulkan kembali tulang-belulang, bahkan Kami mampu menyusun kembali jari jemarinya dengan sempurna.

-6. Kepastian Kiamat tidak diragukan lagi, tetapi manusia hendak membuat maksiat terus-menerus. Manusia tidak menyadari sama sekali atas akibat perbuatannya. Justru dengan nada menantang dia bertanya, “Kapankah hari Kiamat yang diancamkan itu?”

Diriwayatkan bahwa ayat ke 3 dan ke 4 ini diturunkan karena ulah dua orang yang bernama 'Adiyy bin Abi Rabi'ah bersama Akhnasy bin Syuraiq.

'Adiyy pernah menjumpai Rasulullah dengan bertanya, "Hai Muhammad, tolong ceritakan kepadaku kapan datang hari Kiamat dan bagaimana keadaan manusia pada waktu itu?"

Rasulullah saw menceritakan apa adanya.

'Adiyy menjawab pula, "Demi Allah, andaikata aku melihat dengan mata kepalaku sendiri akan hari itu, aku juga tidak akan membenarkan ucapanmu itu dan aku juga tidak percaya kepadamu dan kepada hari Kiamat itu. Apakah mungkin hai Muhammad, Allah sanggup mengumpulkan kembali tulang-belulang manusia?"

Kemudian turunlah ayat ke 4 di atas yang menegaskan kekuasaan Allah sebagai jawaban terhadap pertanyaan 'Adiyy bin Abi Rabi'ah dan orang-orang yang bersikap seperti dia.

Untuk menghilangkan keragu-raguan itu, Allah menegaskan sebenarnya Dia berkuasa menyusun (kembali) jari-jemari manusia dengan sempurna.

Bahkan Allah sanggup mengumpulkan dan menyusun kembali bagian-bagian tubuh yang hancur sekalipun itu adalah bagian terkecil seperti jari-jemari yang begitu banyak ruas dan bukunya.

Andaikata Allah tidak mempunyai ilmu pengetahuan dan kekuasaan yang sempurna, tentu tidak mungkin Allah bisa menyusunnya kembali.

Ringkasnya sebagaimana tulang-belulang dan jari-jemari itu tersusun dengan sempurna, maka Allah sanggup mengembalikannya lagi seperti semula.

Ayat 5

Kepastian Kiamat tidak diragukan lagi, tetapi manusia hendak membuat maksiat terus-menerus.

Manusia tidak menyadari sama sekali atas akibat perbuatannya. Justru dengan nada menantang dia bertanya, “Kapankah hari Kiamat yang diancamkan itu?”5-6. Kepastian Kiamat tidak diragukan lagi, tetapi manusia hendak membuat maksiat terus-menerus. Manusia tidak menyadari sama sekali atas akibat perbuatannya. Justru dengan nada menantang dia bertanya, “Kapankah hari Kiamat yang diancamkan itu?”

Dalam ayat ini ditegaskan bahwa sebenarnya manusia dengan perkembangan pikirannya menyadari bahwa Allah sanggup berbuat begitu, namun kehendak nafsu mempengaruhi pikirannya.

Bahkan manusia itu hendak berbuat maksiat terus-menerus. Sesungguhnya tidak ada manusia yang tidak mengenal kekuasaan Tuhannya, untuk menghidupkan dan menyusun tulang-belulang orang yang sudah mati. Akan tetapi, mereka masih ingin bergelimang dengan berbagai perbuatan maksiat, kemudian menunda-nunda tobat atau menghindarkan diri daripadanya.

Sesungguhnya manusia yang seperti ini, menurut Sa'id bin Jubair, suka cepat-cepat memperturutkan kehendak hati dan berbuat apa saja yang diinginkan. Nafsu selalu menggodanya, "Nanti sajalah aku bertobat; nanti sajalah aku mengerjakan kebaikan." Celakanya dia belum sempat tobat dan beramal baik, malaikat maut sudah lebih dahulu mencabut nyawanya.

Padahal pada saat itu, ia sedang asyik dalam perbuatan maksiat.

Boleh jadi juga maksud ayat ini adalah bahwa seseorang selalu berangan-angan tentang betapa nikmatnya kalau ia mendapat ini dan itu, mendapat mobil dan rumah mewah atau jabatan yang empuk, dan seterusnya, namun lupa mengingat mati, lupa dengan akan datangnya hari kebangkitan, hari saat diperiksa segala pekerjaannya.

Kata-kata liyafjura berarti cenderung kepada yang batil, atau suka menyimpang dari kebenaran.

Orang seperti ini ingin hidup bebas seperti binatang.

Ia tidak mau dihalangi untuk mengerjakan apa saja dengan teguran akal sehat atau larangan agama yang mengekang keinginannya.

(TribunPalu/Kim)

Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved