Kisah Tragis Allison Goldstein, Ibu yang Bunuh Diri akibat Alami Depresi Pasca-Persalinan
Hal seperti ini bisa saja menimpa para ibu lainnya, dan kehilangan serta kesedihan keluarga Allison Goldstein bisa menjadi kesedihan keluarga mana pun
TRIBUNPALU.COM - Jika Anda pernah melihat Allison Goldstein, secara langsung atau lewat dunia maya, Anda mungkin membayangkan bahwa hidupnya ‘sempurna’.
Dia terlihat bahagia dan sehat, dengan pekerjaan yang baik, suami yang penuh kasih, dan bayi perempuan yang cantik.
Namun kenyataannya adalah di dalam diri Allison seperti ada badai mengamuk.
Penyakit yang tidak terdiagnosis dan tidak bisa diobati membuatnya tenggelam di lautan depresi.
Meskipun memiliki segalanya dalam hidupnya, namun Allison Goldstein berusaha untuk mati.
Dia pun menulis e-mail selamat tinggal, meminta maaf kepada keluarganya, menulis, “Saya sangat menyesal bahwa saya tidak tahu bagaimana menggambarkan rasa sakit ini dan bagaimana mencari bantuan.”

Dia lalu membawa putrinya yang baru berusia empat bulan ke tempat penitipan anak, lalu melaju menyusuri jalan, dan bunuh diri.
Hal seperti ini bisa saja menimpa para ibu lainnya, dan kehilangan serta kesedihan keluarga Allison Goldstein bisa menjadi kesedihan keluarga mana pun.
Seperti yang dijelaskan orangtuanya, David dan Carol Matthews, dalam sebuah wawancara dengan NBC 12 minggu lalu.
Sebab, kisah tragis ini bisa dialami salah satu dari 900.000 ibu yang terkena depresi pasca-persalinan (postpartum depression), atau biasa juga dikenal dengan istilah 'baby blues.'
Sebelum kematian Allison Goldstein, keluarganya mengaku bahwa mereka tidak tahu dia berjuang melawan depresi pasca-persalinan.
Bahkan email Alllison sendiri mengungkapkan bahwa dia tidak tahu bila dia menderita depresi pascamelahirkan, yang dia tahu hanyalah dia sedang sakit, itu saja.
Sebagai wanita yang baru pertama kali menjadi ibu, Allison Goldstein seharusnya bisa merayakan “hari-hari paling bahagia dalam hidupnya."
Namun nyatanya dia tidak bisa dan tidak tahu bagaimana mengekspresikan apa yang dirasakannya.
Alih-alih meminta bantuan, Allison Goldstein hanya mencoba untuk mengatasi rasa sakitnya.
Dia terus tersenyum, dan seperti yang dijelaskan ayahnya, berusaha memberanikan diri dan tidak menunjukkan tanda-tanda perjuangannya melawan ‘rasa sakit’ itu.
“Tidak ada tanda-tanda sama sekali bahwa ia sedang mengalami tekanan emosional karena ia selalu terlihat paling bahagia, tersenyum,” kata ayahnya, David, seperti dilansir dari laman Babble.
Depresi pasca-persalinan biasanya ditandai oleh perubahan yang jelas dalam kebiasaan tidur dan kebiasaan makan, menangis tiba-tiba, marah, cemas, dan kemarahan.
Meski begitu, gejala depresi pasca-persalinan sangat beragam dan tiap wanita mengalaminya dengan cara yang berbeda, dan tidak semua gejala itu terlihat secara lahiriah.
Banyak dari gejala ini tidak terlihat oleh teman, kolega, bahkan keluarga.
Sebagian besar gejala depresi pasca-persalinan bersifat internal dan termasuk perasaan seperti rasa bersalah, tidak berharga, kekosongan, mati rasa, dan keputusasaan.
Banyak pula yang mengalami depresi pasca-persalinan yang menunjukkan gejala luar, seperti menjerit atau menangis, bahkan menarik diri dari orang lain.
Tetapi, beberapa tidak menunjukkan gejala semacam itu sebab beberapa ibu baru menyembunyikan perasaan seperti ini, dan mengubur emosi mereka.
Beberapa ibu menyimpan rahasia pikiran mereka yang tidak menentu dan menjadi ‘gila’ karena jika mereka mengakuinya, tidak akan ada yang mempercayainya, bahkan seperti dibully.
Mereka merasa sangat buruk dan tidak dapat berperan dengan baik, sebagai istri, ibu, dan wanita, bahkan mereka bisa merasa gagal.
Seorang yang mengalami depresi pasca-persalinan sering merahasiakan penyakitnya.
Di depan yang lain, ia tersenyum dan tertawa.
Ketika bersama keluarga dan teman-teman, maka wajah ‘bahagia’ pun terlihat hanya untuk berpose demi foto-foto keluarga yang sempurna.
Tetapi di dalam diri mereka, ada pergumulan perasaan putus asa dan tidak berharga, rasa hampa, merasa mati rasa dan kosong, marah, sedih, dan malu.
Dan rasa sunyi yang menghancurkan dari dalam seperti itulah yang membuat seorang ibu baru ingin bunuh diri.
Lalu, bagaimana Anda bisa membantu seseorang jika Anda tidak tahu mereka sakit?
Bagaimana Anda dapat membantu seseorang, jika mereka menderita dalam kesunyian?
Kadang-kadang, cara terbaik untuk membantu adalah dengan mengajukan pertanyaan sederhana dan tulus kepada para ibu baru.
Jadi bukan hanya bayinya saja yang ditanyakan setelah lahir, bertanyalah tentang keadaan ibu baru itu, bagaimana ia menghadapi perubahan tersebut.
Jangan sampai seorang wanita yang baru saja melahirkan merasa mengalami kesulitan, lalu berpikir ia adalah ibu yang buruk, dan akhirnya membuat keputusan bunuh diri.
Artikel ini telah tayang di intisari.grid.id dengan judul "Kisah Tragis Seorang Ibu, Bunuh Diri Setelah 'Kalah' Melawan Depresi Pascamelahirkan"