Sidang Ferdy Sambo

Takut Tapi Tak Berani Tolak Perintah Ferdy Sambo, Bharada E Sempat Berdoa Sebelum Tembak Brigadir J

Bharada E ketakutan namun tak berani menolak perintah dari Ferdy Sambo. Bharada E pun sempat berdoa sebelum menembak Brigadir J.

YouTube/Polri TV
Bharada E memperagakan adegan menembak Brigadir J di hadapan Ferdy Sambo dalam rekonstruksi, Selasa (30/8/2022). Bharada E ketakutan namun tak berani menolak perintah dari Ferdy Sambo. Bharada E pun sempat berdoa sebelum menembak Brigadir J. 

TRIBUNPALU.COM - Bharada E kembali ungkap fakta baru terkait kronologi penembakan Brigadir J di rumah mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo pada Jumat (8/7/2022) lalu.

Ternyata Bharada E mengaku ketakutan saat akan menembak Brigadir J namun tak berani menolak perintah dari Ferdy Sambo.

Bharada E pun sempat berdoa sebelum menembak Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Hal itu terkuak dalam dakwaan yang dibacakan jaksa saat persidangan Ferdy Sambo pada Senin (17/10/2022) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Pengacara menyebut, Bharada E berdoa karena ketakutan dan tak berani menolak perintah Ferdy Sambo.

Dalam sidang perdana pembunuhan Brigadir J, jaksa menyebut bahwa Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E sempat berdoa sebelum menembak Brigadir J.

Mengutip Kompas TV, pada Jumat (8/7/2022) sekira pukul 17.07 WIB, Putri Candrawathi tiba di rumah dinas Ferdy Sambo di Duren Tiga bersama Brigadir J, Kuat Ma’ruf, dan Bripka Ricky Rizal.

Putri Candrawathi langsung masuk ke kamar di lantai satu diantar oleh Kuat Ma’ruf.

Kemudian Kuat Ma’ruf naik ke lantai dua dan menutup pintu serta balkon padahal saat itu kondisi masih terang.

Tugas terebut juga bukan merupakan tugas Kuat Ma’ruf.

Sementara Bharada E juga naik ke lantai dua dan masuk ke kamar ajudan.

Bharada E kemudian berdoa sebelum mengeksekusi Brigadir J.

"Saksi Richard Eliezer Pudihang Lumiu juga naik ke lantai dua dan masuk ke kamar ajudan, namun bukannya berpikir untuk mengurungkan dan menghindarkan diri dari rencana jahat tersebut, saksi Richard Eliezer Pudihang Lumiu justru melakukan ritual berdoa berdasarkan keyakinannya meneguhkan kehendaknya sebelum melakukan perbuatan merampas nyawa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat," ungkap jaksa.

Bharada E saat rekonstruksi yang digelar Selasa (30/8/2022).
Bharada E saat rekonstruksi yang digelar Selasa (30/8/2022). (handover)

Pengacara Bharada E, Ronny Talapessy menyebut, kliennya berdoa karena ketakutan dan tak berani menolak perintah Ferdy Sambo untuk menembak Brigadir J.

"Posisi ketakutan karena tidak berani menolak perintah, berdoa agar penembakan tidak terjadi," ujar Ronny, Senin (17/10/2022), mengutip Kompas.com.

Ronny menegaskan, hal itu juga akan diungkap di persidangan Bharada E.

Untuk diketahui, Bharada E menjalani sidang terpisah dari empat tersangka pembunuhan Brigadir J lainnya.

Bharada E dijadwalkan menjalani sidang perdana pada Selasa (18/10/2022) hari ini di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Empat tersangka yakni Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Rizky Rizal, dan Kuat Ma’ruf menjalani sidang selama 12 jam.

Seluruh terdakwa pun mengajukan eksepsi dalam sidang tersebut.

Terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi langsung menyampaikan nota keberatan kepada majelis hakim.

Sementara Bripka Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf akan menyampaikan nota keberatan pada sidang selanjutnya yakni Kamis (20/10/2022).

Begini momen pertemuan Ferdy Sambo dan Bharada E saat rekonstruksi yang digelar Selasa (30/8/2022).
Begini momen pertemuan Ferdy Sambo dan Bharada E saat rekonstruksi yang digelar Selasa (30/8/2022). (handover)

Terungkap Kesalahan Fatal Ferdy Sambo Sebelum Bunuh Brigadir J

Terungkap satu kesalahan fatal Ferdy Sambo sebelum memutuskan untuk membunuh ajudannya sendiri, Brigadir J.

Ferdy Sambo tak memberi kesempatan kepada Brigadir J untuk menjelaskan tuduhan pelecehan seksual yang terjadi di Magelang.

Hal itu terungkap dalam Sidang Ferdy Sambo Cs, Senin (17/10/2022).

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dalam dakawaanya mengatakan kejadian di Magelang belum dapat dipastikan kebenarannya oleh Sambo.

Sebab, Sambo sendiri tidak mengonfirmasi langsung kepada Yosua sebelum nyawanya dihabisi.

“Terdakwa Ferdy Sambo justru menunjukan perilaku yang tidak terpuji dengan menyebarkan cerita skenario yang telah dirancang sedemikian rupa hanya untuk membela dirinya dan justru melimpahkan segala kesalahan kepada korban Nofriansyah Yosua Hutabarat yang dituduh melalukan sesuatu di Magelang padahal belum diketahui secara pasti kebenarannya,” kata jaksa dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (17/10/2022).

Sebelum pembunuhan itu terjadi, Putri sempat melapor kepada Sambo sambil menangis dan mengaku sudah dilecehkan oleh Yosua saat berada di rumah Magelang, Jawa Tengah, pada 7 Juli 2022.

Kemudian keesokan harinya, Putri bersama Kuat Ma'ruf, Bharada Richard Eliezer dan seorang asisten bernama Susi berada dalam satu mobil pulang menuju Jakarta.

Sedangkan Bripka Ricky Rizal mengemudikan kendaraan lain bersama Yosua.

Saat tiba di rumah pribadi di Jalan Saguling, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Putri langsung menemui Sambo di ruang keluarga di depan kamar utama yang terletak di lantai 3.

Saat itu Putri mengaku kepada Sambo sudah dilecehkan. Akan tetapi, cerita itu baru sepihak dan belum dikonfirmasi oleh Sambo kepada Brigadir J.

"Mendengar cerita itu membuat Ferdy Sambo menjadi marah, namun dengan kecerdasan dan pengalaman puluhan tahun sebagai seorang anggota kepolisian sehingga Ferdy Sambo berusaha menenangkan dirinya lalu memikirkan serta menyusun rencana untuk merampas nyawa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat," terang jaksa.

Sambo kemudian memanggil salah satu ajudannya, Bripka Ricky Rizal, dan memintanya untuk menembak Yosua.

Namun, Ricky menolak dengan alasan tidak siap mental.

Setelah itu, Sambo meminta Ricky memanggil ajudannya yang lain, Bharada Richard Eliezer, dan mengajukan pertanyaan yang sama dengan alasan Yosua sudah melecehkan Putri.

Eliezer, kata jaksa, menyanggupi untuk menembak Yosua.

"Di saat yang bersamaan, Putri Candrawathi yang mendengar pernyataan itu kemudian keluar dari kamarnya menuju sofa dan duduk di samping Ferdy Sambo sehingga ikut terlibat pembicaraan antara Ferdy Sambo dan Eliezer," ucap jaksa.

Menurut jaksa, Sambo merancang skenario supaya Yosua dianggap melecehkan Putri di rumah dinas Duren tiga.

Kemudian, Eliezer datang dan kemudian terjadi baku tembak.

"Pada Saat Ferdy Sambo menjelaskan tentang skenario tersebut, Putri Candrawathi masih ikut mendengarkan pembicaraan dengan Eliezer. Dan tidak hanya itu saja, Putri Candrawathi juga mendengar Ferdy Sambo mengatakan kepada Eliezer supaya 'jika ada orang yang bertanya, dijawab dengan alasan akan melakukan isolasi mandiri (isoman)'," kata jaksa.

Selain itu, menurut jaksa, Putri juga terlibat pembicaraan dengan Sambo mengenai keberadaan kamera CCTV di rumah dinas Duren Tiga dan supaya sang suami menggunakan sarung tangan sebelum menembak Yosua.

Putri bersama Eliezer, Ricky, serta asisten rumah tangga Kuat Ma'ruf kemudian berangkat ke rumah dinas di Kompleks Polri Duren Tiga. Putri kemudian masuk ke dalam kamar.

Sedangkan Yosua menunggu di taman. Ricky kemudian mengawasi gerak-gerik Yosua sebelum kemudian diminta masuk oleh Sambo melalui Kuat.

"Rencana Ferdy Sambo yang akan merampas nyawa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat juga diketahui Putri Candrawathi. Namun, bukannya membuat Ferdy Sambo dan Putri yang merupakan suami istri saling mengingatkan untuk mengurungkan terlaksananya niat jahat, akan tetapi keduanya justru saling bekerja sama untuk mengikuti dan mendukung kehendak Ferdy Sambo," tutur jaksa.

Sambo juga menanyakan siapa saja yang sudah melihat rekaman CCTV itu. Arif menjawab bahwa tidak hanya dirinya yang melihat isi CCTV tersebut, tetapi juga Kompol Chuck Putranto, Kompol Baiquni Wibowo, dan AKBP Ridwan Rhekynellson Soplanit.

Sambo pun mewanti-wanti Arif agar jangan sampai rekaman CCTV itu tersebar. Dia juga memerintahkan eks Kanit I Subdit III Dittipidum Bareskrim Polri itu menghapus rekaman CCTV.

Dalam komunikasi tersebut, Arif hanya menunduk dan tidak berani menatap Sambo. Gelagat itu sempat dipertanyakan oleh Sambo.

"Lalu terdakwa Ferdy Sambo berkata 'kenapa kamu tidak berani natap mata saya, kamu kan sudah tahu apa yang terjadi dengan mbakmu'," kata jaksa.

Saat itulah, Sambo menitikkan air mata. Tangisan Sambo tersebut akhirnya membuat Brigjen Hendra luluh dan membujuk AKBP Arif untuk percaya.

"Kemudian terdakwa Ferdy Sambo mengeluarkan air mata. Kemudian saksi Hendra Kurniawan berkata, 'sudah Rif, kita percaya saja," kata jaksa.

Arif dan Hendra lantas menuruti skenario Sambo. Saat hendak keluar dari ruangan, Sambo berpesan agar perihal CCTV ini "dibersihkan" seluruhnya.

Adapun dalam perkara ini, Ferdy Sambo didakwa terlibat dalam tindakan obstruction of justice atau menghalang-halangi penyidikan kasus kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Selain Sambo, ada enam tersangka lainnya termasuk Brigjen Hendra Kurniawan dan AKBP Arif Rachman Arifin. Lalu, Kombes Agus Nurpatria, Kompol Baiquni Wibowo, Kompol Chuck Putranto, dan AKP Irfan Widyanto.

Kejadian di Magelang Versi Kuasa Hukum Ferdy Sambo

Kuasa hukum Ferdy Sambo mengungkap kronologi dugaan pelecehan seksual yang terjadi di Magelang, Jawa Tengah.

Dalam kronologi yang disampaikan, Brigadir J disebut membuka pakaian Putri Candrawathi secara paksa.

Kronologi itu disampaikan kuasa hukum Ferdy Sambo saat menyampaikan nota keberatan atau eksepsi atas surat dakwaan jaksa dalam sidang perdana Ferdy Sambo, Senin (17/10/2022).

Dalam kronologi yang dikemukakan, pada 7 Juli 2022 pukul 18.00 WIB, saat itu Putri Candrawathi yang sedang tidur di kamarnya di lantai 2 rumah Magelang tiba-tiba terbangun karena mendengar pintu kasa kamarnya terbuka.

Saat terbangun itu, Putri Chandrawathi mendapati Brigadir J sudah di dalam kamarnya.

Lalu, Brigadir J disebut membuka pakaian Putri Chandrawathi secara paksa.

"Tanpa mengucapkan kata apapun, Nofriansyah Joshua Hubatabarat membuka secara paksa pakaian yang dikenakan saksi Putri Chandrawathi dan melakukan kekerasan seksual terhadap saksi Putri Candrawathi," kata kuasa hukum yang membacakan nota keberatan, dikutip dari tayangan live KompasTV, Senin.

Selanjutnya, dibacakan kuasa hukum, karena Putri Candrawathi dalam kondisi sakit dan kedua tangannya dipegang Brigadir J, Putri Candrawathi hanya menangis ketakutan dan berusaha memberontak dengan tenaga lemah.

Kemudian, tiba-tiba terdengar suara langkah di tangga menuju lantai dua.

Brigadir J pun kemudian disebut panik lalu memakaikan pakaian Putri Candrawathi yang sebelumnya dilepas paksa oleh Brigadir J.

Saat itu, Brigadir J disebut sambil berkata, "Tolong Bu, tolong Bu."

Brigadir J kemudian menutup pintu kasa dan memaksa Putri Candrawathi berdiri untuk menghalangi orang yang akan naik ke lantai dua.

Namun, Putri Candrawathi menolak dengan cara menahan badannya.

Lalu, Brigadir J membanting tubuh Putri ke kasur dan kembali memaksa Putri untuk berdiri sambil mengancam.

"Awas kalau kamu bilang sama Ferdy Sambo. Saya tembak kamu, Ferdy sambo dan anak-anak kamu," ujar kuasa hukum membacakan ancaman yang dilontarkan Brigadir J.

Kuasa hukum melanjutkan, karena Putri Candrawathi dalam keadaan tidak berdaya dan tidak mampu berdiri, Brigadir J kembali membanting tubuh Putri ke kasur.

Putri kemudian memaksa Brigadir J keluar dengan sengaja menyenggol keranjang tumpukan pakaian yang terbuat dari plastik dan menendang-nendang kakinya ke kasa dengan harapan ada seseorang yang mendengarnya.

(*/ TribunPalu.com / Tribun Medan / Tribunnews.com )

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved