Kasus Ferdy Sambo LAMBAN! Orangtua Brigadir J Ngaku Sudah Capek: Toh Anak Saya Tak Bisa Hidup Lagi

Orangtua Brigadir J mengaku capek terus ikuti perkembangan kasus pembunuhan sang anak yang menjerat Irjen Ferdy Sambo.

Kolase TribunPalu.com/Handover
Ayah Brigadir J, Samuel Hutabarat. Orangtua Brigadir J mengaku capek terus ikuti perkembangan kasus pembunuhan sang anak yang menjerat Irjen Ferdy Sambo. 

TRIBUNPALU.COM - Orangtua Brigadir J kini pasrah dengan kasus pembunuhan anaknya yang menjerat Irjen Ferdy Sambo.

Orangtua Brigadir J mengaku capek terus ikuti perkembangan kasus pembunuhan sang anak yang disebut sangat lamban.

Diketahui Kamaruddin Simanjuntak kembali menemui Orangtua Brigadir J.

Kamaruddin Simanjuntak menemui ayah Brigadir J, Samuel Hutabarat di kediamannya di Jambi.

Samuel Hutabarat mengaku lelah mengikuti perkembangan kasus pembunuhan terhadap anaknya tersebut.

Pernyataan tersebut dikatakan oleh Samuel saat Kamaruddin berkunjung ke kediamannya di Muaro Jambi, Jambi.

"Ketika saya ke Jambi, beliau berpesan sudah cukup lah. Kami sudah capek, pak. Kami mendengar aja capek apalagi bapak yang melakukan, katanya," ujar Kamaruddin seperti Tribunnews kutip dari YouTube Hendro Firlesso, Minggu (18/9/2022).

Bukan tanpa alasan, Kamaruddin mengungkapkan Samuel sudah lelah mengikuti perkembangan kasus ini lantaran dirinya menilai Polri lamban dalam penanganannya.

"Tapi karena di kepolisian tidak bergerak atau sangat lamban, maka Pak Samuel di hari Sabtu kemarin mengatakan 'Sudah cukuplah, toh anak saya sudah tidak bisa hidup kembali', katanya.

Kamaruddin Simanjuntak kunjungi rumah keluarga Brigadir J di Jambi. Orangtua Brigadir J pasrah, capek terus ikuti perkembangan kasus pembunuhan sang anak (Facebook Roslin Emika)

Berbeda dengan Samuel, Kamaruddin mengungkapkan ibu Brigadir J, Rosti Simanjutak dan anggota keluarga lain menyebut masih ingin menuntaskan kasus pembunuhan ini.

Kamaruddin pun mengaku masih bersemangat untuk mengawal dan menjadi pengacara dari keluarga Brigadir J.

"Saya sebagai yang melakukan, walaupun saya sakit-sakitan sampai batuk-batuk, melayani 3-4 ribu (pesan) WhatsApp per hari, melayani undangan televisi 3-5 kali sehari, saya sama sekali tidak merasa capek," tegasnya.

Lebih lanjut, Kamaruddin pun meminta maaf kepada keluarga Brigadir J dan seluruh masyarakat Indonesia karena sebagai pengacara belum bisa memenuhi harapan untuk membuat kasus ini semakin terang.

"Oleh karena itu, saya atas nama penasehat hukum menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh warga negara Indonesia karena tidak bisa memenuhi harapan masyarakat."

"Kemudian saya juga memohon maaf atas nama keluarga karena Pak Samuel sebagai orang tua daripada almarhum sudah menyatakan 'Sudah selesai, toh anak saya enggak bisa kembali', jelasnya.

Diberitakan Tribunnews sebelumnya, pada kasus pembunuhan Brigadir J terdapat 28 polisi yang diduga melanggar etik.

Sementara tujuh diantaranya telah ditetapkan sebagai tersangkan obstruction of justice atau perintangan penyidikan terhadap kasus pembunuhan Brigadir J.

Adapun salah satu tersangka yang masuk lantaran obstruction of justice adalah mantan Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo selain ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan berencana dalam kasus ini.

Hingga saat ini, 10 personel kepolisian telah menjalani sidang etik dan memperoleh sanksi.

Yaitu empat tersangka obstruction of justice yakni Irjen Ferdy Sambo, Kombes Agus Nurpatria, Kompol Baiquni Wibowo, serta Kompol Chuck Putranto.

Lalu terdapat pula lima polisi lain yang telah menghadapi sidang etik lantaran diduga tidak profesional dalam penanganan kasus Brigadir J yaitu, AKP Dyah Candrawati, AKBP Pujiyarto, AKBP Jerry Raymond Siagian, Bharada Sadam, Brigadir Frillyan Fitri Rosadi, dan Briptu Firman Dwi Ariyanto.

Sementara tersangka pembunuhan berencana juga telah ditetapkan oleh polisi yaitu Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bharada Richard Eliezer alias Bharada E, Bripka Ricky Rizal atau Bripka RR, dan Kuat Maruf.

Kelima tersangka pembunuhan tersebut dijerat dengan pasal 340 tentang pembunuhan berencana subsider pasal 338 juncto pasal 55 dan 56 KUHP dengan ancaman hukuman mati, penjara seumur hidup, atau penjara paling lama 20 tahun.

(*/ TribunPalu.com / Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved