Jadi Pemicu Jutaan Orang Berdemonstrasi di Hong Kong, Apa Itu UU Ekstradisi?

Hong Kong diselimuti oleh jutaan orang yang turun ke jalan untuk berdemonstrasi selama dua bulan terakhir.

Wikimedia.org/Hf9631
Jutaan orang turun ke jalanan Hong Kong untuk memprotes perubahan pasal pada UU Ekstradisi. Demonstrasi telah berlangsung selama dua bulan terakhir. 

TRIBUNPALU.COM - Hong Kong diselimuti oleh jutaan orang yang turun ke jalan untuk berdemonstrasi selama dua bulan terakhir.

Suasana di Hong Kong juga begitu mencekam karena adanya demo yang disertai gesekan antara polisi dengan massa pro-demokrasi.

Bentrokan yang dikabarkan menimbulkan korban luka itu menuai kecaman keras dari China, dengan beredar video tentara melakukan latihan penanganan anti huru-hara.

Semua demo itu dipicu oleh satu produk legislasi bernama UU Ekstradisi yang dianggap bakal mengancam kebebasan di kota bekas koloni Inggris itu.

Dilansir BBC, berikut penjelasan singkat tentang UU Ekstradisi yang menjadi pemicu gerakan yang kemudian berkembang menjadi tuntutan reformasi demokrasi di Hong Kong itu.

1. Apa yang Tercantum dalam UU Itu?

Sejatinya, UU Ekstradisi itu bakal mengekstradisi penjahat jika mendapat permintaan dari otoritas China daratan, Macau, maupun Taiwan didasarkan kasus per kasus.

Usulan itu muncul setelah seorang pria Hong Kong membunuh pacarnya ketika mereka berlibur di Taiwan.

Namun, pria itu tidak bisa diesktradisi.

Sejumlah pejabat Hong Kong, termasuk Kepala Eksekutif Carrie Lam, menegaskan bahwa keberadaan undang-undang itu tidak lain adalah memberi perlindungan dari para kriminal.

Beberapa kasus seperti penggelapan pajak dihapuskan dari pasal pembahasan setelah kalangan pengusaha dan pelaku ekonomi menyuarakan kekhawatiran mereka.

Pejabat Hong Kong sudah menyatakan bahwa pengadilan bakal mempertimbangkan apakah mengabulkan permintaan ekstradisi, dengan terduga pelaku kejahatan agama dan politik dikecualikan.

Pemerintah menjamin publik bahwa mereka hanya menyerahkan terdakwa yang sudah mendapat vonis penjara seumur hidup atau paling tidak tujuh tahun.

TNI AD Memutuskan Enzo Allie Tetap Melanjutkan Pendidikannya di Akademi Militer

5 Fakta Siswa SMAN 2 Palangkaraya Temukan Penyembuh Kanker, Awal Mula hingga Tanggapan Para Ahli

2. Mengapa Jadi Kontroversi?

Kritik pun timbul, dengan kelompok kontra menyebut orang-orang bakal menjadi subyek dari penyiksaan dan peradilan tidak adil berdasarkan hukum China.

Sophie Richardson dari Human Rights Watch dalam keterangan tertulis Juni lalu menuturkan, tidak ada yang aman.

Baik itu pekerja kemanusiaan hingga jurnalis.

"Usulan perubahan dalam pembahasan pasal UU Ekstradisi membuat setiap warga Hong Kong yang bekerja di sektor yang ada kaitannya dengan daratan utama terancam," katanya.

Lam Wing Kee, seorang penjual buku mengungkapkan dia pernah ditangkap dan ditahan di China pada 2015 karena menjual buku yang mengkritik pemimpinnya, dan dituduh "mengelola toko ilegal".

Dia mengisahkan jika tidak pergi, dia bakal diekstradisi.

"Saya tak percaya pemerintah bakal menjamin keselamatan saya, atau warga Hong Kong lainnya," ujarnya.

Pada akhir April lalu, Lam memutuskan untuk melarikan diri ke Taiwan di mana di sana dia mendapat visa sementara.

3. Siapa Saja yang Menentang UU Itu?

Sejumlah kelompok pun yang menentang UU itu sejak diperkenalkan pada Juni lalu pun menyebar dari berbagai kalangan.

Mulai dari kelompok pelajar hingga emak-emak.

Mereka pun memulai petisi untuk membatalkan peraturan itu, dengan satu juta orang diklaim turun ke jalan menyuarakan aspirasi.

Meski polisi menyatakan jumlahnya hanya 240.000 orang.

Jika klaim yang diberikan penyelenggara aksi benar, maka gerakan Juni lalu adalah aksi terbesar yang pernah terjadi sejak penyerahan Hong Kong dari Inggris ke China pada 1997 silam.

Kemudian pada awal Juni, sekitar 3.000 pengacara, jaksa, mahasiswa hukum, hingga akademisi melakukan aksi mogok bicara dan mendesak pemerintah mencabut UU tersebut.

Ratusan petisi menentang amendemen itu mulai diserukan oleh universitas, SMA, alumni sekolah, kelompok gereja, maupun mahasiswa di luar negeri secara daring.

Wong Choi Fung, seorang ibu rumah tangga dari distrik Kwun Tong yang merupakan kelas pekerja mengatakan, dia melakukannya demi memperjuangkan masa depan anaknya.

Sementara organisasi pebisnis yang berpengaruh juga menyuarakan pendapatnya.

Mereka berkata jika UU Ekstradisi itu lolos, maka Hong Kong bakal menerima kerugian.

"Orang bisa mempertimbangkan kembali untuk memilih Hong Kong sebagai markas regional mereka karena ada risiko dipindahkan ke yurisdiksi lain," kata Kamar Dagang Internasional.

Palu Hari Ini: Polsek Palu Utara Amankan Tiga Pengedar Narkoba di Kelurahan Kayumalue Ngapa

Viral Medsos: Ingin Jaguar, Pria di India Malah Buang Mobil BMW Kado Ulang Tahun dari Orangtuanya

4. Bagaimana Sikap Internasional?

Komisi di Kongres Amerika Serikat (AS) Mei lalu menjelaskan UU tersebut membuat Hong Kong rentan terhadap "paksaan politik" China dan semakin mengikis otonominya.

Dalam pernyataan gabungan, Inggris dan Kanada menyuarakan kekhawatiran akan dampak yang diterima oleh warga mereka jika aturan itu sampai diberlakukan.

Uni Eropa (UE) juga mengirimkan nota kepada Kepala Eksekutif Carrie Lam berisi perhatian mereka akan penerapan setiap pasal dalam UU Eksekutif tersebut.

(Kompas.com/Ardi Priyatno Utomo)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mengenal UU Ekstradisi yang Jadi Pemicu Demo Hong Kong"

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved