Ramadan 2019

Bagaimana Hukum Menelan Air Liur yang Bercampur Darah saat Puasa? Simak Penjelasannya

Bagaimanakah hukum menelan air liur yang bercamour dengan darah gusi saat puasa? Berikut penjelasannya menurut NU.

Grafis TribunWow.com
Bulan Ramadan 

TRIBUNPALU.COM - Umat muslim di seluruh dunia saat ini tengah memasuki bulan suci Ramadan 1440 Hijriah.

Hal tersebut berarti umat muslim harus memenuhi syarat wajib yaitu berpuasa selama sebulan penuh.

Saat sedang berpuasa banyak hal tak terduga yang bisa terjadi.

Di antaranya adalah munculnya darah pada gusi dan sering terjadi darah gusi tertelan dengan air liur.

Apakah Menangis dapat Membatalkan Puasa? Berikut Penjelasannya Menurut NU

Apakah Menelan Ingus Dapat Membatalkan Puasa? Simak Penjelasannya Menurut NU

Lalu bagaimana hukum menelan air liur yang bercampur dengan gusi saat puasa?

Simak penjelasannya, yang dikutip TribunPalu.com dari nu.or.id:

Dalam mazhab Syafi'i dijelaskan bahwa menelan air liur tidak membatalkan puasa.

Hal tersebut berlaku jika air liur yang tertelan adalah air liur murni tanpa tercampur apa pun, baik itu perkara yang suci maupun yang najis.

Namun jika air liur sudah tercampur dengan perkara yang suci seperti ingus, atau tercampur perkara najis seperti darah gusi maka menelan air liur dengan keadaan demikian dapat membatalkan puasa.

Hal tersebut dijelaskan dalam kitab Asna al-Mathalib:

لو (ابتلع ريقه الصرف لم يفطر ولو بعد جمعه ويفطر به إن تنجس) كمن دميت لثته أو أكل شيئا نجسا ولم يغسل فمه حتى

أصبح وإن ابيض ريقه وكذا لو اختلط بطاهر آخر – كمن فتل خيطا مصبوغا تغير به ريقه

Artinya: “Jika seseorang menelan air liurnya yang masih murni maka hal tersebut tidak membatalkan puasanya, meskipun air liurnya ia kumpulkan (menjadi banyak). Dan menelan air liur dapat membatalkan puasa ketika air liurnya terkena najis, seperti seseorang yang gusinya berdarah, atau ia mengonsumsi sesuatu yang najis dan mulutnya tidak ia basuh sampai masuk waktu subuh. Bahkan meskipun air liur (yang terkena najis) warnanya masih bening. Begitu juga (puasa menjadi batal ketika menelan) air liur yang bercampur dengan perkara suci yang lain, seperti orang yang membasahi dengan air liur pada benang jahit yang ditenun, lalu air liurnya berubah warna” (Syekh Zakariya al-Anshari, Asna al-Mathalib, Juz 5, Hal. 305)

Namun hal tersebut dikecualikan apabila darah gusi pada seseorang mengalir secara terus menerus atau mengalir pada sebagian waktu yang digunakan untuk menjalankan ibadah puasa.

Jika terjadi hal seperti ini, maka diwajibkan untuk mengeluarkan darah semampunya namun jika darah sulit dibuang dan ikut tertelan dengan air liu, maka hal ini tidak membatalkan puasa.

Berikut penjelasannya:

ـ (قوله كمن دميت لثته) قال الأذرعي لا يبعد أن يقال من عمت بلواه بدم لثته بحيث يجري دائما أو غالبا أنه يتسامح بما يشق الاحتراز عنه ويكفي بصقه الدم ويعفى عن أثره ولا سبيل إلى تكليفه غسله جميع نهاره إذا الفرض أنه يجري دائما أو يترشح وربما إذا غسله زاد جريانه

Artinya: “Imam al-Adzra’i berkata: “tidak jauh untuk diucapkan bahwa seseorang yang sering dikenai cobaan berupa gusi berdarah yang terus mengalir atau pada umumnya waktu (puasa) maka ditoleransi (ma’fu) kadar (darah gusi) yang sulit untuk dihindari, cukup baginya untuk membuang darah tersebut dan di hukumi ma’fu bekas darah yang tersisa. (sebab) tidak ada jalan untuk menuntutnya agar membasuh darah ini pada seluruh waktu siang, sebab kenyataannya darah ini terus-menerus mengalir atau meresap, dan terkadang ketika dibasuh justru darah gusi semakin bertambah mengalir” (Syekh Zakariya al-Anshari, Asna al-Mathalib, juz 5, hal. 305).

Penjelasan menurut kitab Tuhfah al-Muhtaj:

ـ (أو) ابتلعه (متنجسا) بدم أو غيره وإن صفا (أفطر) ؛ لأنه بانفصاله واختلاطه وتنجسه صار كعين أجنبية ويظهر العفو عمن ابتلع بدم لثته بحيث لا يمكنه الاحتراز عنه

Artinya: “Atau seseorang menelan air liur yang terkena najis dengan sebab terkena darah atau cairan lain, meskipun berwarna bening, maka hal demikian dapat membatalkan puasa, sebab dengan terpisahnya air liur, bercampurnya air liur dan terkena najisnya air liur, maka air liur tersebut seperti benda lain. dan sangat jelas sekali bahwa dihukumi ma’fu (tidak batal) bagi orang yang menelan air liur yang bercampur dengan darah gusinya. Sekiranya tidak mungkin baginya untuk menghindari (munculnya) darah” (Syekh Ibnu Hajar al-Haitamy, Tuhfah al-Muhtaj, juz 13, hal. 332).

Yang dimaksud degan seseorang yang terkena cobaan berupa munculnya darah gusi secara terus menerus adalah ketika darah gusi lebih sering mengalir dibandingkan dengan tidak munculnya darah.

Berikut penjelasan Syekh Sulaiman al-Bujairaman:

والمراد بالابتلاء بذلك أن يكثر وجوده بحيث يقل خلوه عنه

Artinya: “Yang dimaksud dengan ‘terkena cobaan berupa mengalirnya darah gusi’ adalah sekiranya munculnya darah ini lebih sering. Sekiranya jarang sekali tidak munculnya darah (dalam mulut) pada dirinya” (Syekh Sulaiman al-Bujairami, Hasyiyah al-Bujairami, juz 1, hal. 410)

Namun bagi orangyang tidak memeiliki kriteria seperti itu, maka ketika ia tahu bahwa darah gusi tertelan maka puasanya diangap batal atau tidak sah.

Berbeda ketika ia tidak merasakan tertelannya darah gusi yang bercampur dengan air liur, atau merasa ragu-ragu apakah air liur yang tertelan bercampur dengan darah gusi maka puasanya tetap dianggap sah.

Kesimpulannya dalah, menelan air liur yang bercampur darah gusi dapat membatalkan puasa.

Kecuali bagi orang-orang terkena cobaan berupa kelaurnya darah gusi secara terus menerus.

Ketika kita mengetahui bahwa gusi berdarah sebaikanya segera bersihkan dengan cara berkumur atau cara yang lainnya.

(TribunPalu.com/Lita Andari Susanti)

Sumber: Tribun Palu
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved