Soal Kasus Novel Baswedan, Istana: Presiden Tak Bisa Intervensi, Cuma Bisa Imbau Hukum Ditegakkan
Pernyataan Donny terkait adanya kritikan banyak pihak yang menyebut tuntutan kepada pelaku penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan terlalu ringan
TRIBUNPALU.COM - Kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan masih terus menjadi sorotan publik.
Sebab, dua terdakwa penganiayaan terhadap Novel Baswedan, Rahmat Kadir Mahulette dan Rony Bugis, hanya dituntut satu tahun penjara.
Menanggapi hal ini, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Donny Gahral Adian angkat bicara.
Donny Gahral Adian mengatakan, presiden tidak bisa mengintervensi kasus Novel Baswedan.
Pernyataan Donny tersebut terkait adanya kritikan banyak pihak yang menyebut tuntutan kepada pelaku penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan terlalu ringan.
"Presiden ya tidak bisa melakukan apa pun, paling cuma mengimbau agar hukum ditegakkan. Tidak bisa intervensi juga. Biarkan prosesnya berjalan," kata Donny kepada wartawan, Selasa, (16/6/2020).
Menurut Donny, kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK tersebut sebaiknya diserahkan kepada mekanisme hukum yang berlaku.
Bila nantinya vonis pengadilan tingkat pertama terlalu ringan, maka pihak-pihak yang tidak puas bisa mengajukan banding.
"Kita ikuti saja mekanisme hukum yang berlaku. Itu sudah ada prosedurnya. Kalau memang tidak puas, bisa ajukan banding," katanya.
• Kuasa Hukum Terdakwa Penyiraman Air Keras Novel Baswedan Minta Kliennya Dibebaskan, Mengapa?
• Curhat Wanita yang Dihina Fisiknya oleh Saudara Jadi Viral, Ini Tanggapan Psikolog soal Body Shaming
• Tanggapan Kuasa Hukum Benny Sujono soal Ruben Onsu yang Tetap Gunakan Nama Geprek Bensu
Sebelumnya, eks Pimpinan Komisi Pembetantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif menilai tuntutan satu tahun pidana penjara terhadap Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, dua terdakwa penganiaya Novel Baswedan tidak dapat diterima akal sehat.
"Tidak dapat diterima akal sehat," kata Syarif saat dikonfirmasi awak media, Jumat (12/6/2020).
Diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut dua mantan anggota Brimob Polri untuk dihukum satu tahun pidana penjara.
Tuntutan itu dibacakan Jaksa dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis (11/6/2020) kemarin.
Syarif lantas membandingkan kasus penyiraman air keras yang menimpa Novel Baswedan dengan kasus penganiayaan yang dilakukan oleh Bahar bin Smith terhadap dua remaja.
Menurutnya, tuntutan terhadap pelaku penyiraman air keras Novel Baswedan jauh lebih ringan ketimbang tuntutan terhadap Bahar bin Smith.
Bahar yang identik dengan rambut panjang pirang itu dituntut 6 tahun penjara karena melakukan penganiayaan terhadap Cahya Abdul Jabar dan Khoirul Aumam.
Novel Baswedan: Harusnya Terdakwa Dijerat Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mengatakan banyak kasus serangan lewat air keras yang berujung pada kematian.
Oleh karena itu, Novel menilai aksi serangan itu setidaknya harus dijerat dengan pasal 340 KUHP juncto pasal 53 tentang percobaan pembunuhan berencana, sebagai pasal primernya.
Namun nyatanya, saran dari Novel ini tak digubris.
Pasal subsider yang diusulkan Novel diterima, yakni pasal 355 ayat 2 juncto 356 tentang penganiayaan berat.
Novel menggolongkan serangan kepadanya juga sebagai penganiayaan paling lengkap.
"Penganiayaan itu berencana, penganiayaan itu berat, akibatnya juga luka berat, dan dilakukan dengan pemberatan karena saya sebagai aparatur yang bekerja dalam hal ini aparat penegak hukum di KPK," kata Novel dalam diskusi daring, Senin (15/6/2020).
Tapi belakangan, meski sempat diterima, pasal itu kembali didiskon oleh jaksa.
• Bintang Emon Diserang Buzzer di Medsos, Pihak Istana: Jika Merasa Dirugikan, Silakan Dilaporkan
• 31 Nama yang Diajukan Jokowi sebagai Calon Duta Besar RI, Ada Politikus hingga Eks Pemred Metro TV
• Donald Trump: Jika Tes Dihentikan, Angka Kasus Infeksi Covid-19 di Amerika Serikat Cuma Sedikit
Pada akhirnya, jaksa tetap menetapkan pasal 170 KUHP tentang kekerasan subsider pasal 351 KUHP tentang penganiayaan kepada kedua penyerang Novel.
Novel mengaku bingung sekaligus curiga dengan pemilihan pasal 170.
Ia tak tahu apakah jaksa memang tak telah mempertimbangkan ini secara serius atau justru pasal ringan tersebut memang disengaja dipilih.
"Kalau sengaja, hampir saya pastikan pasal 170 itu [terdakwa] pasti bebas. Karena 170 itu syaratnya 2 orang ini harus melakukan bersamaan. Tapi pada saat itu yang berbuat hanya satu, yang satu hanya membantu membawa sepeda motor," kata Novel.

Novel melihat peradilan ini menunjukkan bahwa ada ketidakseriusan penegak hukum dalam menangani kasusnya.
Penganiayaan berat yang ia alami tak dianggap sebagai penganiayaan berat.
"Justru malah terdakwanya dianggap sebagai aparat dan harus diberikan hal yang meringankan. Terbalik balik dalam cara berpikir," kata Novel.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Istana: Presiden Tidak Bisa Intervensi Kasus Novel Baswedan
Penulis: Taufik Ismail