Mengenal Makna Tradisi Serak Gulo, Warisan Budaya Asal India di Kota Padang

Satu tradisi yang masih dipertahankan masyarakat yang berasal dari India di Kota Padang adalah acara bernama "Serak Gulo".

INSTAGRAM/SIDE.DEE#serakgulo
Ilustrasi: Serak gulo dilaksanakan keluarga Islam keturunan India di Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar) baru-baru. 

TRIBUNPALU.COM - Satu tradisi yang masih dipertahankan masyarakat yang berasal dari India di Kota Padang adalah acara bernama "Serak Gulo".

Haji Mustafa bin Haji Ahmad bin Tayyab Syahib, pemuka agama dan warga di Kawasan Kota Tua Padang yang lebih dikenal dengan sebutan kawasan Pondok oleh masyarakat Padang menjelaskan asal-usul dan makna tradisi tersebut.

Menurutnya, tradisi Serak Gulo berawal dari nazar seorang murid wali di India dulunya.

"Jadi anaknya sakit, jadi dia berniatlah untuk bernazar, untuk membagikan gula jika anaknya sembuh," ungkap Haji Mustafa di kawasan Masjid Muhammadan, Rabu (14/8/2019).

Haji Mustafa menuturkan pada masa itu, gula yang dinazarkan itu langsung dibagikan ke rumah-rumah penduduk.

Ilustrasi: Serak gulo dilaksanakan keluarga Islam keturunan India di Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar) baru-baru.
Ilustrasi: Serak gulo dilaksanakan keluarga Islam keturunan India di Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar) baru-baru. (INSTAGRAM/SIDE.DEE#serakgulo)

Namun, kata Haji Mustafa, zaman dahulu tradisi tersebut dilakukan dengan cara yang berbeda dengan saat ini yang mana gula dihamburkan dari atas Masjid Muhammadan.

"Pas dulunya itu, gula itu langsung diantarkan satu-satu ke rumah masyarakat, tapi pada tahun-tahun berikutnya, mungkin karena keterbatasan tenaga dan hal lainya, maka gula itu dihamburkan saja. Jadi masyarakat langsung yang menyambutnya," ungkap Haji Mustafa.

Sejauh ini lanjut Haji Mustafa tradisi itu masih tetap dilaksanakan tentunya untuk berbagi kepada sesama umat manusia.

Haji Mustafa juga menuturkan bahwa Serak Gulo akan dilaksanakan ketika memeringati hari Maulid Nabi Muhammad SAW.

Tepatnya satu bulan sebelum bulan Rajab.

Pada tradisi ini, masyarakat keturunan India yang berasal dari seluruh Indonesia berkumpul di Kota Padang.

"Cuma nggak banyak-banyak, katakanlah dari Irian satu orang, dari wilayah lain satu orang," ungkapnya.

Dari pengakuannya, tradisi ini hanya dilaksanakan di Kota Padang dari seluruh wilayah Indonesia.

Sebelumnya, tradisi Serak Gulo dilaksanakan baru-baru ini terkumpul gula sebanyak 8 ton kemudian dibagikan kepada masyarakat.

"Itu dari sumbangan keluarga, ada dari Jakarta dan wilayah lain," ungkap Haji Mustafa.

Karena saat ini, Masjid Muhammadan, termasuk ke dalam cagar budaya Kota Padang, maka pelaksanaan tradisi Serak Gulo juga diselenggarakan oleh masyarakat dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Padang.

Haji Mustafa mengatakan ketika tradisi ini dilaksanakan, para wisatawan akan memenuhi lokasi Masjid Muhammadan dan sekitarnya.

Haji Mustafa berharap ke depannya, tradisi ini tetap dijaga oleh anak cucunya nanti agar tidak punah.

Masjid Muhammadan

Di sisi lain, Keberadaan Masjid Muhammadan, merupakan salah satu cagar budaya dan bisa menjadi objek wisata religius yang ada di Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar).

Dari data Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumbar, masjid ini dibangun sekitar Tahun 1723 masehi.

Lokasi masjid ini berada di Jalan Pasar Batipuah nomor 19, yang berada di tepi jalan raya dan dekat dengan areal pusat pertokoan kawasan Pondok Padang.

Pantauan TribunPadang.com, terlihat Masjid Muhammadan kental dengan ciri khas bangunan India.

Masjid ini dibangun oleh kaum pendatang yang berasal dari India-Arab yang bermukim di wilayah Kota Padang.

Adapun luas bangunan 338,25 meter persegi dan luas tanah sekitar 416,25 meter persegi.

Dari penuturan Haji Mustafa bin Haji Ahmad bin Tayyab Syahib, seorang pemuka agama di Masjid Muhammadan, pada awalnya nenek moyang mereka datang ke Padang untuk menyebarkan agama Islam.

"Sengaja datang dari India untuk menyebarkan agama, dia itu ulama besar, tujuannya untuk dakwah," ungkap Haji Mustafa bin Haji Ahmad bin Tayyab Syahib, Rabu (14/8/2019).

Haji Mustafa bin Haji Ahmad bin Tayyab Syahib berdiri di kawasan Masjid Muhammadan, Rabu (14/8/2019).
Haji Mustafa bin Haji Ahmad bin Tayyab Syahib berdiri di kawasan Masjid Muhammadan, Rabu (14/8/2019). (TRIBUNPADANG.COM/DEBI GUNAWAN)

Haji Mustafa bin Haji Ahmad bin Tayyab Syahib menambahkan mereka yang datang menyebarkan keyakina nitu berasal dari daerah Gujarat, India.

Untuk dekorasi bangunan Masjid Muhammadan ini, menurut Haji Mustafa, mulai dari sekitar 1800-an.

Sejauh ini lanjutnya, nyaris tidak ada mengalami perubahan, hanya interior di dalamnya saja yang diperbaiki dari kayu diubah menjadi tembok.

"Kalau untuk depannya asli 100% tidak ada perubahan, tetap mengikuti arsitektur India," jelas Haji Mustafa.

Haji Mustafa mengatakan jika berkunjung ke negara India, maka akan banyak menjumpai bangunan-bangunan serupa Masjid Muhammadan.

Uniknya, dari penuturan Mustafa bahwa Masjid Muhammadan dalam proses pembuatannya tidak menggunakan paku dan besi beton.

"Ini batu bata semua, tidak menggunakan besi atau paku," jelas Haji Mustafa.

Sama dengan masjid lainnya, masjid Muhammadan juga digunakan sebagai tempat beribadah umat muslim dan beberapa kegiatan keagamaan lainnya.

Masjid ini juga disebut masyarakat Kota Padang, dengan sebutan Masjid Keling.

Menurut Haji Mustafa, penyebutan itu dikarenakan masyarakat asal India yang berada di kawasan masjid setempat.

(TribunPadang.com/Debi Gunawan)

Artikel ini telah tayang di Tribunpadang.com dengan judul Tradisi 'Serak Gulo' - Warisan Warga Asal India di Kota Padang Masih Berlanjut, Simak! Makna Acara

Sumber: Tribun Padang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved