Sulteng Hari Ini

WALHI dan Koalisi Kawal Pekurehua Serahkan Dokumen Fakta dan Kajian Hukum ke Gubernur Sulteng

Tekanan terhadap masyarakat Desa Watutau, Kecamatan Lore Peore, Kabupaten Poso, terus berlanjut.

|
Penulis: Supriyanto | Editor: Haqir Muhakir
Handover
Tekanan terhadap masyarakat Desa Watutau, Kecamatan Lore Peore, Kabupaten Poso, terus berlanjut. 

Dalam pertemuan itu, WALHI dan Koalisi Kawal Pekurehua secara tegas meminta Gubernur dan Wakil Gubernur untuk turun tangan menyelesaikan konflik serta menghentikan praktik kriminalisasi terhadap warga yang mempertahankan haknya atas tanah yang telah mereka kelola sejak puluhan tahun.

“Kami menantang Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tengah untuk menunjukkan keberpihakannya pada rakyat,"jelas Kepala Departemen Organisasi Walhi Sulteng.

"Gubernur tidak boleh terlihat tak berdaya atas Tindakan apparat kepolisian dan Badan Bank Tanah yang saat ini sedang menghimpit masyarakat Desa Watutau demi kepentingan korporasi atau birokrasi agraria yang tidak berpihak,”lanjutnya.

Dalam kajian yang diserahkan, WALHI menyoroti bahwa pendekatan Badan Bank Tanah dalam kasus ini justru melenceng jauh dari mandat Reforma Agraria yang adil dan berkeadilan sosial.

Alih-alih mempercepat distribusi tanah untuk rakyat kecil, BBT justru menjadi alat baru yang memfasilitasi penguasaan ulang tanah oleh negara tanpa memperhitungkan keberadaan masyarakat yang telah hidup dan menggantungkan hidup dari tanah tersebut.

"Padahal sangat jelas Perpres 62 Tahun 2023 menyebut bahwa percepatan reforma agraria harus Melalui partisipasi masyarakat pada Pasal 2 ayat (1) huruf e, Melibatkan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dalam Pasal 74, hingga pada level Menyelesaikan konflik agraria dengan prinsip keadilan, keberlanjutan, dan pemberdayaan masyarakat. Namun pada prakteknya, BBT Justru melakukan hal-hal yang bertentangan sedang semau tentutan tersebut”.Tegas Sandy Prasetya Makal, Manager Kajian dan Analisis Hukum Walhi Sulteng.

Kasus berlanjut dengan ada panggilan kepolisian Atas Laporan Polisi nomor : LP/B/116/VIII/2024/Sulteng/Res Poso/Poldasulteng tanggal 1 Agustus 2024 yang dilayangkan oleh Pihak Badan Bank Tanah terhadap Masyarakat Desa Watutau, hingga kini proses tersebut telah masuk pada tahap Penyidikan berdasarkan surat Perintah Penyidikan Nomor: Sp.Sidik/116/IX/Res 1_10//2024/Reskrim, Tanggal 30 September 2024.

Tercatat telah 12 Orang dipanggil dan di periksa baik di Polres Poso maupun di Polsek Lore Peore, 2 diantaranya adalah Perempuan/Ibu Rumah Tangga.

Manager Hukum Walhi, Sandy Prasetya Makal, menurutkan bahwa Proses penyidikan ini semakin menguatkan dugaan bahwa pihak Kepolisian dan Badan Bank Tanah tidak akan menghentikan Upaya kriminalisasi terhadap Masyarakat.

Sebab pemanggilan terus berlangsung dan pemeriksaan pula terus dilangsungkan, bahkan tidak menutup kemungkinan akan ada yang ditetapkan sebagai tersangka, pula di lakukan penahanan.

“Polisi seharusnya tidak serta-merta menggunakan hukum pidana sebagai alat represi. Kita punya asas ultimum remedium, bahwa hukum pidana adalah jalan terakhir, bukan alat utama menghadapi konflik agraria,” Sambung Sandy.

WALHI dan Koalisi Kawal Pekurehua ajukan beberapa rekomendasi konkret  kepada para pihak agar dapat dijalankan mengingat situasi yang semakin mendesak.

Hal itu diantaranya:
- Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah untuk segera menindaklanjuti dokumen kajian hukum tersebut dan memanggil serta memeriksa para pihak terkait seperti BBT, BPN dan Bupati Poso.
- Aparat Kepolisian khususnya Polres Poso agar menahan diri dan tidak serta merta merespon dengan Proses Pidana Terhadap Masyarakat yang memperjuangkan Tanahnya. Termasuk untuk menghentikan penggunaan Pasal 160 KUHP sebagai alat represi terhadap aksi protes damai warga,
- Satgas PKA untuk memastikan proses penyelesaian konflik agraria berjalan transparan dan adil.

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved