Peringatan 1 Tahun Likuifaksi di Sulteng, Ziarah Makam, Doa Besama hingga Tabur Bunga
Sabtu 28 September 2019 tepat satu tahun ujian dari Tuhan itu berlalu,berbagai kegiatan dilakukan untuk memperingati duka tersebut.
Penulis: Imam Saputro | Editor: Imam Saputro
Usai melakukan tabur bunga, umat beragama itu melanjutkan doa bersama di tempat ibadah masing-masing, yang juga masih satu lokasi.
Untuk umat Islam melanjutkan ibadah Salat Magrib kemudian melaksanakan Salat Gaib.
Sedangkan umat Kristen, melakukan ibadah di sebuah rumah yang tidak jauh dari masjid, begitu juga dengan umat Hindu.
Ketua LPM Kelurahan Petobo, Ahmad Lembah mengatakan, tabur bunga dan doa bersama itu untuk mengirimkan doa bagi para korban likuefaksi yang meninggal dunia.
Sekaligus untuk menjalin tali silaturahmi dengan umat agama lainnya.
"Kita menjalin keakraban dan dibarengi dengan doa, doa itu dari kita untuk semua korban," kata Ahmad.
Usai melaksanakan ibadah masing-masing, para umat tersebut kemudian berkumpul di satu titik yang telah ditentukan panitia.
Mereka berkumpul dan melakukan malam renungan, masing-masing tokoh agama bergantian memimpin renungan.
Pemerintah Meminta Maaf
Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng), Longki Djanggola, meminta maaf atas keterlambatan pemenuhan kebutuhan korban bencana.
Khususnya terkait pencairan dana stimulan dan jaminan hidup (jadup) bagi korban.
Hal itu disampaikannya saat menghadiri acara doa bersama mengenang 1 tahun pascabencana di kawasan likuefaksi Kelurahan Balaroa, Kecamatan Palu Barat, Kota Palu, Sabtu (28/9/2019).
"Tidak ada pemerintah yang mau membiarkan masyarakatnya menderita," kata Longki.
"Namun, memang dalam pelaksanaannya pasti ada kekurangan dan kekhilafan, mohon dimaafkan karena itu manusiawi," tambahnya.
Ia menegaskan bahwa pemerintah tetap bertanggung jawab dalam pemulihan daerah khususnya kondisi warga yang menjadi korban.
"Kami pemerintah provinsi, kota dan kabupaten, selalu berusaha memperbaiki semua kerusakan-kerusakan," katanya.
Mulai dalam proses-proses rehabilitasi dan rekonstruksi, hingga pembangunan hunian tetap.

Longki sendiri mengaku paham terkait apa yang menjadi tuntutan warga yang belum secara keseluruhan tersalurkan.
Namun kata dia, semua yang menjadi hak-hak dasar warga akan segera terpenuhi.
"Semua kami pahami namun tolong bersabar, karena ini ada proses. Ada mekanisme untuk penyalurannya," terangnya.
Longki kemudian mengajak warga yang hadir untuk khusyuk berdoa.
Agar amal para korban diterima oleh Allah SWT.
Pun berdoa agar semua kehilafannya dapat diampuni.
Begitu pula korban hidup yang ditinggal oleh suami atau istrinya, diharapkannya selalu dinaungi ketabahan.
"Semoga kejadian luar biasa ini jadi pelajaran yang berharga buat kita semua yang tertimpa bencana," kata Longki sembari mengangkat tangannya.
"Semoga dengan kejadian ini menjadikan kita lebih dekat kepada Allah dengan mengintropeksi diri," tambahnya.
Bangun Tugu Peringatan
Seorang warga Kelurahan Mamboro, Kecamatan Palu Utara, Kota Palu memiliki cara yang unik untuk mengenang satu tahun pascabencana gempa bumi dan tsunami di Kota Palu.
Pria yang bernama Bobi ini secara swadaya membangun tugu mengenang tragedi bencana gempa bumi dan tsunami yang terjadi pada 28 September 2018 silam.
Tugu yang dibangunnya pun terlihat berbeda dan tak seperti tugu-tugu pada umumnya.
Tugu tersebut dibangun Bobi dengan meletakkan satu unit sepeda motor miliknya di atas tiang setinggi dua meter lebih.

Kondisi sepeda motor yang dijadikan sebagai tugu tersebut tampak ringsek dan tak utuh lagi.
"Motor ini rusak tergulung tsunami 2018 lalu, lihat kondisinya yang hampir hancur," ujar Bobi saat ditemui di kediamannya.
Tugu sepeda motor tersebut, dibangunnya tepat di depan rumah.
Untuk proses pembangunan tugu motor peringatan bencana gempa bumi dan tsunami Palu, Bobi dibantu oleh warga setempat.
Rencananya, Bobi akan membuat lagi satu tugu yang sama, tetapi dengan jenis motor yang berbeda.
"Motor antik saya juga rusak akibat tsunami, rencana akan saya bikin juga tugunya," jelasnya.
Bobi mengungkapkan, di Kota Palu perlu dibangun sebuah monumen untuk mengingatkan kembali peristiwa bencana di masa lalu.
Supaya anak cucu bisa tahu bencana gempa dan tsunami yang pernah terjadi di daerahnya di masa lampau.
"Tapi juga perlu dijaga kelestariannya, karena (selain) pengingat, ini juga sebagai penyelamat anak cucu kita di masa akan datang," katanya.
Hingga saat ini, Bobi memang secara swadaya dan melalui bantuan NGO melakukan proses pemulihan.
Salah satunya adalah dengan melakukan transplantasi terumbu karang di laut Kelurahan Mamboro.
Sebab, terumbu karang di sepanjang pantai Kecamatan Palu Utara rusak diterjang tsunami pada 28 September 2018.
"Kami berusaha yang terbaiklah, tidak usah menunggu pemerintah dulu, sama dengan mengharapkan sesuatu yang tak pasti," pungkasnya.
(Tribunpalu.com/Abdul Humul Faaiz/Muhakir Tamrin)