MPR Sebut Ada Wacana Penambahan Masa Jabatan Presiden, PDI-P: Tak Ada Urgensi untuk Ubah Konstitusi
Ketua DPP PDI-P, Ahmad Basarah menganggap bahwa saat ini tidak ada urgensi untuk menambah masa jabatan presiden.
TRIBUNPALU.COM - Belakangan ini beredar informasi mengenai wacana penambahan masa jabatan presiden.
Dilansir dari tayangan Youtube Kompas TV, Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dari Fraksi PPP, Arsul Sani menyebut saat ini ada wacana untuk melakukan amandemen UUD 1945.
Meski begitu, Arsul Sani mengungkapkan bahwa sebenarnya dalam internal MPR sendiri hal itu belum pernah dibahas.
"Dari internal MPR belum pernah membahas apalagi meluncurkan wacana itu," ungkapnya.
Namun Arsul Sani mengatakan bahwa karena Indonesia merupakan negara demokrasi, maka tidak masalah apabila ada sejumlah pihak yang menyampaikan gagasan seperti itu.
"Karena ini negara demokrasi, tentu boleh-boleh saja menyampaikan pendapat.
Misal masa jabatan presiden saat ini dua kali dianggap belum cukup, kemudian ingin ditambah jadi tiga kali," ujarnya.
• Partai Gerindra Tolak Wacana Penambahan Masa Jabatan Presiden
Ia juga menambahkan selain penambahan masa jabatan menjadi tiga periode, juga muncul wacana agar masa jabatan presiden menjadi hanya satu periode namun delapan tahun.
Menurut Arsul berkaitan dengan wacana seperti penambahan masa jabatan presiden ini tidak perlu terburu-buru menyatakan setuju atau tidak setuju.
Ia berpendapat agar wacana ini dibiarkan berkembang di masyarakat.
"Nah nanti kita lihat argumentasinya, baik dari sisi filosofis, yuridis, maupun sosiologisnya seperti apa. Tidak perlu terburu-buru mengatakan setuju atau tidak setuju," kata Arsul.
Sementara itu Ketua DPP PDI-P, Ahmad Basarah menganggap bahwa saat ini tidak ada urgensi untuk menambah masa jabatan presiden.
• Daftar Staf Khusus Presiden Jokowi: Ada Putri Tanjung,Pemuda Asal Papua, hingga Penyandang Tunarungu
• Didominasi Kaum Milenial, 7 dari 13 Staf Khusus Baru Presiden Joko Widodo Berusia 20-30 Tahun
Menurut Ahmad Basarah yang terpenting saat ini ialah adanya kesinambungan antara satu pemimpin dengan yang lain.
"Kami memandang tidak ada urgensinya untuk mengubah konstitusi kita yang menyangkut tentang masa jabatan presiden," ujarnya.
Masa jabatan dua periode atau lima tahun kali dua dianggap sudah cukup bagi sebuah pemerintahan nasional untuk bisa menjalankan pembangunan nasional yang berkesinambungan.