Sulteng Hari Ini

Aktivis Sulteng Ahmad Alhabsyi Tolak Penyematan Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto

Presiden Prabowo Subianto secara resmi memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada 10 tokoh Indonesia. 

Penulis: Citizen Reporter | Editor: mahyuddin
HANDOVER
Aktivis Sulawesi Tengah Ahmad Alhabsyi menyebut penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto belum memenuhi syarat. 

TRIBUNPALU.COM - Aktivis Sulawesi Tengah Ahmad Alhabsyi menyebut penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto belum memenuhi syarat.

Menurut Mahasiswa Universitas Alkhairaat itu, maraknya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di era Presiden Soeharto serta Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) menjadi syarat yang paling dilanggar untuk penyematan Pahlawan Nasional.

"Kami aktivis mahasiswa Sulawesi Tengah menolak gelar Soeharto itu dan kami meminta kepada Presiden Prabowo selaku pemilik kekuasaan tertinggi untuk segera mencabut penetapan gelar tersebut," ucap Ahmad via Whatsapp, Selasa (11/11/2025). 

Diketahui, Presiden Prabowo Subianto secara resmi memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada 10 tokoh Indonesia. 

Penganugerahan gelar Pahlawan Nasional itu berlangsung di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, 10 November 2025.

Pemberian gelar Pahlawan Nasional itu berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 116 Tahun 2025 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional.

Baca juga: Daftar 10 Tokoh yang Ditetapkan Sebagai Pahlawan Nasional, Soeharto Hingga Gus Dur Termasuk

Apalagi, kekuasaan kala itu terpusat pada satu pemimpin atau kelompok kecil, menuntut kepatuhan mutlak, dan sangat membatasi kebebasan individu serta pluralitas politik. 

Selain itu, terdapat juga pengekangan kebebasan pers dan ketidakmerataan pembangunan yang menyebabkan kesenjangan sosial.

Berikut alasan Ahmad Alhabsyi menolak penyematan gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto:

1. Banyak Terjadi Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)

Contoh pelanggaran HAM seperti serangkaian penembakan misterius (petrus), peristiwa Tanjung Priok, dan pembungkaman aktivis.

Peristiwa tersebut banyak memakan korban jiwa dan menimbulkan kekhawatiran bagi sebagian besar masyarakat Indonesia.

2. Maraknya KKN

KKN atau praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme pernah terjadi pada masa pemerintahan Orde Baru.

Pada dasarnya, KKN tentunya memberikan dampak negatif bagi masyarakat Indonesia, khususnya di bidang politik, ekonomi, dan moneter.

Praktik itu dapat dilihat dari tingginya kebocoran dana pembangunan pada tahun 1989-1993 yang mencapai 30-45 persen.

Selain itu, ada tindak penyelewengan kekuasaan paling parah pada masa Orde Baru yaitu Fusi Parpol (penggabungan partai politik).

3. Otoritarianisme

Kelemahan selanjutnya adalah otoritarianisme yang ditunjukkan oleh pemerintah dalam menjalankan kekuasannya.

Presiden Soeharto memiliki kendali penuh atas semua lembaga negara seperti yudikatif, eksekutif, militer, legislatif, media massa, dan birokrasi.

4. Pemberedelan Pers

Pada masa Orde Baru, pers berharap agar keberadaannya lebih dibebaskan daripada saat Orde Lama.

Kebebasan itu kemudian diperoleh setelah pemerintahan Orde Baru mengeluarkan UU Nomor 11 Tahun 1966 tentang Prinsip-prinsip Dasar Pers.

Baca juga: Wagub Sulteng Buka Diskusi Multipihak dan Luncurkan Aplikasi Berani Kompak 2025

Dampak buruk atau konsekuensi negatif yang diidentifikasi para kritikus dan aktivis jika Soeharto ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional meliputi:

* Mengkhianati Semangat Reformasi 1998

Pemberian gelar ini dinilai mengkhianati semangat perjuangan Reformasi yang bertujuan untuk mengakhiri rezim otoriter Orde Baru dan melengserkan Soeharto karena berbagai tuduhan pelanggaran.

* Melanggengkan Impunitas Pelanggaran HAM

Keputusan ini dianggap mengabaikan banyaknya kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat yang terjadi selama pemerintahannya, seperti Peristiwa 1965-1966, penembakan misterius, dan tragedi 1998.

Korban dan aktivis menilai penetapan ini akan menegasikan perjuangan mereka dalam mencari keadilan.

* Potensi Kontradiksi Sosial dan Politik

Pemberian gelar pahlawan dikhawatirkan dapat menimbulkan kontradiksi di masyarakat dan berpotensi dimaknai sebagai simbol kebangkitan Orde Baru serta keluarga Cendana.

* Legitimasi Praktik Otoriter dan Represif

Gelar pahlawan dikhawatirkan memberikan legitimasi atau pembenaran terhadap praktik militerisme, otoriter, dan represif terhadap kebebasan berpendapat yang marak terjadi di era Orde Baru.

* Menurunkan Kepercayaan Publik

Penetapan ini dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap pemerintah dan proses penegakan hukum serta keadilan di Indonesia.

* Mengaburkan Catatan Korupsi

Meskipun jasa pembangunannya diakui, Soeharto juga dinobatkan sebagai pemimpin paling korup di dunia dalam laporan Transparansi Internasional tahun 2004, dengan tuduhan kerugian negara mencapai miliaran dolar AS.

Pemberian gelar pahlawan dikhawatirkan mengaburkan catatan buruk ini.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved