Kisah Puluhan Anak di Makassar yang Belajar di Kuburan karena Tak Bisa Ikuti Sekolah Online
Namun, tidak semua anak dapat mengikuti belajar online karena mereka tak mempunyai ponsel pintar dan mampu mengisi kuota internet.
TRIBUNPALU.COM - Pandemi wabah virus corona Covid-19 yang masih belum berakhir membuat berbagai aktivitas tak lagi bisa dilakukan seleluasa sebelumnya.
Termasuk kegiatan belajar mengajar.
Kini, sekolah-sekolah ditutup dan anak-anak diminta belajar online dari rumah.
Namun, tidak semua anak dapat mengikuti belajar online karena mereka tak mempunyai ponsel pintar dan mampu mengisi kuota internet.
Kendala itu juga dialami anak-anak dari keluarga kurang mampu di Kota Makassar.
Misalnya yang dialami anak-anak yang bermukim di pinggir Tempat Pemakaman Umum (TPU) Dadi, Makassar.
Kondisi anak-anak itu menggugah hati seorang anggota Polsekta Mamajang, Aiptu Paleweri, yang bertugas sebagai Bhabinkamtibmas.
• Pria Ini Tiduran Selama 10 Tahun, Tak Pernah Bangun hingga Rambut Jadi Gimbal, Makan 3-4 Hari Sekali
• Jadi Komut Pertamina, Ini Rincian Harta Kekayaan Ahok, Alami Peningkatan pada Akhir Tahun 2016

Paleweri kemudian menginisiasi penyediaan fasilitas internet di kompleks TPU Dadi hingga mendirikan tempat belajar bersama.
Kompleks TPU Dadi dipilih menjadi lokasi belajar karena daerah sekitarnya penuh dengan rumah penduduk.
Tak ada lagi lokasi untuk bisa mendirikan bimbingan belajar (bimbel).
Paleweri juga tidak segan mengeluarkan dana pribadi untuk membangun tempat tersebut, misalnya untuk tenda, kursi, meja, serta fasilitas internet.
“Saya lihat banyak anak-anak dari keluarga tidak mampu, tidak bisa sekolah online. Orangtua mereka kesulitan membeli kuota internet sehingga saya memasukkan jaringan internet. Setelah ada internet, banyak anak-anak dari tingkat SD, SMP, dan SMA terpaksa duduk di atas kuburan sambil belajar. Jadi saya bersama warga sekitar kemudian mendirikan tenda dan membuat kursi serta meja,” ujar Paleweri saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (4/7/2020).
Anak-anak yang mengikuti pendidikan berasal dari Kampung Tumpang, Kelurahan Maricaya Selatan.
Jumlahnya untuk murid SD sebanyak 26 orang, 24 siswa SMP, 7 siswa SMA, dan 4 anak putus sekolah.
“Mereka itu berbeda-beda sekolah. Jadi selain bisa menikmati wifi gratis, mereka juga ada yang bimbing dari senior-seniornya. Jadi murid SD diajar kakak-kakaknya yang sudah SMP dan SMA. Jadi mereka saling belajar dan mengajar. Saya dan beberapa masyarakat mengawasi dan ikut juga memberi pelajaran,” ucap Paleweri.