Apakah Bulan Suro/Muharam Adalah Bulan Pembawa Sial? Ini Penjelasan Buya Yahya & Ustaz Abdul Somad
Apakah benar jika bulan Suro atau Muharam merupakan bulan pernuh kesialan dan keramat?
Apakah Bulan Suro/Muharam Adalah Bulan Pembawa Sial? Simak Penjelasan Buya Yahya & Ustaz Abdul Somad
TRIBUNPALU.COM - Pada Sabtu, 30 Juli 2022 umat Islam akan memasuki bulan Muharam 1444 Hijriyah.
Apakah benar jika bulan Suro atau Muharam merupakan bulan pernuh kesialan dan keramat?
Untuk mengetahui hal tersebut, TribunPalu telah mengulik informasinya dari Buya Yahya dan Ustaz Abdul Somad.
Melalui tayangan YouTube Al-Bahjah TV, Buya Yahya menyebut bahwa bulan Suro atau Muharam adalah bulan mulia.
Buya menyebut jika Allah SWT senang dengan hamba-hambaNya yang berperasangka baik kepada Allah SWT.
Apabila seseorang Muslim berperasangka baik, maka akan datanglah kebaikan kepadanya.
Buya menjelaskan bahwa semua hari dalam Islam adalah hari baik.
Kecuali jika hari tersebut diisi dengan kemaksiatan kepada Allah SWT.
"Kemudian semua hari itu baik, yang jelek hanya satu jika hari itu Anda berbuat maksiat," ujar Buya saat menjelaskan kepada jemaah.
Memang di beberapa wilayah di Indonesia seperti kawasan Jawa menganggap bahwa 1 Muharam atau Suro adalah bulan malapetaka.
Baca juga: Kapan Tahun Baru Islam 1 Muharam 2022? Simak Doa Menyambut dan Sejarah Singkat Awal Tahun Hijriyah
Padahal disebutkan oleh Buya Yahya jika bulan Muharam atau Suro ini adalah salah satu bulan terbaik dalam Islam.
"Bulan Allah SWT ada 12, 4 di antaranya ialah bulan baik salah satunya adalah Muharam," sambungnya.
Buya Yahya mengimbau kepada umat Islam untuk tidak mempercayai hal-hal tersbut.
Karena jika mempercayai jika bulan Muharam atau bulan Suro adalah bulan sial, maka telah bersuuzon kepada Allah SWT.
Sebetulnya bulan Muharam atau awal dari penanggalan tahun Hijriyah memiliki sejarah yang panjang.
Menyimak dari ceramah Ustaz Abdul Somad di kanal YouTube Dakwa Islam, bahwa penentuan awal 1 Muharam memiliki proses yang panjang.
Ia menceritakan pada zaman dahulu terdapat seorang gubernur yang bernama Abu Musa Al Ash'ari.
Pada saat itu Umar bin Khatab menjadi pemimpin umat Islam di tahun ke-17 setelah pindah ke Madinah.
Abu Musa Al Ash'ari menyampaikan surat kepada Umar bin Khattab yang isinya rasa malu bertetangga karena saat datangnya surat dari masyarakat Persia, mereka menggunakan penanggalan.
Sedangkan umat Islam pada waktu itu hanya ada bulannya saja, namun tidak ada tahunnya.
Hal ini dikarenakan bangsa Arab pada tahun itu tidak mengenal tahun dan masih dalam kehidupan yang primitif.
Untuk mengetahui sejarah singkatnya, silakan simak informasi berikut ini.
Baca juga: Kumpulan Quotes Tahun Baru Islam, Cocok Untuk Ucapan Menyambut 1 Muharam 1444 Hijriyah
Sejarah Bulan Muharam Awal Tahun Hijriyah
Diceritakan oleh Ustaz Abdul Somad, kala itu memasuki musim hujan dan banjir.
Maka disebut dengan 'amul faidzan' atau tahun banjir.
Kemudian saat Nabi Muhammad SAW lahir di tahun Gajah, yang disebut dengan tahun 'amul fiil'.
Masyarakat Arab masih belum bisa membaca dan buta huruf, bahkan Allah SWT mengutus seorang Nabi yang juga tidak bisa membaca.
Akhirnya berkumpullah para sahabat oleh Umar bin Khattab untuk menetapkan kalender Islam.
Umar bin Khatab memberikan kesempatan kepada seluruh sahabat untuk berpendapat tentang hal ini.
Salah seorang sahabat berpendapat jika kalender Islam dimulai sejak turunnya wahyu.
Sehingga saat wahyu pertama turun, di situlah dimulainya tahun yang pertama dalam Islam.
Namun sahabat-sahabat yang lain tidak menyetujui usulan tersebut.
Hal ini dikarenakan saat wahyu turun, masih banyak maksiat yang terjadi di kawasan Arab saat itu.
Maka momentum turunnya wahyu tidak layak dijadikan sebagai awal tahun dalam Islam.
Baca juga: Doa Mengawali Tahun Baru Islam 1 Muharam 1444 Hijriyah, Inilah Amalan yang Dikerjakan Malam 1 Suro
Kemudian terdapat pendapat lain, tahun pertama Islam ditetapkan sejak lahirnya Nabi Muhammad SAW.
Namun pendapat sahabat yang kedua ini juga ditolak, karena saat Nabi SAW lahir juga terdapat banyak maksiat.
Masyarakat Arab masih meminum khamr, berzina, berjudi, menyembah berhala dan aktivitas sejenis lainnya.
Pendapat ketiga yaitu tahun baru Islam dimulai sejak Nabi Muhammad SAW meninggal dunia.
Diketahui jika Nabi Muhammad SAW meninggal dunia di hari Senin, maka usulan ketiga ini menyebut hari Senin adalah awal tahun baru Islam.
Pendapat ketiga juga tidak disetujui oleh sahabat-sahabat dalam musyawarah tersebut.
Karena sudah terdapat tida usulan yang ditolak dalam musyawarah, maka datanglah Ali bin Abi Thalib.
Ustaz Abdul Somad menjelaskan terdapat dua pendapat dalam sebuah hadis yang menjelaskan momentum Ali bin Abi Thalib ini.
Pertama, Ali bin Abi Thalib berpendapat tentang penentuan tahun baru dalam Islam yang disetujui oleh Umar bin Khattab.
Lalu pendapat yang kedua, usulan ini disampaikan oleh Umar bin Khatab sendiri.
Setelah usulan satu, dua dan tiga ditolak, maka muncullah usulan keempat yang menentukan tahun baru Islam saat terjadinya Hijrah.
Hal ini dikarenakan hijrah dinilai mampu memisahkan antara yang hak dan yang batil pada masa tersebut.
Berdasarkan musyawarah antara sahabat-sahabat Nabi SAW, maka pendapat yang keempat ini disepakati.
Maka tahun baru Islam pertama kali dicetuskan pada 17 tahun setelah perpindahan ke Madinah di masa Umar bin Khattab.
(TribunPalu/Kim)