3 Masalah Utama yang Dialami Perawat di Sulawesi Tengah
Sekdaprov Sulawesi Tengah menghadiri seminar keperawatan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Kota Palu, Minggu (23/6/2019).
Penulis: Haqir Muhakir |
TRIBUNPALU.COM, PALU -- Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Tengah Moh Hidayat Lamakarate, menghadiri seminar keperawatan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Kota Palu, di Gedung Pogombo, kompleks Kantor Gubernur Sulawesi Tengah, Minggu (23/6/2019).
Saat itu, Hidayat menerima curhatan perawat, khususnya tentang ketimpangan kesejahteraan, kekeliruan penempatan, dan sedikitnya ruang kerja bagi tenaga perawat di Provinsi Sulawesi Tengah.
Tiga problem tersebut diulas oleh Sekretaris Daerah Provinsi Sulteng Moh. Hidayat Lamakarate, saat berbicara di hadapan perawat-perawat se Kota Palu yang tergabung dalam PPNI Kota Palu itu.
Menurutnya, apresiasi yang terlalu tinggi bagi dokter disinyalir menjadi salah satu faktor mengapa ketimpangan kesejahteraan terus terjadi di antara para tenaga kesehatan.
Mulai dari dokter, perawat, bidan, dan apoteker.
"Olehnya Pemerintah Provinsi Sulteng mendorong para ahli profesi, duduk bersama guna menyepakati lalu meregulasi pola pembagian insentif yang lebih proporsional," terangnya.
Menyiasati problem kedua, lanjut Hidayat, apabila ada perawat yang dipromosikan ke jabatan struktural atau ingin pindah ke dinas, dengan tugas tanggung jawab yang tidak ada korelasi dengan keahlian maka angka kredit yang bersangkutan, akan dihentikan sementara dan baru aktif lagi jika ia kembali ke perawat.
"Tapi sebenarnya saudara rugi karena nanti harus kembali lagi ke angka (kredit, red) terakhir," Ia mengingatkan.

Langkah itu, jelasnya, untuk memproteksi profesi perawat supaya tidak hilang tugas fungsionalnya, yang dikhawatirkan akan membuat perawat hilang kemampuan teknisnya.
"Ini akan saya jaga jangan sampai ada tenaga kesehatan yang hilang tugas-tugas fungsionalnya," tegasnya.
Untuk menyelesaikan poin terakhir, yakni minimnya ruang kerja bagi perawat, diakui sang sekretaris daerah memang cukup berat.
Hal ini mengingat ruang-ruang di sektor pemerintah makin terbatas, khususnya melalui jalur penerimaan CPNS yang menyediakan formasi kesehatan khusus perawat.
Meski demikian Ia tetap mendorong kabupaten/kota membuka formasi kesehatan dengan prioritas penempatan di wilayah terdepan dan terluar.
Guna menyalurkan perawat-perawat yang belum dipekerjakan di unit kesehatan pemerintah maupun swasta, maka sekda mengajukan gagasan perawat mandiri.
Gagasan ini didorong pengamatan Hidayat yang melihat ada masyarakat yang sanggup finansial tapi tidak punya cukup waktu menjaga keluarga yang sakit di rumah akibat kesibukan kerja sehingga membutuhkan jasa perawat untuk mengganti.
Sekda menuturkan pernah mengalami betapa sulitnya menemukan perawat yang bersedia menjaga pasien di rumah padahal Ia siap membayar insentif sesuai tarif yang diminta.
"Banyak perawat profesional yang mau kerja, tapi belum dapat ruang kerja," ungkapnya.
Peluang ini yang Ia harap bisa jeli dilirik PPNI supaya perawat bisa dihubungkan dengan lembaga atau orang yang mencari jasanya.
"Jangan sampai perawat makin banyak dan PPNI pusing bagaimana memfasilitasi yang mau bekerja, dan berani berpikir keluar dari kebiasaan saat ini," pungkasnya.
(TribunPalu.com/Muhakir Tamrin)