Thomas Uber Cup 2020

Tim Indonesia Mundur dari Thomas Uber Cup 2020, Keraguan Para Atlet dan Tim Ofisial jadi Alasannya

Tim Indonesia memutuskan mundur dari ajang Thomas Uber Cup 2020. Keraguan dan kekhawatiran para atlet dan tim ofisial jadi alasan mendasar.

Editor: Imam Saputro
Kolase badmintonindonesia.org
Tim Indonesia memutuskan mundur dari ajang Thomas Uber Cup 2020. Keraguan dan kekhawatiran para atlet dan tim ofisial jadi alasan mendasar. 

TRIBUNPALU.COM - Kabar mengejutkan datang dari dunia bulutangkis Tanah Air.

Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) memutuskan mundur dari turnamen Thomas Uber Cup 2020.

Ajang beregu paling prestisius itu digelar di Aarhus, Denmark pada 3-11 Oktober mendatang.

Dikutip dari Badmintonindonesia.org, kabar ini dibenarkan oleh Sekretaris Jenderal PP PBSI, Achmad Budiharto.

Keputusan ini tidak serta merta diambil oleh pengurus tetapi juga mengajak atlet dan tim ofisial untuk mendiskusikan hal ini.

"Tim Indonesia dipastikan mundur dari Piala Thomas Uber 2020, kami sudah mengirim surat ke Menpora dan akan segera mengirim pernyataan tertulis ke BWF mengenai hal ini. Keputusan ini diambil setelah kami berdiskusi dengan para atlet dan tim ofisial,” kata Achmad Budiharto.

Sempat Terancam karena Tak Dapat Dana Pemerintah, Badminton Denmark Tetap Gelar Thomas Uber Cup 2020

Lantas apa alasannya?

Disebutkan dalam rilis tersebut, ada tiga alasan utama yang mendasari PBSI menarik diri dari Thomas Uber Cup 2020.

Pertama, diawali dari adanya rasa khawatir dari para atlet terhadap kemungkinan mereka akan terpapar Covid-19, baik dalam perjalanan, di tempat transit atau di tempat pertandingan.

Achmad Budiharto juga menyebut jika semangat tim Indonesia begitu besar, tetapi risiko yang mengintai sama besarnya.

Keputusan ini justru disampaikan oleh para pemain kepada tim ofisial sebelum mengirimkan nama-nama skuat yang akan diterbangkan ke Denmark.

Media Olympic Puji Kehebatan Minions, Marcus Gideon/Kevin Sanjaya: Tak Semudah yang Terlihat, Tapi

"Kalau ditarik dari awal, semuanya semangat karena melihat kesempatan yang begitu besar, tapi dalam perjalanan waktu dan mencermati perkembangan Covid-19 yang belum terselesaikan, baik di Indonesia maupun di negara lain, menimbulkan keraguan para atlet," jelasnya.

Pengurus mengaku lebih memprioritaskan kesehatan dan keselamatan para atlet dan ofisial sehingga bisa memahami apa yang menjadi keraguan dan kekhawatiran tim.

All Indonesia Final China Open 2019, dimenangkan oleh Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo pada Minggu (22/9/2019) malam.
All Indonesia Final China Open 2019, dimenangkan oleh Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo pada Minggu (22/9/2019) malam. (badmintonindonesia.org)

Kedua, para atlet dan ofisial menyuarakan keraguan mereka untuk ambil bagian di turnamen bergengsi ini karena tidak ada jaminan dari BWF (Badminton World Federation).

Jika kemungkinan terburuk terjadi dan anggota tim yang terpapar Covid-19, muncul pertanyaan terkait siapa yang akan bertanggungjawab menangani dan bagaimana penanganan selanjutnya.

Tambah Lagi, 10 Nama Atlet Bulutangkis Sudah Lolos Kualifikasi Olympic 2020, Peluang Masih Terbuka

Ketiga, mengacu pada dua alasan di atas, jajaran pimpinan PBSI yaitu Ketua Umum PP PBSI Wiranto, Wakil Ketua Umum I dan Ketua Harian PP PBSI Alex Tirta, Sekretaris Jenderal PP PBSI Achmad Budiharto, serta Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PP PBSI Susy Susanti memutuskan tim bulutangkis Indonesia mundur dari Piala Thomas & Uber 2020.

