Pilkada 2020

Belum Ada Landasan Hukum, Wacana e-Rekap dari KPU Mendapat Kritik dari Bawaslu

Bawaslu khawatir apabila nantinya KPU menyatakan hitungan hasil pemungutan suara pilkada yang paling sah adalah berdasarkan e-rekap

TRIBUNPALU.COM/Muhakir Tamrin
simulasi pemilu 

Selanjutnya, tugas penting KPU dalam mempersiapkan penerapan e-rekap adalah menuangkannya dalam peraturan perundang-undangan.

Evi mengatakan, aturan soal e-rekap ini nantinya akan dimuat dalam Peraturan KPU (PKPU).

"Nanti kita akan atur di dalam peraturan KPU kita langkah apa yang harus dilakukan untuk kemudian e-rekap ini juga bisa berjalan walaupun misalnya ada kendala di internet di TPS tersebut," ujar Evi.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi ( Perludem) Titi Anggraini menyarankan adanya revisi terbatas Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Salah satu alasannya adalah revisi ini diperlukan untuk memperkuat legitimasi pemberlakuan e-rekap.

Wacana yang juga muncul atas usulan KPU itu dinilai masih memerlukan payung hukum yang kuat sebelum nantinya benar-benar direalisasikan.

"Meskipun e-rekap pada akhirnya tidak diberlakukan (di Pilkada) 2020, (revisi UU Pilkada) dia menjadi dasar pijak sangat kuat bagi penerapan rekapitulasi elektronik di Indonesia," kata Titi.

Untuk diketahui, Pilkada 2020 akan digelar di 270 wilayah di Indonesia. 270 wilayah ini meliputi 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. Adapun hari pemungutan suara Pilkada 2020 jatuh pada 23 September tahun depan.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Belum Punya Dasar Hukum, Rencana Penerapan e-Rekap Dikritik Bawaslu", 

Sumber: Kompas.com
Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved