Peringatan 1 Tahun Likuifaksi di Sulteng, Ziarah Makam, Doa Besama hingga Tabur Bunga

Sabtu 28 September 2019 tepat satu tahun ujian dari Tuhan itu berlalu,berbagai kegiatan dilakukan untuk memperingati duka tersebut.

Penulis: Imam Saputro | Editor: Imam Saputro
TRIBUNPALU.COM/Muhakir Tamrin
Umat lintas agama melakukan prosesi tabur bunga di area eks likuefaksi Petobo, Sabtu (28/9/2019) sore. 

TRIBUNPALU.COM -  28 September 2018 menjadi hari yang tak terlupakan bagi banyak orang di Palu dan sekitarnya.

Setahun yang lalu, kawasan tersebut diguncang gempa yang mengakibatkan likuifaksi dan juga tsunami di beberapa kawasan.

Ribuan jiwa jadi korban, bahkan beberapa di antara korban belum bisa dimakamkan dengan semestinya.

Sabtu 28 September 2019 tepat satu tahun ujian dari Tuhan itu berlalu.

Berbagai kegiatan dilakukan untuk memperingati duka tersebut.

Mulai dari ziarah makam hingga doa bersama.

Ziarah Makam

Wali Kota Palu, Hidayat memimpin rombongan mengunjungi pemakaman masal di Tempat Pemakaman Umum Poboya, Jumat (27/9/2019) siang.

Masih mengenakan pakaian adat pasca upacara HUT ke-41 Kota Palu, Hidayat bersama rombongannya langsung melakukan prosesi ziarah makam.

Setelah mengusap satu nisan makam korban bencana, Hidayat memimpin doa untuk lara korban bencana.

"Semoga korban bencana ditempatkan pada tempat yang terbaik, semua amal ibadahnya diterima dan semua kesalahannya bisa diampuni oleh Allah subhanahu wa taala," kata Hidayat.

Wali Kota Palu Hidayat memimpin ziarah kubur di pemakaman masal korban bencana di Kelurahan Poboya, Jumat (27/9/2019) siang
Wali Kota Palu Hidayat memimpin ziarah kubur di pemakaman masal korban bencana di Kelurahan Poboya, Jumat (27/9/2019) siang (TRIBUNPALU.COM Muhakir Tamrin)

Menurut Hidayat, kehadiran mereka di lokasi pemakaman masal, merupakan wujud rasa simpati, rasa prihatin atas sebuah bencana alam yang terjadi di 28 september 2018.

Hidayat berharap agar bencana yang sudah berakhir itu, tidak lagi terulang di Kota Palu.

Selain mengirimkan doa untuk korban yang meninggal dunia, Hidayat berharap agar semua ahli waris para korban diberikan ketabahan.

"Semoga diberikan kesabaran oleh yang maha kuasa, itu saja harapan kita," kata Hidayat.

Di makam berukuran 30 meter x 100 meter itu, disemayamkan ribuan korban bencana alam yang terjadi pada 28 September 2018.

Mereka yang dimakamkan di lokasi tersebut, adalah korban yang berhasil dievakuasi dari sejumlah titik bencana terparah.

Seperti korban tsunami dari bibir pantai dan korban likuefaksi dari Kelurahan Petobo dan Kelurahan Balaroa.

Tabur Bunga dan Doa oleh Pelajar Palu

Puluhan pelajar dari sejumlah sekolah dasar di Kelurahan Balaroa, Kecamatan Palu Barat, berkunjung ke area eks likuefaksi Balaroa, Sabtu (28/9/2019) pagi.

Tepat di peringatan 1 tahun bencana Provinsi Sulawesi Tengah, para pelajar itu melakukan tabur bunga.

Tabur bunga dilakukan untuk mengenang puluhan korban pelajar yang sekolah di beberapa SD di Kelurahan Balaroa.

Beberapa sekolah dasar yang terdampak dan siswanya menjadi korban, yakni SDN Inpres Perumnas Balaroa, SDN Balaroa, SDN Inpres Balaroa, dan MIS Al Muhajirin Balaroa.

Kepala SDN Inpres Perumnas Balaroa, Sitti Utari menjelaskan, tabur bunga dilakukan dalam rangka mengenang masyarakat khususnya pelajar sekolah dasar yang menjadi korban likuefaksi.

Suasana haru saat pelajar di Kelurahan Balaroa mengunjungi area eks likuefaksi Balaroa, Sabtu (28/9/2019) pagi.
Suasana haru saat pelajar di Kelurahan Balaroa mengunjungi area eks likuefaksi Balaroa, Sabtu (28/9/2019) pagi. (TRIBUNPALU.COM Muhakir Tamrin)

Untuk siswanya, ada sebanyak 53 orang yang menjadi korban ganasnya bencana gempa bumi dan likuefaksi.

"Sebagian ada yang ditemukan, sebagian lagi sampai detik ini belum diketahui di mana jasadnya," jelas Sitti.

Lanjut Sitti, bahkan ada sejumlah orangtua siswa yang mengambil tanah likuefaksi Balaroa yang diyakini tempat anaknya hilang dan tertimbun.

Tanah itu kemudian dipindahkan ke lingkungan tempat pemakaman umum kemudian diberikan nisan.

Prosesi tabur bunga selesai sekitar pukul 08.00 Wita.

Selama prosesi tabur bunga itu, kesedihan tampak dari sejumlah pelajar.

Bahkan ada beberapa di antara mereka yang tak sanggup menahan air mata.

Sebab, bagi siswa yang selamat, tak sedikit dari mereka yang kehilangan sanak keluarga.

Selain itu, ratusan siswa Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Palu, Sulawesi Tengah juga menggelar doa bersama, Sabtu (28/9/2019).

Lantunan doa keselamatan dikirimkan untuk korban bencana gempa bumi disertai tsunami dan likuifaksi pada 28 September 2018 silam.

Para siswa tampak berdoa dengan dengan khusuk. Terutama mereka yang keluarganya yang meninggal akibat gempa berkekuatan 7,4 SR itu.

Ada juga siswa maupun guru yang meneteskan air mata saat berdoa.

Guru MAN 1, selaku pembina kesiswaan, Sumiati mengatakan, pihak sekolah sengaja mengajak para siswa untuk merangsang rasa kepedulian.

Ia berharap pelaksaan doa bersama dapat meringankan beban para korban.

"Semoga mereka yang menjadi korban meninggal saat bencana dilapangkan tempatnya di sisi Allah SWT," doa Sumiati.

Doa dari 3 Agama

Umat dari agama Islam, Kristen, dan Hindu melakukan doa bersama di area eks likuefaksi Kelurahan Petobo, Sabtu (28/9/2019) sore.

Doa bersama lintas agama itu dilakukan untuk memperingati 1 tahun bencana alam gempa dan likuefaksi yang yang terjadi pada 28 September 2018 lalu.

Doa bersama itu diawali dengan tabur bunga bersama oleh sejumlah tokoh dan umat ketiga agama tersebut.

Warga yang berinisiasi itu ialah warga sekitar BTN Petobo Permai, yakni di RT 1 dan RT 2 RW 9 Kelurahan Petobo.

Masing-masing umat beragama itu melakukan tabur bunga di titik-titik yang berbeda namun masih dalam satu lokasi.

Usai melakukan tabur bunga, umat beragama itu melanjutkan doa bersama di tempat ibadah masing-masing, yang juga masih satu lokasi.

Untuk umat Islam melanjutkan ibadah Salat Magrib kemudian melaksanakan Salat Gaib.

Sedangkan umat Kristen, melakukan ibadah di sebuah rumah yang tidak jauh dari masjid, begitu juga dengan umat Hindu.

Ketua LPM Kelurahan Petobo, Ahmad Lembah mengatakan, tabur bunga dan doa bersama itu untuk mengirimkan doa bagi para korban likuefaksi yang meninggal dunia.

Sekaligus untuk menjalin tali silaturahmi dengan umat agama lainnya.

"Kita menjalin keakraban dan dibarengi dengan doa, doa itu dari kita untuk semua korban," kata Ahmad.

Usai melaksanakan ibadah masing-masing, para umat tersebut kemudian berkumpul di satu titik yang telah ditentukan panitia.

Mereka berkumpul dan melakukan malam renungan, masing-masing tokoh agama bergantian memimpin renungan.

Pemerintah Meminta Maaf

Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng), Longki Djanggola, meminta maaf atas keterlambatan pemenuhan kebutuhan korban bencana.

Khususnya terkait pencairan dana stimulan dan jaminan hidup (jadup) bagi korban.

Hal itu disampaikannya saat menghadiri acara doa bersama mengenang 1 tahun pascabencana di kawasan likuefaksi Kelurahan Balaroa, Kecamatan Palu Barat, Kota Palu, Sabtu (28/9/2019).

"Tidak ada pemerintah yang mau membiarkan masyarakatnya menderita," kata Longki.

"Namun, memang dalam pelaksanaannya pasti ada kekurangan dan kekhilafan, mohon dimaafkan karena itu manusiawi," tambahnya.

Ia menegaskan bahwa pemerintah tetap bertanggung jawab dalam pemulihan daerah khususnya kondisi warga yang menjadi korban.

"Kami pemerintah provinsi, kota dan kabupaten, selalu berusaha memperbaiki semua kerusakan-kerusakan," katanya.

Mulai dalam proses-proses rehabilitasi dan rekonstruksi, hingga pembangunan hunian tetap.

Gubernur Sulteng, Longki Djanggola saat berbicara di hadapan korban likuifaksi Kelurahan Balaro, Kota Palu, Sabtu (28/9/2019).
Gubernur Sulteng, Longki Djanggola saat berbicara di hadapan korban likuifaksi Kelurahan Balaro, Kota Palu, Sabtu (28/9/2019). (Tribunpalu.com/Abdul Humul Faaiz)

Longki sendiri mengaku paham terkait apa yang menjadi tuntutan warga yang belum secara keseluruhan tersalurkan.

Namun kata dia, semua yang menjadi hak-hak dasar warga akan segera terpenuhi.

"Semua kami pahami namun tolong bersabar, karena ini ada proses. Ada mekanisme untuk penyalurannya," terangnya.

Longki kemudian mengajak warga yang hadir untuk khusyuk berdoa.

Agar amal para korban diterima oleh Allah SWT.

Pun berdoa agar semua kehilafannya dapat diampuni.

Begitu pula korban hidup yang ditinggal oleh suami atau istrinya, diharapkannya selalu dinaungi ketabahan.

"Semoga kejadian luar biasa ini jadi pelajaran yang berharga buat kita semua yang tertimpa bencana," kata Longki sembari mengangkat tangannya.

"Semoga dengan kejadian ini menjadikan kita lebih dekat kepada Allah dengan mengintropeksi diri," tambahnya.

Bangun Tugu Peringatan

Seorang warga Kelurahan Mamboro, Kecamatan Palu Utara, Kota Palu memiliki cara yang unik untuk mengenang satu tahun pascabencana gempa bumi dan tsunami di Kota Palu.

Pria yang bernama Bobi ini secara swadaya membangun tugu mengenang tragedi bencana gempa bumi dan tsunami yang terjadi pada 28 September 2018 silam.

Tugu yang dibangunnya pun terlihat berbeda dan tak seperti tugu-tugu pada umumnya.

Tugu tersebut dibangun Bobi dengan meletakkan satu unit sepeda motor miliknya di atas tiang setinggi dua meter lebih.

Tampak tugu sepeda motor yang dibangun oleh warga Kelurahan Mamboro, Kecamatan Palu Utara, Kota Palu untuk mengenang terjadinya gempa bumi dan tsunami pada 28 September 2018 lalu.
Tampak tugu sepeda motor yang dibangun oleh warga Kelurahan Mamboro, Kecamatan Palu Utara, Kota Palu untuk mengenang terjadinya gempa bumi dan tsunami pada 28 September 2018 lalu. (Tribunpalu.com/Abdul Humul Faaiz)

Kondisi sepeda motor yang dijadikan sebagai tugu tersebut tampak ringsek dan tak utuh lagi.

"Motor ini rusak tergulung tsunami 2018 lalu, lihat kondisinya yang hampir hancur," ujar Bobi saat ditemui di kediamannya.

Tugu sepeda motor tersebut, dibangunnya tepat di depan rumah.

Untuk proses pembangunan tugu motor peringatan bencana gempa bumi dan tsunami Palu, Bobi dibantu oleh warga setempat.

Rencananya, Bobi akan membuat lagi satu tugu yang sama, tetapi dengan jenis motor yang berbeda.

"Motor antik saya juga rusak akibat tsunami, rencana akan saya bikin juga tugunya," jelasnya.

Bobi mengungkapkan, di Kota Palu perlu dibangun sebuah monumen untuk mengingatkan kembali peristiwa bencana di masa lalu.

Supaya anak cucu  bisa tahu bencana gempa dan tsunami yang pernah terjadi di daerahnya di masa lampau.

"Tapi juga perlu dijaga kelestariannya, karena (selain) pengingat, ini juga sebagai penyelamat anak cucu kita di masa akan datang," katanya.

 

Hingga saat ini, Bobi memang secara swadaya dan melalui bantuan NGO melakukan proses pemulihan.

Salah satunya adalah dengan melakukan transplantasi terumbu karang di laut Kelurahan Mamboro.

Sebab, terumbu karang di sepanjang pantai Kecamatan Palu Utara rusak diterjang tsunami pada 28 September 2018.

"Kami berusaha yang terbaiklah, tidak usah menunggu pemerintah dulu, sama dengan mengharapkan sesuatu yang tak pasti," pungkasnya.

(Tribunpalu.com/Abdul Humul Faaiz/Muhakir Tamrin)

Sumber: Tribun Palu
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved