Kenaikan Iuran BPJS Dibatalkan, Ini Alasan Mahkamah Agung Membatalkannya
Mahkamah Agung (MA) resmi membatalkan kenaikan Iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
TRIBUNPALU.COM - Mahkamah Agung (MA) resmi membatalkan kenaikan Iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Setelah menjadi polemik, akhirnya keputusan Peraturan Presiden (Perpres) 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan resmi dibatalkan.
Kabiro Hukum dan Humas MA, Abdullah menjelaskan alasan dibatalkannya kenaikan iuran BPJS.
Menurutnya pembatalan ini dilakukan berdasarkan berbagai pertimbangan, mulai pertimbangan filosofis hingga berdasarkan objek keadilan.
"MA telah membatalkan melalui Juridical Review. Ada beberapa pertimbangan antara lain pertimbangan filosofis bahwa pada prinsipnya jaminan sosial yang mencakup jaminan kesehatan itu merupakan Hak Asasi Manusia dan salah satu kesejahteraan yang harus diwujudkn sesuai cita-cita pendiri Republik Indonesia."
"Sebagaimana termaktub dalam Undang-undang negara Indonesia tahun 1945 adalah kewajiban negara dimana kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk berbagai upaya kesehatan kepada masyarakat melalui penyeleggaranaan pembanguanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat hal ini tercatum dalam pasal 28h ayat 1 dan 3 serta pasal 34 ayat 1, 2 dan 3 UUD 1945
Ini pertimabgan filosofis," ujarnya.
Selain itu ada pertimbangan keadilan dimana kenaikan iuran BPJS ini membebani hidup masyarakat.
"Pertimbangan lain berdasarkan objek keadilan. Tidak mempertimbangkan kemampuan dan beban hidup yang layak yang harus ditanggung oleh masyarakat kenaikan iuran seharusnya tidak dilakukan saat ini."
"Saat ini kemampuan masyarakat tidak meningkat bahkan beban hidup meningkat tanpa diimbangi perbaikan dan peningkatan dengan kualitas dan fasiitas kesehatan yang diperoleh dari BPJS," imbuhnya dilansir melalui YouTube TalkShow tvOne, Senin (9/3/2020).
Menurutnya keputusan ini sudah dipertimbangkan dengan matang oleh MA dan berharap pemerintah dapat lebih bijak mengatur anggaran kesehatan.

"MA sudah mepertimbangka baik yuridis, filosofis maupun sosiologis. bahkan pertimbangan sosiologisnya negara sebagi pemegang kebijakan berbuat lebih bijak dimana anggaran kesehatan yang mendapat porsi minimal 5% dari APBN."
"Saya yakin pemerintah akan melaksanakan karena ini untuk kepentingan warga negara Indonesia sesuai amanat UUD 1945 meningkatkan kesehjahteraan umum," ungkapnya.
Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) menerima dan mengabulkan sebagian uji materi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan.
Permohonan uji materi itu diajukan Komunitas Pasien Cuci Darah (KPCDI).
Juru bicara MA, hakim agung Andi Samsan Nganro, mengonfirmasi putusan tersebut.
Mereka merasa keberatan terhadap kenaikan iuran.

Kemudian, mereka menggugat ke MA dan meminta kenaikan itu dibatalkan.
"Perkara Nomor 7 P/HUM/2020 perkara Hak Uji Materiil, Kamis 27 Februari 2020 putus," kata dia, saat dihubungi, Senin (9/3/2020) dikutip Tribunnews.com.
Persidangan dipimpin ketua majelis yaitu Supandi dengan anggota Yosran dan Yodi Martono Wahyunadi.
Pada putusannya, MA membatalkan kenaikan iuran BPJS per 1 Januari 2020.
Dengan dibatalkannya pasal di atas, maka iuran BPJS kembali ke iuran semula, yaitu:
a. Sebesar Rp 25.500 untuk kelas 3
b. Sebesar Rp 51 ribu untuk kelas 2
c. Sebesar Rp 80 ribu untuk kelas 1
Soal batalnya aturan kenaikan BPJS Kesehatan tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati angkat bicara soal dibatalkannya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan oleh MA.
Perpres tersebut berisi tentang aturan kenaikan iuran yang harus dibayarkan masyarakat ke asuransi kesehatan pelat merah itu.

• MA Batalkan Kenaikan Iuran BPJS, Iuran Kelas III Kembali ke Rp 25 Ribu
Seperti dikutip dari Kompas.com, Sri Mulyani memberikan tanggapannya di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (9/3/2020).
"Ya ini kan keputusannya memang harus lihat lagi implikasinya kepada BPJS begitu ya. Kalau dia secara keuangan akan terpengaruh, nanti kita lihat bagaimana BPJS Kesehatan akan bisa sustain," kata Sri Mulyani.
Ia mengatakan, BPJS Kesehatan memiliki banyak manfaat besar dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat secara luas.
Namun dari sisi keuangan, asuransi ini justru merugi.
"Sampai dengan, saya sampaikan dengan akhir Desember, kondisi keuangan BPJS meskipun saya sudah tambahkan Rp 15 triliun, dia masih negatif, hampir sekitar Rp 13 triliun," ujarnya.
Melihat situasi ini, Sri Mulyani pun akan mengkaji kembali.
"Jadi kalau sekarang dengan hal ini, adalah suatu realita yang harus kita lihat. Kita nanti review-ah ya," lanjut Sri Mulyani.
• Ada WNI yang Positif Corona, Apakah Ditanggung BPJS Kesehatan?
Pasal yang dinyatakan batal dan tidak berlaku berbunyi:
Pasal 34
(1) Iuran bagi Peserta PBPU dan Peserta BP yaitu sebesar:
a. Rp 42.OOO,00 (empat puluh dua ribu rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III.
b. Rp 110.000,00 (seratus sepuluh ribu rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II; atau
c. Rp 160.000,00 (seratus enam puluh ribu rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.
(2) Besaran Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2020.
Dengan dibatalkannya pasal di atas, maka iuran BPJS kembali ke iuran semula, yaitu:
a. Sebesar Rp 25.500 untuk kelas 3
b. Sebesar Rp 51 ribu untuk kelas 2
c. Sebesar Rp 80 ribu untuk kelas 1
(TribunPalu.com/Kompas.com)(Tribunnews.com/Faisal Mohay/Glery Lazuardi)