Pembukaan Kartu Prakerja Tetap Berlanjut Meski KPK Temukan Persoalan, Ini Kata Politisi PKS
Pembukaan gelombang keempat proyek Kartu Prakerja dinilai sebagai bukti ketidakseriusan pemerintah dalam memerangi korupsi.
TRIBUNPALU.COM - Pembukaan gelombang keempat proyek Kartu Prakerja dinilai sebagai bukti ketidakseriusan pemerintah dalam memerangi korupsi.
Hal ini disampaikan oleh politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Netty Prasetiani.
Padahal, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah merekomendasikan agar pemerintah mengevaluasi program Kartu Prakerja.
Setelah itu, Perpres baru pun diteken oleh Presiden Joko Widodo, yakni Perpres Presiden Nomor 76 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 36 Tahun 2020 tentang Pengembangan Kompetensi Melalui Program Kartu Prakerja
"Seharusnya pemerintah merespon temuan KPK dengan mempublikasikan evaluasi program tersebut secara gamblang. Pastikan implementasi prinsip transparansi, akuntabilitas dan keterlibatan masyarakat dalam setiap proses. Jangan ada yang ditutupi karena ada nama-nama besar di balik vendor tersebut," kata Netty dalam pesan yang diterima Tribunnews, Kamis (16/7/2020).
• Video Detik-detik Wali Kota Surabaya, Risma Histeris dan Pingsan saat Melayat Pemakaman Kepala DP5A
• Genjot Perekonomian di Tengah Pandemi, Jokowi: Yang Bisa Diharapkan Saat Ini Belanja Pemerintah
• Update WNI Positif Covid-19 di Luar Negeri per Kamis, 16 Juli 2020: 106 WNI Terinfeksi di Qatar
• Raih Rekor MURI Pembagian Giveaway Terlama, Baim Wong pada Raffi Ahmad: Pokoknya Gara-gara Dia
Terkait pasal penegakan denda dan pidana bagi penerima yang curang, Legislator Komisi IX DPR RI itu berharap ini bukan menjadi indikator bahwa selama program berjalan data peserta KPK tidak valid dan tidak tepat sasaran.
"Dan jika benar fokus masalah adalah pemalsuan data dan identitas, segera proses kasusnya, bukan penerbitan Perpres baru," kata Netty
Maka itulah, Netty mendorong baik KPK, Polri, maupum Kejaksaan untuk mengambil langkah hukum selanjutnga terkait Kartu Prakerja ini.
"Jangan abaikan potensi kerugian negara dengan berlindung di balik Perppu Nomor 1 tahun 2020," pungkasnya.
Sebelumnya, KPK menemukan sejumlah persoalan terkait empat aspek tata laksana program yang perlu diperbaiki, yaitu proses pendaftaran, kemitraan dengan platform digital, materi pelatihan dan pelaksanaan program.
"Permasalahan tersebut salah satunya disebabkan karena desain program Kartu Prakerja untuk kondisi normal sesuai Perpres Nomor 36 Tahun 2020. Namun, dalam situasi pandemi Covid-19, program ini kemudian diubah menjadi semi bantuan sosial, sehingga dari sisi regulasi perlu disesuaikan," kata Ipi.
KPK pun telah memberikan tujuh rekomendasi kepada Kemenko Perekonomian untuk memperbaiki program kerja ini beberapa waktu lalu.
Pertama, penerimaan peserta dilakukan dengan metode pasif. Dalam hal ini, peserta yang disasar tidak perlu mendaftar, melainkan dihubungi manajemen pelaksana untuk ditawarkan mengikuti program.
Selanjutnya, penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai identifikasi peserta sudah memadai, tidak perlu menggunakan fitur lain yang justru berpotensi memboroskan anggaran.
Ketiga, Komite perlu meminta pendapat hukum dari Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Kejagung tentang kerja sama dengan delapan platform digital apakah termasuk dalam cakupan pengadaan barang/jasa pemerintah.