Koalisi Sulteng Bergerak Tanggapi Kendala Penyaluran Dana Stimulan di Parigi dan Donggala
Dana stimulan untuk perbaikan rumah korban bencana 28 September 2018 di Kabupaten Donggala dan Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), belum juga dicairkan
TRIBUNPALU.COM, PALU - Dana stimulan untuk perbaikan rumah korban bencana 28 September 2018 di Kabupaten Donggala dan Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), belum juga dicairkan.
Meski dana tersebut sudah ada di rekening Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), namun penyalurannya masih ditunda.
Hal itu dikarenakan data korban penerima yang belum akurat.
Koalisi Sulteng Bergerak oun memberikan tanggapan terkait hal tersebut.
Koordinator Sulteng Bergerak Adriansa Manu, mengatakan bahwa kendala yang disampaikan oleh Kepala BRI Cabang Palu Wahib Gunadi terkait penyaluran dana stimulan merupakan masalah klasik yang tak kunjung diselesaikan pemerintah.

"Artinya, pemerintah daerah maupun pusat tidak benar-benar serius dalam melakukan pelayanan terhadap para korban bencana di Sulawesi Tengah," tegasnya, Rabu (15/5/2019).
Padahal kata Adriansa, semestinya urusan data telah selesai pada masa tanggap darurat.
Apalagi di Sulawesi Tengah ada masa transisi dengan durasi waktu yang panjang.
"Jadi, urusan data dan validasi data harusnya tidak ada masalah lagi," ujarnya.
Adriansa menegaskan, bahwa pemerintah seharusnya sudah menyalurkan dana stimulan.
Termasuk dana jaminan hidup (jadup) dan dana santunan kepada korban bencana di Sulawesi Tengah tanpa harus bertahap.
Mengingat waktu penantian sudah terlalu lama yang mengakibatkan hilangnya kepercayaan warga.
"Banyak korban saat ini tidak lagi percaya dengan pemerintah karena pelayanan yang mereka lakukan terhadap korban dinilai sangat buruk," tuturnya.
Terutama karena pemerintah terlalu banyak mengumbar janji kepada korban, sementara realisasi terhadap janji mereka sangat minim.
Adriansa berharap, pemerintah sedari awal memaksimalkan perangkatnya yang ada, mulai dari tingkat desa hingga nasional.
Pemerintah, kata Adriansa, selama ini seperti tidak percaya diri dengan kapasitas perangkatnya di bawah.
Sementara lembaga-lembaga non-pemerintah dari internasional justru memanfaatkan institusi pemerintah yang ada di desa untuk melakukan assessment data, termasuk melakukan verifikasi data.
"Tidak heran jika lembaga non-pemerintah lebih dipercaya oleh korban ketimbang pemerintah kita," katanya.
Pasalnya, mereka meyakini bahwa warga dan perangkat desa serta lembaga di tingkat kampung dapat melakukan kerja-kerja pendataan dengan cara yang partisipatif.
Sehingga, dalam kerja-kerja pendataan mereka jauh lebih cepat dan valid dari pada data pemerintah.
"Dan ini fakta, persoalan di lapangan memang seperti itu," katanya.
Jika pemerintah tidak percaya dengan institusi di bawahnya, maka harusnya dari awal pemerintah melakukan pelatihan hingga di tingkat paling bawah, termasuk para korban.
Partisipasi masyarakat ini sangat penting karena mereka yang merasakan langsung dampak bencana.
Sehingga ketika melakukan pendataan, para korban juga dapat berkontribusi dengan memberikan data yang valid kepada pemerintah.
Untuk itu, Adriansa mendesak dana stimulan segera diberikan kepada korban bagaimana pun caranya.
Sebab, sudah hampir delapan bulan warga tinggal di huntara maupun di pengungsian darurat.
"Pemerintah pasti tahu penderitaan mereka selama ini, sehingga tidak ada alasan lagi," harapnya.
"Sudah cukup janji-janji pemerintah selama ini yang menyakiti hati para korban," tanbahnya.
Selain itu, ia berharap pemerintah segera memberikan semua hak korban tanpa skema-skema bertahap.
"Jangan lagi penyaluran dana stimulan diberikan secara bertahap serta membagi kategori yang membuat sebagian korban tidak mendapatkan hak dasarnya," pungkasnya.
Sebelumnya, Kepala BRI Cabang Palu Wahib Gunadi mengatakan, untuk dana stimulan korban bencana di Kabupaten Donggala dan Parigi Moutong telah diterima oleh pihak BRI melalui transfer dari rekening operasional BPBD.
“Dana stimulan itu sudah di transfer ke kami melalui rekening operasional BPBD, hanya saja untuk penyalurannya saat ini kami tinggal menunggu data korban," ujarnya, Senin (13/5/2019) sore.
Data tersebut sementara dilakukan verifikasi oleh Kementerian Sosial, Dinas Sosial, dan BPBD kabupaten.
Dijelaskan Wahib, data penerima untuk dua kabupaten itu, untuk tahap awal berjumlah sekitar 1.200 penerima yang rumahnya rusak berat.
Hanya saja, dari 1.200 penerima itu, datanya masih tumpang tindih atau nama-nama penerima tercatat dobel.
“Dari data yang ada banyak kami temukan namanya itu dobel. Akhirnya datanya ditarik lagi untuk dilakukan verifikasi kembali,” ungkapnya.
(Tribunpalu.com/Abdul Humul Faaiz)