Ramadan 2019
10 Amalan Sunah dalam Berpuasa Ramadan, Segera Berbuka Setelah Yakin Masuk Waktu Magrib
Simak 10 amalan sunah dalam berpuasa Ramadan 1440 H, setelah yakin masuk waktu magrib
Simak 10 Amalan Sunnah dalam Berpuasa Ramadan 1440 H, Menyegerakan Berbuka saat Waktu Berbuka Tiba
TRIBUNPALU.COM - Puasa Ramadan 1440 H telah memasuki hari ke-10, Rabu (15/5/2019).
Seperti yang diketahui, umat Islam di Indonesia mulai melaksanakan ibadah puasa Ramadan 1440 H pada hari Rabu (15/5/2019).
Banyak amalan-amalan sunah yang dapat dilakukan untuk mencapai keutaaman serta kesempurnaan dalam ibadah puasa.
Meskipun tidak wajib, amalan sunah tidak boleh untuk diabaikan.
Demikian halnya dengan amalan-amalan sunnah dalam ibadah puasa.
• Jadwal Salat dan Buka Puasa Hari ke-10 Ramadan, Rabu 15 Mei untuk Poso, Sigi, Palu Sulawesi Tengah
Dikutip TribunPalu.com dari laman NU Online berikut 10 amalan sunnah yang harus kita pelihara saat berpuasa.
1. Makan sahur
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي السَّحُورِ بَرَكَةً
Artinya, “Bersantap sahurlah kalian, karena dalam sahur itu ada keberkahan,” (HR al-Bukhari).
Aktivitas sahur sendiri tercapai dengan menyantap sesuatu walaupun hanya sedikit atau hanya seteguk air.
Waktunya adalah selepas tengah malam.
Utamanya, ia diakhirkan selama tidak sampai masuk waktu yang diragukan: apakah masih malam atau sudah terbit fajar.
Dalam hadis lain, Rasulullah menandaskan:
لَا تَزَالُ أُمَّتِي بِخَيْرٍ مَا أَخَّرُوا السَّحُورَ وَعَجَّلُوا الْفِطْرَ
Artinya, “Umatku senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka mengakhirkan sahur dan menyegerakan berbuka,” (HR Ahmad).
2. Segera berbuka
Menyegerakan berbuka sebelum saalat maghrib.
Namun, itu tentu dilakukan setelah yakin masuk waktu maghrib, berdasarkan hadis di atas.
Saat pertama berbuka, sunnahnya dilakukan dengan kurma. Jika tidak ada, hendaknya dengan air, berdasarkan sabda Rasulullah:
إِذَا كَانَ أَحَدُكُمْ صَائِمًا، فَلْيُفْطِرْ عَلَى التَّمْرِ، فَإِنْ لَمْ يَجِدِ التَّمْرَ، فَعَلَى الْمَاءِ فَإِنَّ الْمَاءَ طَهُورٌ
Artinya, “Jika salah seorang berpuasa, hendaknya ia berbuka dengan kurma. Jika tidak ada kurma, maka dengan air. Sebab, air itu menyucikan,” (HR Abu Dawud).
Urutan sebaiknya, pertama dengan kurma basah (ruthab) jika ada.
Jika tidak, maka dengan kurma kering atau air.
Sebab, sebuah riwayat menyebutkan, sebelum shalat maghrib, Rasulullah saw. selalu berbuka dengan kurma basah.
• Ubah Klaim Kemenangan, Prabowo-Sandi Ralat Angka 62% Menjadi 54%
Jika tidak ada, beliau berbuka dengan kurma kering.
Jika tidak ada, beliau berbuka dengan air putih.
Bagaimana seandainya tidak ada kurma dan air, yang ada misalnya madu dan susu, maka dahulukanlah madu walaupun sama-sama manis.
3. Baca Doa
Membaca doa yang ma‘tsur sebelum atau setelah berbuka, antara lain dengan doa berikut:
اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَبِك آمَنْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ وَعَلَيْكَ تَوَكَّلَتُ ذَهَبَ الظَّمَأُ، وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ، وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ يَا وَاسِعَ الْفَضْلِ اِغْفِرْ لِي اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِي هَدَانِي فَصُمْتُ وَرَزَقَنِي فَأَفْطَرْتُ
Artinya, “Ya Allah, hanya untuk-Mu aku berpuasa, kepada-Mu aku beriman, atas rezeki-Mu aku berbuka, hanya kepada-Mu aku bertawakal.
