Didi Kempot Meninggal Dunia
Kaesang Pangarep Terkesan dengan Sosok Didi Kempot yang Tolak Royalti Kaus Bergambar Lord Didi
Kaesang Pangarep berkisah ketika ia bermaksud meminta izin karena perusahaan miliknya akan mencetak kaos bergambar Didi Kempot.
TRIBUNPALU.COM - Kepergian maestro campursari Didi Kempot meninggalkan duka dan kenangan yang mendalam bagi banyak orang.
Termasuk Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Adik Gibran Rakabuming Raka ini pun terkesan dengan pribadi Didi Kempot dan ia teringat akan satu hal.
Kaesang berkisah ketika ia bermaksud meminta izin karena perusahaan miliknya akan mencetak kaos bergambar Didi Kempot.
• Eksploitasi 18 ABK asal Indonesia di Kapal China Disebut sebagai Perbudakan Modern
• LAPAN Bantah Asteroid bakal Tabrak Bumi pada 8 Mei 2020, Kecepatannya 5,72 Kilometer per Detik
Kaesang pun berkomunikasi dengan Didi Kempot dan menyampaikan niatnya.
Saat Kaesang membahas soal royalti, Didi Kempot justru enggan membicarakan itu.
Didi tak mau menerima royalti dari penjualan kaos itu.
Ia justru mendorong agar Kaesang segera memproduksi kaos bergambar dirinya, tanpa memikirkan soal materi.
Kisah ini Kaesang bagikan di akun Twitternya
"The Godfather of Broken Heart meninggalkan sebuah kesan ke saya secara pribadi."
"Perusahaan saya minta ijin ke beliau untuk produksi kaos dengan gambar beliau dan beliau tidak mau meminta royalty sepeser pun, malahan disuruh cepetan produksi supaya beliau bisa pakai juga," tulis Kaesang dikutip Warta Kota, Kamis (7/5/2020).
Penyebab meninggal
Penyanyi campursari Didi Kempot meninggal dunia di Rumah Sakit (RS) Kasih Ibu di Solo, Jawa Tengah, pada Selasa (5/5/2020).
Terkait kronologi kematian maestro campursari berusia 53 tahun itu, dikutip dari Tribunnews.com, menurut keterangan resmi dokter yang menangani Didi Kempot, dr. Divan Fernandes, bahwa almarhum tiba di IGD RS Kasih Ibu dalam kondisi tidak sadar, henti nafas, dan henti jantung.
Menanggapi kronologi tersebut, menurut dokter spesialis jantung dan pembuluh darah, DR.dr. Antonia Anna Lukito, SpJP(K), FIHA, FSCAI, FAPSIC, FAsCC, sebenarnya belum jelas penyebab kematian Didi Kempot karena serangan jantung atau bukan.
Pasalnya, ketika sampai di rumah sakit kondisinya bisa jadi sudah meninggal.
"Jadi dokter kesulitan untuk mendiagnosis. Diagnosis yang biasanya dalam kondisi seperti ini adalah sudden death atau kematian mendadak, karena dasarnya sangat sedikit untuk mendasari dalam mendiagnosis," kata Antonia Anna kepada Wartakotalive.com, Selasa (5/5/2020).
Dia memaparkan, kematian mendadak tersebut, memang yang paling banyak diakibatkan jantung. Oleh karena itu, ada dugaan, akan tetapi tidak lantas pasti.
"Apalagi kalau meninggalnya dalam kondisi sedang tidur. Kalau memang dalam kondisi tidur, kemungkinan besar serangan jantung yang fatal," katanya.
Serangan jantung yang fatal, biasanya, terhentinya suplai darah ke otot jantung dan mengakibatkan kerusakan jantung yang luas dan menimbulkan gangguan irama, sehubungan terhentinya pasokan oksigen ke otot jantung.
"Itu paling umum ya. Tapi, kemungkinan lain-lainnya masih ada," ujarnya.
• Viral Video Jenazah ABK asal Indonesia di Kapal China Dibuang ke Laut, Diduga Pelanggaran HAM
• Curhat Hotman Paris Ingin Hidup Sederhana, Aa Gym: Ingat Ini Semua hanya Titipan, cuma Casing
Kemungkinan lain-lainnya itu kata Antonia Anna, misalnya, asma akut. Tapi, biasanya asma akut sebelum meninggal, pasien biasanya akan mengalami sesak nafas dulu.
Dan kemungkinan lainnya, adalah murni gangguan irama. "Akan tetapi, biasanya hal ini tidak bisa mendadak," katanya.
Sedangkan gangguan irama itu sendiri, lanjut Antonia Anna, juga banyak macamnya dan bervariasi.
Hal itu, bisa dikarenakan gangguan irama dari lahir yang tidak ketahui, atau gangguan irama yang timbul oleh berbagai masalah dan istilahnya lingkungan.
Misalnya, karena kecapekan, minum kopi atau teh yang berlebihan, kurang tidur atau kurang istirahat, banyak pikiran, dan lainnya.
Sedangkan gangguan irama, bisa karena jantung koroner (pembuluh darah jantung), karena gangguan otot jantung, atau otot jantung murni, atau listrik jantung murni, atau katup jantung.
"Kalau karena lingkungan tadi, bisa saja campuran jantung dengan lingkungan atau lingkungan saja," kata Antonia Anna.
Dia menekankan, sebenarnya yang lingkungan itu, biasanya dan pada umumnya bukan penyebab, tapi lingkungan adalah pencetus.
"Jadi penyebab dan pencetus itu beda," katanya.
• Menhub Budi Karya Buka Layanan Transportasi, Mensesneg Pratikno Tegaskan Mudik tetap Dilarang
Dia menjelaskan, kalau penyebab misalnya, penyebab kematian mendadak itu adalah salah satunya penyumbatan koroner.
Sedangkan kalau pencetus misalnya, dia sedang emosi atau sedang capek mendadak serangan jantung.
"Kalau saya melihat kegiatan almarhum (Didi Kempot) yang seabrek-abrek luar biasa itu, dengan aksi kemanusiannya yang luar biasa, kemungkinan kecapekan sebagai pencetus itu sangat mungkin," ungkap Antonia Anna.
Jadi sebelumnya, mungkin almarhum sudah ada pencetusnya, tapi tidak sempat dikendalikan, kontrol ke rumah sakit, dokter, atau sudah konsultasi tapi waktu itu belum berat.
"Kondisinya masih stabil, sehingga tidak perlu pengobatan dan lainnya. Atau kondisi stabil kemudian karena kecapekan menjadi tidak stabil. Jadi kecapekan menjadi sebagai pencetus," katanya.
Atau memang sebenarnya beberapa hari ini, almarhum sudah mulai ada gejala seperti serangan jantung dan sebelumnya sudah mengalami tidak enak badan.
Antonia Anna kembali menjelaskan, gejala serangan jantung itu sendiri ada yang tidak jelas dan ada yang jelas.
Gejala serangan jantung yang tidak jelas itu misalnya, saat dicek EKG (elektrokardiogram) hasilnya masih normal, dicek enzim jantungnya masih normal.
Oleh sebab itu, kata Antonia Anna, untuk menyikapi hal seperti itu caranya, mempertajam seseorang ada kemungkinan serangan jantung atau tidak.
"Artinya harus waspada diri. Waspada itu harus introspeksi diri. Misalnya, saya ini merokok atau tidak, saya ini punya darah tinggi tidak, saya punya kencing manis tidak, kolesterol saya bagaimana? Saya olahraga atau tidak, saya stres atau tidak," katanya.
"Dan satu lagi faktor yang penting, saya ada faktor keturunan tidak. Jadi harus instropeksi, kebanyakan orang mengabaikan. Mereka merasa, ah saya masih muda, nggak mungkin, saya tidak ada keluhan jadi nggak mungkin," ucapnya.
Padahal, lanjut Antonia Anna, di dunia kedokteran ada istilah yang namanya "silent killer."
Dia mencontohkan, orang hipertensi atau darah tinggi sebagian besar tidak ada keluhan.
Begitu juga, orang yang kencing manis (diabetes) sebagian besar tidak ada keluhan.
"Keluhan itu baru mulai timbul apabila, tensi dan gulanya sudah tinggi sekali," katanya.
Oleh sebab itu, banyak faktor risiko yang sifatnya silent. Jadi orang hanya instrospeksi diri berdasarkan gejala, itu salah dan sudah terlambat.
"Kalau kita menunggu gejala timbul, sudah terlambat. Apalagi usia almarhum sudah 53 tahun. Padahal laki-laki biasanya 40 tahun dianjurkan untuk check-up kesehatan," kata Kepala Departemen Kardiovaskular di Universitas Pelita Harapan dan Pusat Jantung Rumah Sakit (RS) Siloam Lippo Village itu.
(Feryanto Hadi)
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Kisah Didi Kempot Menolak Uang Royalti saat Kaesang Pangarep Produksi Kaos Bergambar Lord Didi