Iuran BPJS Kesehatan Naik Lagi, Ahli: Lebih Baik Pemerintah Perbaiki Strukturnya Dulu

Ahli Hukum Tata Negara dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Dr Agus Riewanto SH SAg MAg, menanggapi naiknya iuran BPJS Kesehatan.

Tribun Timur
ILUSTRASI BPJS Kesehatan. Ahli Hukum Tata Negara dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Dr Agus Riewanto SH SAg MAg, menanggapi naiknya iuran BPJS Kesehatan di tengah pandemi virus corona Covid-19. 

Aspek kedua yang disoroti Agus adalah mengenai penyakit katarak.

Menurutnya, penyakit katarak bisa dikategorikan bukan sakit berat yang biayanya harus ditanggung pemerintah.

"Kalau dilihat dari aspek tertentu sebenarnya orang katarak ini sakit alamiah."

"Bukan sakit berat yang harus ditanggung pemerintah, itu besar nilainya," papar Agus.

Lebih lanjut, aspek ketiga yang disebut Agus adalah soal terapi medik.

"Terapi medik itu juga tinggi nilainya, terapi harusnya dibatasi, padahal terapi itu buat penyembuhan," ucapnya.

Warga menunjukkan Kartu Indonesia Sehat di Kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Jakarta, Rabu (13/5/2020). Iuran BPJS Kesehatan bagi peserta mandiri resmi naik per 1 Juli 2020 mendatang, meski begitu peserta Kelas III masih mendapatkan subsidi sampai Desember 2020. Pemerintah menetapkan iuran BPJS Kesehatan kelas III sebesar Rp 42.000, meski begitu peserta kelas terendah ini tetap membayar Rp 25.500 karena mendapatkan subsidi. Sementara untuk kelas II dan III sebesar Rp 100.000 dan Rp 150.000. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Warga menunjukkan Kartu Indonesia Sehat di Kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Jakarta, Rabu (13/5/2020). Iuran BPJS Kesehatan bagi peserta mandiri resmi naik per 1 Juli 2020 mendatang, meski begitu peserta Kelas III masih mendapatkan subsidi sampai Desember 2020. Pemerintah menetapkan iuran BPJS Kesehatan kelas III sebesar Rp 42.000, meski begitu peserta kelas terendah ini tetap membayar Rp 25.500 karena mendapatkan subsidi. Sementara untuk kelas II dan III sebesar Rp 100.000 dan Rp 150.000. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Oleh karena itu, menurut Agus, ketiga aspek ini harus ada batasan dan aturan yang lebih jelas karena menelan biaya tinggi di BPJS Kesehatan.

Lebih lanjut, Agus juga mengatakan, pemerintah harus lebih tegas mengenai peserta mandiri BPJS yang berpenghasilan dibawah rata-rata UMP.

Agus menerangkan, kelompok tersebut harus dijadikan Penerima Bantuan Iuran (PBI).

"Padahal ada kelompok rentan yang penghasilannya dibawah rata-rata UMP harus dikategorikan sebagai kelompok khusus."

"Jadi tidak semua orang harus diwajibkan iuran karena ada yang tidak mampu," sambungnya.

Viral Foto Antrean Penumpang di Bandara Soetta, Sudjiwo: Apa Artinya Selama Ini Aku Tak Keluar Rumah

Perokok Memiliki Risiko Tinggi Terinfeksi Covid-19, Simak Penjelasannya

PKS Menilai Kebijakan Jokowi Naikan Iuran BPJS Tak Berpihak pada Rakyat Kecil

Rincian kenaikan BPJS

Sebelumnya diberitakan, Presiden Jokowi kembali menaikan iuran BPJS Kesehatan di tengah pandemi Corona.

Kenaikan ini diatur dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Kebijakan pun didorong oleh Jokowi pada Selasa (5/5/2020) lalu.

Sumber: Tribunnews.com
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved