Bukan Rudal, Ini Serangan Mengerikan Iran yang Sempat Membuat Amerika Kedodoran
Pakar Timur Tengah Universitas Indonesia Abdul Muta'ali memberikan tanggapan terkait aksi balas dendam Iran ke Amerika Serikat.
Pasca-serangan rudal yang menewaskan Komandan Pasukan Quds, Qasem Soleimani dan Kepala Hashed, Abu Mahdi al-Muhandis di Bandara Internasional Baghdad, Irak, Jumat (3/1/2020) pemerintah Iran membuat sayembara.
Sayembara tersebut yakni ditujukan kepada siapapun yang berhasil membunuh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
Hal tersebut diketahui dari siaran resmi pemerintah Iran.
Tak tanggung-tanggung, Iran menawarkan hadiah sebesar 80 juta dolar Amerika Serikat atau setara dengan Rp 1,1 triliun untuk membayar kepala Donald Trump.
Hadiah itu didapat dari per kepala warga Iran yang mewakili setiap dolar dari total imbalan itu.
Dikutip dari en24 via Tribunnews.com, hal tersebut setara dengan jumlah penduduk Iran.
"Iran memiliki 80 juta penduduk. Berdasarkan populasi Iran, kami ingin mengumpulkan 80 juta dolar Amerika untuk hadiah bagi mereka yang bisa membawa kepala Presiden Trump," bunyi pengumuman seperti dilansir en24.
Selain itu, Iran juga menargetkan White House alias Gedung Putih untuk membalas dendam terkait serangan Amerika Serikat yang menewaskan dua tokoh penting Iran.
• BREAKING NEWS: Pesawat Berpenumpang 180 Orang Jatuh di Dekat Bandara Internasional Iran
• Konflik Iran-AS Memanas, Kemenlu Keluarkan 7 Poin Imbauan untuk WNI

Dilansir Daily Mirror, hal itu diungkapkan anggota parlemen Iran, Abolfazl Aboutorabi pada Minggu (5/1/2020).
"Kami bisa menyerang Gedung Putih sendiri," kata Aboutorabi.
"Kami bisa menyerang mereka di tanah Amerika. Kami punya kekuatan, insya Allah kami akan menyerang pada waktu yang tepat," imbuhnya.
Pernyataan Aboutorabi itu diiringi sumpah Iran yang akan balas dendam atas kematian Qasem Soleimani.
Sementara pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah, memperingkatkan pangkalan, kapal perang, dan tentara Amerika Serikat.
Ia mengatakan mereka semua (Amerika, red) akan membayar 'harga' karena telah membunuh Soleimani.
"Saat peti mati prajurit dan perwira Amerika mulai diangkut ke Amerika Serikat, Trump dan pemerintahannya akan menyadari mereka benar-benar telah kehilangan wilayahnya," ujar Nasrallah.