Warga Gugat Wapres Gibran Rp 125 Triliun, Persoalkan Keabsahan Ijazah SMA
Wakil Presiden Republik Indonesia, Gibran Rakabuming Raka, kini menghadapi gugatan perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
TRIBUNPALU.COM - Wakil Presiden Republik Indonesia, Gibran Rakabuming Raka, kini menghadapi gugatan perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Gugatan ini diajukan oleh seorang warga bernama Subhan Palal.
Dokumen gugatan telah terdaftar dengan nomor perkara 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst pada Jumat, 29 Agustus 2025.
Penyebab utama gugatan ini berpusat pada Ijazah setara SMA Gibran yang diperoleh dari sekolah di luar negeri.
Menurut penggugat, Ijazah tersebut dinilai tidak memenuhi syarat yang ditetapkan dalam Undang-Undang Pemilu.
Isu ini mencuat kembali setelah Gibran resmi menjabat sebagai wakil presiden.
Isi Petitum Gugatan Gibran
Dalam petitum gugatannya, Subhan Palal menuntut Gibran dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk bertanggung jawab secara renteng.
Baca juga: Profil Kompol Cosmas Kaju Gae, Perwira Brimob yang Dipecat karena Kasus Rantis Maut
Tuntutan ini mencakup ganti rugi materiil dan imateriil, besaran ganti rugi yang diminta pun fantastis.
“Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiil dan immateriil kepada Penggugat dan seluruh Warga Negara Indonesia sebesar Rp 125 triliun dan Rp 10 juta dan disetorkan ke kas negara,” tulis isi petitum.
Jumlah yang besar ini disyaratkan untuk disetorkan ke kas negara.
Subhan berdalih bahwa kerugian ini tidak hanya dialami dirinya, tetapi juga seluruh warga negara Indonesia.
Menurut Subhan, dua institusi tempat Gibran menamatkan pendidikan setara SMA, yaitu Orchid Park Secondary School Singapore dan UTS Insearch Sydney, Australia, tidak memenuhi kriteria yang dimaksud UU Pemilu.
“Karena di UU Pemilu itu disyaratkan, presiden dan wakil presiden itu harus minimum tamat SLTA atau sederajat,” ujar Subhan dalam program Sapa Malam yang ditayangkan melalui Youtube Kompas TV, Rabu.
Gibran diketahui menempuh pendidikan di Singapura pada 2002-2004 dan di Australia pada 2004-2007.
Subhan mengatakan bahwa UU Pemilu mensyaratkan presiden dan wakil presiden harus lulusan SLTA atau sederajat.
Namun, ia menegaskan bahwa KPU tidak berwenang untuk menentukan kesetaraan ijazah dari institusi di luar negeri.
Ini menjadi poin krusial dalam gugatannya.
Menurut Subhan, meskipun institusi di luar negeri itu setara SMA, UU Pemilu saat ini tidak memberikan amanat khusus untuk mengakomodasi ijazah dari sekolah luar negeri.
Baginya, amanat UU hanya menyebutkan tamat riwayat SLTA atau SMA, hanya itu.
“Meski (institusi luar negeri) setara (SMA), di UU enggak mengamanatkan itu. Amanatnya tamat riwayat SLTA atau SMA, hanya itu,” katanya.
Bantah Motif Politik
Subhan mengatakan, gugatannya ini merujuk pada definisi SLTA atau SMA yang disebutkan dalam UU Pemilu yang menurutnya merujuk pada sekolah di Indonesia.
“Ini pure hukum, ini kita uji di pengadilan. Apakah boleh KPU menafsirkan pendidikan sederajat dengan pendidikan di luar negeri,” lanjut Subhan.
Subhan mengatakan, sebelum menggugat ke PN Jakpus, ia pernah melayangkan gugatan serupa ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta.
Tapi, saat itu, gugatannya tidak diterima karena PTUN merasa sudah kehabisan waktu untuk memproses gugatan terkait pencalonan Gibran.
“Penetapan dismissal. Karena dari segi waktu PTUN Jakarta tidak lagi berwenang memeriksa sengketa berkaitan dengan surat penetapan KPU berkaitan dengan penetapan paslon capres cawapres makanya gugatan penggugat tidak diterima, begitu ya,” kata Presenter Kompas TV Frisca Clarissa saat membacakan penetapan PTUN yang ditunjukkan Subhan.
Dalam sesi wawancara ini, Subhan tidak menyebutkan kapan penetapan itu diputuskan PTUN. Tapi, diketahui, putusan sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi dibacakan pada 22 April 2024.
Tidak lama setelah itu, PDI-P menggugat pencalonan Gibran ke PTUN Jakarta.
Putusannya sendiri dibacakan pada 25 Oktober 2024 tanpa mengubah status Gibran.
Subhan membantah ada aktor-aktor politik yang membekingi dirinya untuk menggugat Gibran.
Ia mengaku menggugat Gibran dan juga KPU atas niat sendiri, bukan dorongan orang lain.
“Saya maju sendiri. Enggak ada yang sponsor,” kata Subhan.
Ia mengatakan, gugatannya ini juga berangkat dari dugaan KPU sempat mengalami tekanan ketika Gibran mencalonkan diri.
“Saya lihat, hukum kita dibajak nih kalau begini caranya. Enggak punya Ijazah SMA (tapi bisa maju Pilpres). Ada dugaan, KPU kemarin itu terbelenggu relasi kuasa,” lanjutnya.
Subhan menegaskan, keputusannya menggugat Gibran murni karena ingin memperjelas hukum di Indonesia.
Ia mengatakan, hal ini terbukti dari petitum gugatannya yang mengharuskan Gibran untuk membayarkan uang ganti rugi kepada negara, bukan kepada dirinya atau kelompok tertentu.
“Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiil dan immateriil kepada Penggugat dan seluruh Warga Negara Indonesia sebesar Rp 125 triliun dan Rp 10 juta dan disetorkan ke kas negara,” tulis isi petitum. Sidang perdana gugatan perdata terhadap Gibran dan KPU RI akan dilaksanakan pada Senin (8/9/2025) di PN Jakpus.
Sumber: Kompas.com
Gibran Rakabuming
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
Subhan Palal
Gibran
Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Ijazah
KPU Belum Terima Pengajuan PAW Usai 5 Anggota DPR Dinonaktifkan |
![]() |
---|
PLN Sukses Jaga Pasokan Listrik Tanpa Kedip Saat Kunjungan Wapres Gibran di Poso |
![]() |
---|
Kuasa Hukum Roy Suryo Persoalkan Kualitas 99 Saksi di Kasus Ijazah Jokowi |
![]() |
---|
Kuasa Hukum Ungkap Perkembangan Kasus Ijazah Jokowi, 99 Saksi dan 600 Bukti Diperiksa Polisi |
![]() |
---|
Panas, Rismon Sianipar Sebut Rektor UGM Pengecut Terkait Polemik Ijazah Jokowi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.