Iuran BPJS Kesehatan Kembali Naik: MA Tak akan Campur Tangan, Ada Konsekuensi Presiden Dimakzulkan

Kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan pun menuai tanggapan dari sejumlah pihak.

Instagram.com/sekretariat.kabinet
Presiden Joko Widodo (Jokowi) 

TRIBUNPALU.COM - Di tengah pandemi wabah virus corona Covid-19, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan untuk kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan.

Kenaikan iuran BPJS Kesehatan tertuang dalam Peraturan Presdien (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Peraturan Presiden tentang naiknya iuran BPJS Kesehatan telah diteken Joko Widodo pada Selasa (5/5/2020).

Kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan pun menuai tanggapan dari sejumlah pihak.

Terkait hal ini, Mahkamah Agung (MA) menegaskan tidak akan ikut campur soal kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

Juru Bicara MA, Andi Samsan Nganro, mengatakan hal tersebut merupakan wilayah kewenangan pemerintah.

Ilustrasi BPJS Kesehatan - Presiden Jokowi menaikkan iuran BPJS Kesehatan kembali setelah sempat dibatalkan oleh MA akhir tahun lalu.
Ilustrasi BPJS Kesehatan - Presiden Jokowi menaikkan iuran BPJS Kesehatan kembali setelah sempat dibatalkan oleh MA akhir tahun lalu. (Kompas.com/ Luthfia Ayu Azanella)

"Mahkamah Agung tidak akan mencampuri dan tidak akan menanggapi, sebab hal tersebut merupakan wilayah kewenangan pemerintah," katanya, Rabu (13/5/2020), dilansir Kompas.com.

Update WNI Positif Covid-19 di Luar Negeri Kamis, 14 Mei 2020: Tercatat 394 Orang Dinyatakan Sembuh

WHO Sebut Konsep Herd Immunity tanpa Vaksin untuk Tangani Covid-19 Berbahaya

MA menyebutkan akan mengadili perkara itu apabila ada pihak keberatan yang mengajukan kepada pihaknya.

"Dan itupun apabila ada pihak yang berkeberatan bertindak sebagai pemohon, yang mengajukan ke MA," tandasnya.

Mengenai pemerintah menaikkan kembali iuran BPJS Kesehatan, MA hanya berkeyakinan Jokowi sudah melakukan pertimbangan secara seksama.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IX DPR dri Fraksi PKS, Anshory Siregar, meminta Jokowi membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

Dikutip dari Kompas.com, Anshory meminta Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan dicabut.

Anshory menilai pemerintah tidak peka dan empati pada masyarakat yang saat ini tengah dilanda kesusahan akibat virus corona.

Tak hanya itu, menurut Anshory pemerintah juga tidak memberikan contoh yang baik dalam ketaatan hukum.

Sejumlah pekerja berjalan usai bekerja di perkantoran di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan, Senin (4/5/2020). Hingga hari ke-21 pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Pemprov DKI Jakarta telah menutup sementara 126 perusahaan yang melanggar Pergub Nomor 33 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan PSBB dalam Penanganan Covid-19. Tribunnews/Irwan Rismawan
Sejumlah pekerja berjalan usai bekerja di perkantoran di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan, Senin (4/5/2020). Hingga hari ke-21 pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Pemprov DKI Jakarta telah menutup sementara 126 perusahaan yang melanggar Pergub Nomor 33 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan PSBB dalam Penanganan Covid-19. Tribunnews/Irwan Rismawan (Tribunnews/Irwan Rismawan)

"Pemerintah tidak peka dan terbukti tidak empati dengan situasi masyarakat yang sedang dilanda pandemi wabah Covid 19, di mana masyarakat sedang susah dan menderita namun justru menaikan iuran BPJS Kesehatan" tuturnya dalam keterangan tertulis, Rabu.

Memiliki Konsekuensi Dimakzulkan

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari, mengatakan langkah Presiden Jokowi menaikkan kembali iuran BPJS Kesehatan yang telah dibatalkan MA, memiliki konsekuensi serius sebagai bentuk pelanggaran konstitusi.

Ia mengatakan akan ada kemungkinan presiden bisa dimakzulkan.

"Untuk tindakan seperti itu presiden bisa diangket atau bahkan impeachment (dimakzulkan)," ujar Feri, Rabu, kepada Kompas.com.

Fadli Zon Minta Kenaikan Iuran BPJS Dibatalkan: Rakyat sudah Jatuh, Tertimpa Tangga, Dilindas Mobil

Cerita Penggali Kubur Jenazah Pasien Covid-19 di Jakarta: Disemprot Disinfektan, Sudah Kayak Burung

Presiden Joko Widodo memimpin pelantikan Ketua Mahkamah Agung di Istana Negara, Jakarta Pusat, Kamis (30/4/2020). Syarifuddin dilantik Presiden Joko Widodo menjadi Ketua Mahkamah Agung menggantikan Hatta Ali yang memasuki masa pensiun. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN/POOL
Presiden Joko Widodo memimpin pelantikan Ketua Mahkamah Agung di Istana Negara, Jakarta Pusat, Kamis (30/4/2020). Syarifuddin dilantik Presiden Joko Widodo menjadi Ketua Mahkamah Agung menggantikan Hatta Ali yang memasuki masa pensiun. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN/POOL (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN/POOL)

Feri mengatakan, Jokowi dianggap menentang putusan peradilan dengan menerbitkan perpres baru yang juga berisi kenaikan iuran BPJS.

"Jika itu disengaja, presiden bisa berbahaya karena itu dapat menjadi alasan sebagai pelanggaran konstitusi," ucapnya.

Diketahui, Jokowi sempat menaikkan iuran BPJS Kesehatan pada akhir tahun lalu yang tertuang dalam Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan.

Namun, MA menerbitkan putusan Nomor 7/P/HUM/2020 yang membatalkan perpres tersebut.

Lebih lanjut, Feri menjelaskan putusan MA bersifat final dan mengikat pada semua orang, termasuk presiden.

Hal ini tertuang dalam UU tentang MA dan UU Kekuasaan Kehakiman, dimana Pasal 31 UU MA menyatakan peraturan perundang-undangan yang dibatalkan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Demi Viral Saat Pandemi Corona, Wanita ini Buat Prank Kejang-kejang dan Mengaku Positif Covid-19

Apakah Anda Termasuk Penerima Bansos Covid-19 selama PSBB di DKI Jakarta? Cari Tahu Lewat Situs Ini

 

Rincian BPJS Kesehatan setelah Naik

Ilustrasi BPJS
Ilustrasi BPJS (KOMPAS.com/Retia Kartika Dewi)

- Iuran peserta mandiri kelas I yang saat ini sebesar Rp 80.000, naik menjadi Rp 150.000.

- Iuran peserta mandiri kelas II yang kini Rp 51.000, menjadi Rp 100.000.

- Iuran peserta mandiri kelas III naik dari Rp 25.000 menjadi Rp 42.000.

Dilansir Kompas.com, bagi peserta mandiri kelas III akan diberikan subsidi sebanyak Rp 16.500.

Sehingga nantinya jumlah yang akan dibayarkan tetap Rp 25.500.

Meski begitu, pada 2021 mendatang, subsidi dari pemerintah akan berkurang Rp 7.000.

Ini berarti jumlah yang harus dibayarkan peserta mandiri kelas III adalah sebesar Rp 35.000.

(Tribunnews.com/Pravitri Retno W, Kompas.com/Sania Mashabi/Haryanti Puspa Sari/Fitria Chusna Farisa/Ihsanuddin)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Iuran BPJS Naik lagi, MA Tak akan Campuri hingga Pengamat Sebut Miliki Konsekuensi Serius

Sumber: Tribunnews.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved