Kisah Wati, Berjuang Hidup di Palu dengan Berjualan Kerupuk

"Jangan sampai dorang dua itu (anak) ikut kita orang tuanya yang kerjanya seperti ini, kasihan," harapnya.

Editor: Imam Saputro
Tribunpalu.com/Abdul Humul Faaiz
Wati saat menjual kerupuk ubi di simpang empat Jl.Moh Hatta, Kota Palu, Sulawesi Tengah, Mingu (17/3/2019). 

TRIBUNPALU.COM, PALU - Tak terasa 15 tahun lamanya Wati berjuang hidup di Palu, Sulawesi Tengah.

Setiap harinya, ia menjual kerupuk ubi di simpang empat Jalan Mohammad Hatta, Kota Palu, untuk menghidupi keluarganya.

Kerupuk ubi yang dijual bukan  buatannya sendiri.

"Bukan bikinan sendiri ini, saya beli di pasar, cuman saya jual lagi," katanya kepada Tribunpalu.com, Minggu (17/3/2019).

Wati mengatakan, ia menjual kerupuk di Kota Palu sejak 2011.

Wati saat menjual keruouk ubi di simpang empat Jl.Moh Hatta, Kota Palu, Sulawesi Tengah, Mingu (17/3/2019)
Wati saat menjual keruouk ubi di simpang empat Jl.Moh Hatta, Kota Palu, Sulawesi Tengah, Mingu (17/3/2019) (Tribunpalu.com/Abdul Humul Faaiz)

Mulai berkeliling dari rumah ke rumah, hingga ia berjualan di beberapa lampu merah Kota Palu.

Wati berjualan kerupuk bersama anak sulungnya Nur Halima.

Nur Halima selalu setia menemaninya setiap hari.

Bersama Nur Halima, Wati berjualan sejak pukul 08.00  Wita hingga pukul 15.00 Wita.

"Saya siapkan 60 kerupuk setiap hari dan selalu habis," akunya.

Untuk satu bungkus kerupuk ubi, Wati menjualnya seharga Rp5.000.

Kisah Suhermin, Nenek Pemulung yang Hidup Sebatangkara

Bukan hanya keruouk, Wati juga menjual tisu untuk pengendara mobil.

"Kalau tisu ini memang dijual untuk orang yang bawa mobil,  tapi ada juga orang yang naik motor ba beli," jelasnya.

Usaha Wati ini hasilnya cukup untuk menghidupi keluarga.

Itulah kenapa ia tetap bertahan menjadi penjual kerupuk.

Sebelum menjual kerupuk Wati pernah mencoba peruntungan belerja sebagai karyawan di sebuah toko bangunan.

Tak cukup setahun Wati bekerja di toko bangunan.

Saat itu ia masih berstatus janda dengan dua orang anak.

"Tapi saya rasa-rasa gajinya tidak cukup hidupi anak," akunya.

Akhirnya ia pun bertemu dengan seorang tukang becak bernama Akbar dan menikah.

Pernikahan mereka dikaruniai dua orang anak.

Kisah Inspiratif M Ikram, Anak Pemulung Jadi Polisi di Batam, Tetap Bantu Ibu Memilah Barang Bekas

Anak pertama dari hasil pernikahannya dengan Akbar, Hadija saat ini duduk dibangku kelas 2 SMP.

"Belum lagi kalau dia SMA, apalagi dia bilang mau kuliah, pasti butuh ongkos," jelas Wati seraya tersenyum.

Ia dan suami rela banting tulang untuk menghidupi dan menyekolahkan anaknya.

Yang menjadi cita-cita hidupnya ialah agar kedua anak dari suami keduanya itu bisa sekolah setinggi mungkin.

"Jangan sampai dorang dua itu (anak) ikut kita orang tuanya yang kerjanya seperti ini, kasihan," harapnya.(*)

(Tribunpalu.com/Abdul Humul Faaiz)

Sumber: Tribun Palu
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved