Tak Terima Disebut Manipulasi Ijazah Jokowi, Rismon Sianipar Siapkan Gugatan Rp126 T ke Polri

Ahli digital forensik, Rismon Sianipar, memberikan perlawanan usai ditetapkan sebagai tersangka kasus tudingan Ijazah Palsu Joko Widodo (Jokowi).

Editor: Lisna Ali
Tangkapan layar dari kanal YouTube Abraham Samad
RISMON DAN IJAZAH JOKOWI - Ahli digital forensik, Rismon Sianipar, memberikan perlawanan usai ditetapkan sebagai tersangka kasus tudingan Ijazah Palsu Joko Widodo (Jokowi). 

TRIBUNPALU.COM - Ahli digital forensik, Rismon Sianipar, memberikan perlawanan usai ditetapkan sebagai tersangka kasus tudingan Ijazah Palsu Presiden ke-7, Joko Widodo (Jokowi).

Rismon ditetapkan sebagai tersangka bersama tujuh orang lainnya, termasuk Roy Suryo dan dokter Tifa.

Mereka diduga berupaya memanipulasi atau menyembunyikan dokumen elektronik Ijazah Jokowi.

Atas tuduhan itu, para tersangka dijerat dengan Pasal UU ITE dan KUHP tentang pencemaran nama baik.

Ancaman pidana maksimal yang dihadapi Rismon, Roy Suryo, dan dokter Tifa tergolong berat.

Mereka dijerat dengan Pasal 27A juncto Pasal 45 Ayat (4) UU ITE, Pasal 28 Ayat 2 juncto Pasal 45A Ayat 2 UU ITE
Serta Pasal 310 dan/atau Pasal 311 KUHP (tentang pencemaran nama baik dan ujaran kebencian).

Ancaman pidana penjara untuk klaster ini adalah 8 hingga 12 tahun penjara.

Dalam penetapan tersangka, polisi diketahui tidak menyertakan bukti ijazah asli Jokowi.

Sebelumnya, Jokowi menegaskan hanya akan menunjukkan ijazah aslinya di persidangan, bukan kepada publik.

Baca juga: Selain Roy Suryo, Ini 7 Nama Tersangka Kasus Tudingan Ijazah Palsu Jokowi

Rismon Ancam Tuntut Polri 

Merasa tuduhan tidak berdasar, Rismon menyatakan akan menuntut Polri sebesar Rp126 triliun jika pengadilan membuktikan dirinya tidak bersalah.

“Kalau tuduhan mengedit dan memanipulasi dokumen ijazah Jokowi tidak terbukti, ayo kita tuntut Polda Metro Jaya atau Polri sebesar Rp126 triliun, satu tahun anggaran kepolisian,” tegas Rismon, dikutip dari YouTube Kompas TV, Rabu (12/11/2025).

Rismon juga menuding polisi tidak boleh semena-mena menuduh seseorang hanya karena memiliki kuasa.

"Jangan main-main kalian menuduh kami hanya karena kalian (polisi) punya kuasa untuk menangkap," katanya.

Ia menantang pihak kepolisian untuk menunjukkan siapa ahli digital forensik yang menyatakan penelitiannya tidak ilmiah, bahkan mengajak debat terbuka soal analisis dokumen Ijazah Jokowi.

Bahkan, Rismon juga menantang ahli digital forensik itu untuk debat terbuka menganalisis dokumen Ijazah Jokowi.

Sebab, menurut Rismon, pembuktian keaslian Ijazah Jokowi itu seharusnya dilakukan di depan publik, bukan di ruangan penyidik.

"Atau setidaknya berani enggak menampilkan siapa itu ahli kalian yang mengatakan ini tidak ilmiah. Berani enggak?"

"Ilmiah itu terbuka, bisa diuji oleh orang lain. Bukan di ruang penyidikan, di depan penyidik yang enggak tahu apa-apa bidang ini, goblok itu namanya," tegasnya.

Baca juga: Alasan Polda Metro Jaya Tetapkan Roy Suryo Cs Tersangka, Bongkar Modus Edit Dokumen Ijazah Jokowi

Polemik Keaslian Ijazah

Menurut Rismon, pembuktian keaslian Ijazah Jokowi seharusnya dilakukan secara transparan di depan publik, bukan hanya di ruang penyidikan.

Ia menilai langkah Polri tidak sesuai dengan prinsip ilmiah yang bisa diuji secara terbuka.

8 Tersangka

Untuk diketahui, tiga dari delapan tersangka kasus tudingan ijazah palsu Jokowi, yakni Rismon, Roy Suryo, dan dokter Tifa, akan dipanggil untuk menjalani pemeriksaan perdana sebagai tersangka pada Kamis (13/11/2025) besok di Polda Metro Jaya.

Penyidik diketahui telah melayangkan surat panggilan kepada ketiga tokoh yang dikenal vokal di media sosial tersebut.

Adapun, selain Roy Suryo, Rismon, dan dokter Tifa, tersangka lainnya ada Eggi Sudjana, Kurnia Tri Royani, M Rizal Fadillah, Rustam Effendi, dan Damai Hari Lubis.

Penetapan tersangka Roy Suryo Cs tersebut dibagi ke dalam dua klaster berdasarkan peran dan jenis pelanggaran yang dilakukan.

Klaster pertama ada lima tersangka, yakni Eggi Sudjana, Kurnia Tri Rohyani, Damai Hari Lubis, Rustam Effendi, dan Muhammad Rizal Fadillah.

Mereka dijerat dengan Pasal 310 dan/atau Pasal 311 dan/atau Pasal 160 KUHP tentang penghasutan untuk melakukan kekerasan terhadap penguasa umum, dengan ancaman pidana enam tahun penjara, serta sejumlah pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dengan ancaman pidana enam tahun penjara.

Sementara klaster kedua ada tiga tersangka, yakni eks Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan dokter Tifa.

Klaster kedua ini dikenakan kombinasi pasal KUHP dan UU ITE, termasuk Pasal 27A juncto Pasal 45 Ayat (4) dan Pasal 28 Ayat 2 juncto Pasal 45A Ayat 2 dengan ancaman pidana penjara 8-12 tahun.(*)

Artikel telah tayang di Tribunnews

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved