Terkini Internasional
Masifnya Kebakaran Amazon hingga Pecahkan Rekor, Peta Ini Tunjukkan Parahnya Sebaran Titik Api
Sejak pekan lalu, tepatnya 15 Agustus 2019, lebih dari 9.500 titik api baru bermunculan di Brazil, utamanya di Lembah Amazon.
TRIBUNPALU.COM - Beberapa minggu terakhir, kebakaran masif melanda hutan hujan Amazon.
Kebakaran menghanguskan pepohonan, tanaman tropis, dan satwa-satwa yang tinggal di wilayahnya.
Sejak pekan lalu, tepatnya 15 Agustus 2019, lebih dari 9.500 titik api baru bermunculan di Brazil, utamanya di Lembah Amazon, mengutip laman This is Insider.
Api dan asap kebakaran pun dapat terlihat dari ruang angkasa.
Satelit NASA dan NOAA menangkap citra panas api dan asap kebakaran di hutan yang memiliki keberagaman hayati terkaya di dunia tersebut.
• Kebakaran Masif Landa Hutan Hujan Amazon di Brazil, Asapnya Dapat Terlihat dari Luar Angkasa
Sementara itu, Global Forest Watch melaporkan adanya lebih dari 109.000 peringatan titik api di Brazil antara 13 Agustus 2019 hingga 22 Agustus 2019.

• Kebakaran Masif Landa Hutan Hujan Amazon di Brazil, Asapnya Dapat Terlihat dari Luar Angkasa
• Islandia Gelar Upacara Pemakaman Bagi Gletser Pertamanya yang Hilang Akibat Perubahan Iklim
• Akibat Perubahan Iklim, Kota Besar di Negara Tropis Bakal Alami Iklim yang Tak Pernah Ada Sebelumnya
Global Forest Watch merupakan organisasi yang disponsori World Resources Institute untuk memonitor hutan dan melacak kebakaran dengan menggunakan data satelit.
Kebakaran hutan hujan Amazon saat ini memecahkan rekor angka kasus kebakaran hutan di Brazil.
Pusat penelitian luar angkasa Brazil atau National Institute for Space Research (INPE) telah mencatat 72.843 titik api dalam kurun waktu Januari 2019 hingga Agustus 2019.
Angka tersebut menunjukkan adanya peningkatan sebesar 84 persen pada periode yang sama tahun 2018.
Angka ini merupakan angka kebakaran tertinggi di hutan hujan Amazon sejak pencatatan dilakukan pada 2013.
Sebagai perbandingan, 40.136 titik api terjadi di wilayah itu pada tahun 2018 lalu.
Tahun terburuk kedua untuk jumlah titik kebakaran terbanyak di hutan hujan Amazon adalah 2016, dengan 68.484 titik.

Pada Senin (19/8/2019), negara bagian terbesar di Brazil, Amazonas, menyatakan keadaan darurat.
Asap yang muncul akibat kebakaran di hutan hujan Amazon telah menyebar dari negara bagian Amazonas ke negara bagian di sekitarnya.
Yakni, Pará dan Mato Grosso.
Bahkan, asap kebakaran membuat langit Kota San Paulo, kota yang jauhnya 2.000 mil atau sekitar 3.218 kilometer dari Amazon, terlihat gelap.
Secara keseluruhan, sebaran api kebakaran di Amazon mencakup area seluas 1,2 juta mil persegi.
Kebakaran pekan ini juga menjadi kasus kebakaran yang mengkhawatirkan bagi hutan hujan terbesar di dunia tersebut.
Pada bulan Juli 2019 saja, angka deforestasi di Amazon tercatat sebagai yang tertinggi yang terjadi hanya dalam waktu satu bulan, menurut laporan The Guardian.
Luas hutan hujan Amazon menyusut sebesar 1.345 kilometer persegi.
Data dari satelit Brazil mengindikasikan, sejumlah pepohonan di dalam area Amazon seluas tiga kali lapangan sepakbola ditebang setiap menitnya pada Juli 2019.
DEFORESTASI, PERUBAHAN IKLIM, DAN PEMANASAN GLOBAL
Sementara itu, deforestasi berhubungan langsung dengan terjadinya kebakaran di hutan hujan Amazon.
Sebab, para petani biasanya membuka lahan untuk ternak dan pertanian dengan cara membakar hutan.
Pembakaran dengan sengaja ini akhinya dapat meluas dan tak terkendali.
Iklim yang lebih hangat akibat perubahan iklim juga membuat api kebakaran yang terjadi pada musim kemarau Amazon ini menjadi lebih besar daripada biasanya.
Pemanasan global juga meningkatkan peluang dan frekuensi terjadinya kebakaran hutan di seluruh dunia.
Menurut organisasi berita The Intercept, dalam kurun waktu 50 tahun terakhir, sekitar 20 persen dari luas area Amazon atau 300 ribu mil persegi telah ditebang.
Jika ada sekitar 20 persen lagi bagian hutan Amazon yang hilang, hal tersebut akan memicu peristiwa yang disebut 'dieback.'
'Dieback' adalah kondisi di mana hutan hujan tropis berubah menjadi lanskap yang kering serupa savana di Afrika.
Dalam kondisi tersebut, pepohonan tropis dan fauna yang menempatinya akan ikut lenyap.
Lalu, sekitar 140 miliar ton karbon yang sebelumnya dapat terserap hutan hujan kembali terlepas ke atmosfer.
Konsekuensi buruk lainnya, temperatur udara secara global semakin meningkat.
The Intercept juga melaporkan, ketika kemungkinan terburuk 'dieback' benar-benar terjadi, hutan hujan Amazon tak akan lagi bisa diperbaiki oleh campur tangan maupun penyesalan umat manusia.
(TribunPalu.com/Rizki A.)