Sungguh, rasa haus sudah sirna, urat-urat sudah basah, dan balasan sudah tetap, insya Allah.
Wahai Dzat yang maha luas karunia-Nya, ampunilah aku.
Segala puji hanya milik Allah Dzat yang telah memberiku petunjuk, hingga aku kuat berpuasa. Lalu Dia memberiku rezeki, hingga aku bisa berbuka.”
Atau dengan doa yang lebih pendek dan masyhur:
اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَبِك آمَنْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
Artinya, “Ya Allah, hanya untuk-Mu aku berpuasa, kepada-Mu aku beriman, atas rezeki-Mu aku berbuka, berkat rahmat-Mu, wahai Dzat yang maha penyayang di antara para penyayang.”
4. Mandi Besar
Mandi besar dari junub, haid, atau nifas sebelum terbit fajar agar bisa menunaikan ibadah dalam keadaan suci, di samping khawatir masuk air ke mulut, telinga, anus, dan sebagainya jika mandi setelah fajar.
Kendati tidak bersedia mandi seluruh tubuh sebelum fajar, hendaknya mencuci bagian-bagian tersebut (yang sekiranya rawan masuk air) disertai dengan niat mandi besar.
5. Menahan Lisan
Menahan lisan dari perkara-perkara yang tak berguna, apalagi perkara haram, seperti berbohong dan mengumpat.
Sebab, semuanya akan menggugurkan pahala puasa.
6. Menahan Diri
Menahan diri dari segala hal yang tak sejalan dengan hikmah puasa, meskipun itu tidak sampai membatalkan.
Contohnya : berlebihan dalam mengadakan makanan atau minuman, bersenang-senang dengan perkara-perkara yang sejalan dengan keinginan dan kepuasan nafsu, baik yang didengar (seperti musik), ditonton, disentuh, diraba, dicium, dan sebagainya.
Sebab semua itu tak seiring dengan hikmah dari ibadah puasa.
7. Sedekah
Memperbanyak sedekah, baik kepada keluarga, kaum kerabat, maupun tetangga.
Berilah mereka makanan secukupnya. Kendati tidak ada, jangan sampai luput walau hanya seteguk air atau sebiji kurma, berdasarkan sabda Rasulullah saw.:
مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا، كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ، إِلَّا أَنَّهُ لَا يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْءٌ
Artinya, “Siapa saja yang memberi makanan berbuka kepada seorang yang berpuasa, maka dicatat baginya pahala seperti orang puasa itu, tanpa mengurangi sedikit pun pahala orang yang berpuasa tersebut,” (HR Ahmad).
Selain itu, juga sebaiknya memperbanyak baca Al-Quran, belajar Al-Quran, menuntut ilmu, berdzikir, berbuat baik di mana pun, walaupun saat berada di jalan.
Dasarnya adalah Rasulullah saw. selalu memeriksa hapalan Al-Quran-nya kepada malaikat Jibril setiap malam di bulan Ramadhan.
8. I'tikaf
Memperbanyak i'tikaf di masjid. Sebaiknya dilakukan sebulan penuh.
Jika tidak, sepuluh malam terakhir diutamakan.
Sebab, jika memasuki sepuluh malam terakhir, Rasulullah saw. selalu menghidupkan malam, membangunkan keluarganya, dan mengencangkan ikat pinggang sebagai bentuk kesiapan menjalankan ibadah.
9. Utamakan Al-Quran
Mengkhatamkan Al-Quran setidaknya sekali selama bulan Ramadan.
Maksimalnya tentu sebanyak-banyaknya, seperti para ulama terdahulu.
Bahkan, setiap bulan Ramadhan, Imam al-Syafi‘i mengkhatamkannya hingga 60 kali.
10. Istiqomah
Istiqomah dalam menjalankan amaliah Ramadhan dan melanjutkan amaliah-amaliah tersebut di bulan-bulan berikutnya.
Umat Islam sebaikanya senantiasa istiqamah dalam menjalankan segala amalan di bulan ramadhan.
Tak hanya di bulan ramadhan, amalan tersebut diharapakan dipraktikkan pada bulan-bulan selanjutnya
(TribunPalu.com)