Dengan mundurnya tim Indonesia dari Thomas Uber Cup 2020, otomatis Indonesia juga tidak akan berpartisipasi di ajang Denmark Open I dan Denmark Open II yang merupakan bagian dari turnamen BWF World Tour 2020.

Hingga saat ini sudah ada lima negara yang secara resmi mengundurkan diri dari Thomas Uber Cup 2020 yaitu Australia, Taiwan, Thailand, Korea Selatan dan Indonesia.

Media Olympic Puji Kehebatan Minions, Marcus Gideon/Kevin Sanjaya: Tak Semudah yang Terlihat, Tapi

Nama atlet megabintang, Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo terus menjadi sorotan di cabang olahraga bulutangkis.

Menjadi nomor satu dunia di sektor ganda putra sejak September 2017 hingga saat ini, membuat mata dunia tak henti-hentinya memuji kemampuan Marcus Gideon/Kevin Sanjaya yang konsisten tampil mendominasi.

Sama halnya media ajang olahraga akbar, Olympic Channel yang berkesempatan mewawancari keduanya.

Video interview itu baru saja diunggah pada Jumat (31/7/2020) di laman resmi Olympic Channel.

Tak Banyak yang Tahu, Ini yang Harus Dibayar Marcus Gideon/Kevin Sanjaya Usai Gagal jadi Juara Dunia

Dalam kesempatan itu, Olympic Channel mengulik kisah pejuangan Marcus Gideon/Kevin Sanjaya yang tetap menjadi momok di sektor ganda putra.

"Mereka terlihat sangat mudah mencapainya, tetapi.." tulis Olympic Channel dalam narasi videonya.

Menanggapi pandangan itu, Kevin Sanjaya mengaku mempertahankan posisi lebih sulit daripada mencapai nomor satu dunia.

"Mantain jauh lebih susah daripada kita ke nomor satu, tapi di saat kita nomor satu, kita bertahan di posisi itu sih yang paling susah," jelas atlet asal Banyuwangi itu.

Jepang Open 2019 akan dimulai besok, Selasa 23 Juli 2019, berikut jam tayang siaran langsung di TVRI Nasional dan TVRI Sport HD.
 (Humas PBSI)

Jarang Terekspos, Ini Kisah Marcus Gideon Berkarier di Badminton: Sering Nangis karena Diejek Pendek

Dengan gelar nomor satu dan jam terbang tinggi Marcus Gideon/Kevin Sanjaya di ajang turnamen BWF World Tour, Olympic Channel menanyakan kesiapan mereka menghadapi debut pertama mereka di ajang empat tahunan tersebut.

"Pemain Indonesia sangat dominan di sektor ganda putra, memenangkan 17 gelar turnamen dunia sejak 2018. Akankah mereka bisa menaklukkan Tokyo 2020 saat mereka mengawali debutnya di Olympic?" kata Olympic Channel.

Marcus Gideon pun memiliki harapan besar di debut pertamanya ini.

"Ya pasti targetnya pengen emas ya, itu juga harapan buat kita banget lah, impian," ungkapnya.

Namun, diakuinya ketenangan adalah kunci dalam meraih kemenangan itu.

"Tapi ya kita step by step aja dan lakuin apa yang ada di depan, lakuin yang terbaik satu per satu," lanjut bapak beranak satu itu.

Tambah Lagi, 10 Nama Atlet Bulutangkis Sudah Lolos Kualifikasi Olympic 2020, Peluang Masih Terbuka

Sementara, Kevin Sanjaya juga menyebut target yang sama.

Tetapi menurutnya menikmati proses dan melakukan yang terbaik adalah usaha yang harus terus ia pertahankan.

"Ya pastinya pengen juara lah Olympic, cuman kan ya nikmati aja lah. Nggak mau terlalu pressure juga. Yang penting saya mau kasih yang terbaik," ujar Kevin Sanjaya.

Mengulas sejarah dominasi Indonesia di ajang Olympic, terakhir kali kemenangan dipersembahkan oleh Markis Kido/Hendra Setiawan pada Olympic Beijing 2008.

Tentu saja, Marcus Gideon/Kevin Sanjaya jadi harapan besar bagi Indonesia yang berpeluang kuat merebut emas Olympic 2020.

"Ganda putra Indonesia tidak mendapatkan medali emas sejak Markis Kido dan Hendra Setiawan memenangkan medali emas di Beijing 2008," narasi dalam video tersebut.

Hendra Setiawan/Markis Kido merebut medali emas Olimpiade Beijing 2008.
Hendra Setiawan/Markis Kido merebut medali emas Olimpiade Beijing 2008. (zimbio.com)

Perjuangan Sang Ayah demi Kevin Sanjaya; Rela Tempuh Jarak Jauh, Tak Pernah Absen Dampingi Latihan

Marcus Gideon pun mengaku termotivasi saat menyaksikan laga final itu.

Sehingga ia pun bertekad ingin menjadi kampiun Olympic selanjutnya.

"Ya saya juga nonton waktu itu di rumah di televisi. Sangat gimana ya, kayanya pengen banget gitu 'wah keren ya bisa Olympic champion kan', itu juga kan prestisius banget gelarnya, ya impian lah waktu itu juga," jelas Marcus Gideon.

Olympic Channel juga tahu betul bagaimana Indonesia sangat menggilai bulutangkis, sehingga tak heran jika Marcus Gideon/Kevin Sanjaya benar-benar menjadi tumpuan juara.

"Marcus Gideon yang berusia 29 tahun dan Kevin Sanjaya yang masih 24 tahun membawa harapan dan ekspetasi bangsa di pundak mereka," tulis Olympic Channel.

Menanggapi hal itu, Marcus Gideon justru mengenang masa di mana keduanya masih harus membangun chemistry.

"Kita nggak pasti langsung bagus juga. Terus ada beberapa turnamen gagal tapi ya kita evaluasi akhirnya tahun 2016 awal mulai kelihatan hasilnya," jelasnya.

Olympic Ditunda, Marcus Gideon Optimis sekaligus Gemas Hadapi Endo/Watanabe: Akhirnya Pasti Menang!

Lebih lanjut, Marcus Gideon juga mengaku jika saat The Minions menjadi nomor satu, tekanan justru semakin bertambah.

Bahkan mereka dituntut untuk harus menang, meskipun jika kalah di laga final saja itu sudah dianggap gagal memenuhi ekspetasi.

"Ya pasti tekanan banyak ya dari mana-mana. Kalau dulu kan sebelum jadi ranking satu, kita main juga no pressure, kalau menang kaya kejutan, giliran kalah ya nggak apa apa, normal. Giliran sekarang kita main pun, dari semua aspek itu bilang kita harus juara, kalau kalah di final aja, katanya failed gitu, gagal," terang atlet kelahiran Jakarta tersebut.

Marcus Gideon/Kevin Sanjaya saat berada di podium Asian Games 2018
Marcus Gideon/Kevin Sanjaya saat berada di podium Asian Games 2018 (badmintonindonesia.org)

Namun, dengan tekanan tersebut mereka justru bisa belajar mengatasi kelemahan mereka demi meraih kesuksesan.

"Ya kita nikmati ajalah. Nikmati setiap proses pertandingan, kita menang kita nikmatin, kita kalah kita nikmatin. Emang ekspetasi mereka (publik) sangat tinggi, tapi menang kalah kan tetep kita berdua yang ngerasain," ucap Kevin Sanjaya.

Baginya, memberikan usaha yang terbaik dan melakukannya secara maksimal sudah menjadi motivasi mereka untuk selalu maju.

"Kita udah berusaha yang maksimal yang penting kita usaha aja," pungkas Kevin Sanjaya.

Simak videonya dalam tautan berikut: Gideon and Sukamuljo: It's not as easy as it looks

(TribunPalu.com/Isti Prasetya)

Sumber: Tribun Palu
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved