Kebijakan Darurat Sipil untuk Cegah Corona, Rocky Gerung: Pemerintah Pelit Keluarkan Uang
Rocky Gerung kembali memberikan sentilan kepada Presiden Joko Widodo terkait dengan kebijakan menerapkan darurat sipil untuk penanganan corona.
TRIBUNPALU.COM - Pengamat politik Rocky Gerung kembali memberikan sentilan kepada Presiden Joko Widodo terkait dengan kebijakan menerapkan darurat sipil untuk penangan virus corona atau covid-19 di Indonesia.
Sebelumnya Presiden Jokowi mengatakan perlunya diterapkan kebijakan darurat sipil untuk penanganan Covid-19.
Kebijakan tersebut akan beriringan dengan kebijakan physical distancing.
Rocky Gerung menilai dengan diterapkannya kebijakan tersebut, pemerintah pusat justru terlihat lepas tangan dan menginginkan virus corona ini diselesaikan di masing-masing daerah.
Hal ini disampaikan Rocky Gerung lewat video yang diunggah di akun Youtube pribadinya.
"Yang terjadi itu pemerintah ingin virusnya pindah ke daerah, jadi sebenarnya dia mau usir virus itu ke daerah supaya diselesaikan di daerah," ujar Rocky Gerung.
• Bahaya Virus Corona Dapat Diketahui dari Gejala Ringan hingga Berat, Simak 11 Cara Pencegahannya
• Corona Makin Mewabah, Inggris dan Australia Desak Warganya untuk Segera Tinggalkan Indonesia
Hal ini diperkuat dengan keputusan pemerintah pusat yang melarang setiap pimpinan daerah untuk melakukan lockdown lokal di daerahnya.
"Tapi sekaligus dia bilang daerah jangan lockdown gitu,kalau lockdown artinya tidak ada orang yang bisa keluar masuk di situ artinya beban ekonominya bisa sangat berat, bisa timbul lagi kerusuhan," sambung Rocky Gerung.
Lebih lanjut Rocky Gerung merasa bahwa saat ini pemerintah sedang kebingungan dalam menentukan situasi saat ini.
Oleh karena itu pemerintah akhirnya membuat kebijakan untuk menerapkan darurat sipil.
"Jadikan itu konyolnya pemerintah nggak bisa bedain ini situasi pandemi, bencana atau potensi rusuh itu , di dalam kebingungan itu ya dia asal ngomong aja kan," ungkapnya.
Tak hanya itu, penerapan darurat sipil tersebut juga dilakukan lantaran pemerintah tidak memiliki cukup uang untuk melakukan lockdown.
"Hey ini PPSB, perluasan pembatasan secara besar-besaran dengan kata lain kami nggak mau bikin karantina karena kami nggak punya duit, jadi silahkan virus pindah ke daerah dan kami bebankan itu ke daerah, itu kan prinsipnya."
"Jadi kelihatannya konsepnya nggak ada," paparnya.
Menurut Rocky Gerung keputusan yang paling tepat untuk penanganan covid-19 saat ini hanyalah melakukan kebijakan lockdown.
"Menyelamatkan nyawa artinya lockdown udah, konsekuensnya keluarin APBD, APBN, tapi pemerintah pelit kan , makannya dia pindahin aja ke daerah itu artinya dia nggak punya beban, " imbuhnya.
Lantas Rocky Gerung menyimpulkan bahwa kebijakan darurat sipil ini sengaja diambil lantaran pemerintah tidak ingin membiayai kebutuhan logistik masyarakat selama tiga bulan.
"Tapi kalau pemerintah yang bilang darurat sipil artinya mau menghindari tugas dia untuk membiayai kebutuhan ekonomi logistik masyarakat selama tiga bulan."
"Karena nggak ada kewajiban pemerintah untuk membiayai kalau keadaan darurat sipil , logika dibelaka itu adalah pemerintah pelit untuk mengeluarkan uangnya," pungkasnya.
• Miris Ada Warga yang Tolak Jenazah Covid-19, Ganjar: Jangan Tambah Perasaan Sakit Keluarganya
Dinilai perlu oleh Jokowi, lalu apa sebenarnya kebijakan darurat sipil?
Keadaan darurat sipil ternyata diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1959 tentang Pencabutan Undang Undang No.74 Tahun 1957 dan Penetapan Keadaan Bahaya.
Peraturan tersebut mengatur tentang keadaan bahaya suatu wilayah.
Darurat sipil merupakan keadaan bahaya yang ditetapkan oleh Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang di seluruh atau sebagian wilayah NKRI.
Dalam Pasal 1, disebutkan bahwa keadaan darurat sipil berlaku apabila keamanan atau ketertiban hukum di seluruh wilayah atau di sebagian wilayah Negara Republik Indonesia terncam oleh pemberontak, kerusuhan-kerusuhan atau akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa.
Berikut ini bunyi Pasal 1:
Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang menyatakan seluruh atau sebagian dari wilayah Negara Republik Indonesia dalam keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat sipil atau keadaan darurat militer atau keadaan perang, apabila :
1. Keamanan atau ketertiban hukum diseluruh wilayah atau disebagian wilayah Negara Republik Indonesia terancam oleh pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan atau akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa;
2. Timbul perang atau bahaya perang atau dikhawatirkan perkosaan wilayah Negara Republik Indonesia dengan cara apapun juga;
3. Hidup Negara berada dalam keadaan bahaya atau dari keadaan-keadaan khusus ternyata ada atau dikhawatirkan ada gejala-gejala yang dapat membahayakan hidup Negara.
• Ahli Membuat 3 Skenario Ini untuk Memperkirakan Waktu Berakhirnya Pendemi Corona di Indonesia
Dalam Pasal 3 disebutkan bahwa penguasa tertinggi keadaan bahaya dilakukan oleh Presiden/Panglima Tertinggi selaku penguasa darurat sipil Pusat/Penguasa Darurat Militer Pusat/Penguasa Perang Pusat.
Berikut ini badan yang akan membantu Presiden dalam keadaan darurat sipil:
1. Menteri Pertama;
2. Menteri Keamanan/Pertahanan;
3. Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah;
4. Menteri Luar Negeri;
5. Kepala Staf Angkatan Darat;
6. Kepala Staf Angkatan Laut;
7. Kepala Staf Angkatan Udara;
8. Kepala Kepolisian Negara.
Pada Bab II mulai dari Pasal 8 hingga Pasal 21, dijelaskan mengenai keadaan darurat sipil, termasuk kewenangan-kewenangan dari Penguasa darurat sipil Pusat dan Daerah.
Penguasa Darurat Sipil Daerah yang dimaksud yakni kepala daerah serendah-rendahnya kepala daerah tingkat II (bupati/wali kota).
Kepala Daerah tersebut akan dibantu oleh Komandan Militer tertinggi daerah, Kepala Polisi daerah, serta Pengawas/Kepala Kejaksaan daerah.
Namun, meski sempat disinggung Jokowi, penerapan darurat sipil disebut merupakan langkah terakhir yang akan diambil pemerintah.
Hal ini disampaikan oleh Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman.
Penerapan darurat sipil saat ini masih dalam tahap pertimbangan.
"Penerapan Darurat Sipil adalah langkah terakhir yang bisa jadi tidak pernah digunakan dalam kasus Covid-19," kata Fadjroel dalam keterangan tertulis, Senin (30/3/2020), mengutip dari Kompas.com.
(TribunPalu.com/Tribunnews.com/Kompas.com)