Palu Hari Ini
Gelar Unjuk Rasa di Depan Kantor Wali Kota, Ini 2 Tuntutan Korban Likuefaksi Kelurahan Balaroa
Korban bencana likuefaksi di Kelurahan Balaroa masih berunjuk rasa di depan Kantor Wali Kota Palu, Sulawesi Tengah, Senin (15/7/2019).
TRIBUNPALU.COM, PALU - Hingga siang ini, korban bencana likuefaksi di Kelurahan Balaroa, Kecamatan Palu Barat, masih berada di depan Kantor Wali Kota Palu, Sulawesi Tengah, Senin (15/7/2019).
Meski sebagian perwakilan masih berada di dalam kantor Wali Kota untuk menyampaikan tuntutan, namun mereka berharap Wali Kota Palu Hidayat Lamakarate hadir di tengah-tengah mereka untuk menjawab beberapa tuntutan itu.
"Seharusnya pak Wali Kota hadir di hadapan kami, kami rakyatnya," kata salah satu warga, Anca.
Kata Anca, warga sudah lama menunggu sejak pagi untuk mendengar kejelasan dari Wali Kota Hidayat Lamakarate.
"Seharusnya dialah yang menjelaskan langsung ke kami, bukan perwakilan," tegasnya.


Sementara itu, Ketua Forum Korban Gempa Bumi dan Likuifaksi Kelurahan Balaroa (FKGBL-KB) Abdurahman Kasim mengatakan ada dua tuntutan yang mereka desak.
Pertama, soal jaminan hidup (Jadup), karena sampai saat ini sebagian besar warga di Kelurahan Balaroa belum menerimanya.
Kedua, masalah hunian sementara (huntara) dan hunian tetap (huntap).
Pasalnya, beberapa bulan lalu, warga Balaroa berunjuk rasa menolak huntara dan diubah menjadi biaya hidup.
Namun ternyata tuntutan tersebut juga tidak dipenuhi oleh Pemerintah Kota Palu.
• Amnesti Presiden untuk Baiq Nuril Tidak akan Kurangi Marwah MA
• Pertemuan Jokowi-Prabowo dan Pidato Visi Indonesia Bikin Rupiah Menguat
• Hak Belum Terpenuhi, Ratusan Korban Likuifaksi Balaroa Palu Kembali Berunjuk Rasa
"Lagian, bukan pemerintah juga yang membangun huntara, melainkan hanya pihak swasta yang datang ke Sulawesi Tengah," kata Kasim.
Kasim mengungkapkan, dari hasil rapat dengar pendapat anggota DPR dan Pemerintah Kota Palu pada 21 Juni 2019, saat ini pemerintah memegang dana bantuan ratusan miliar rupiah.
Namun, bantuan tersebut belum diberikan ke penyintas karena alasan data yang belum valid.
Menurut Kasim, pernyataan itu adalah pembohongan publik.
Sebab, sudah empat kali pihak Pemerintah Kota Palu melalui kelurahan melakukan pendataan.