Cerita Selebriti

Mytha Lestari Kisahkan Fobia yang Dialami Sang Putra: Histeris dan Badannya Gemetar Semua

Mytha Lestari menyebut, anaknya memiliki sebuah fobia atau rasa takut berlebihan terhadap sesuatu yang biasanya tidak berbahaya.

Instagram/mytha_lestari
Mytha Lestari dan anaknya, Mahatma Kala Maheswara 

Kamu bisa bersimpati sambil memperbaiki kesalahpahaman mereka dengan nada lembut.

“Oh, kalau kamu berpikir seekor anjing bisa menggigit kakimu, tidak heran kamu merasa takut,” saran Tamar Chansky, Ph.D., seorang psikolog klinis.

Kamu harus pastikan lebih spesifik tentang ketakutan seperti apa yang dialami si kecil.

Misalnya takut gelap, gelap malam atau hanya gelap mati lampu, takut pada lebah hanya pada lebah asli atau gambar lebah juga.

Penting untuk mengetahui sumber ketakutan mereka sehingga dapat melanjutkan ke langkah berikutnya.

3. Beri penjelasan dan jangan menghindar

Orangtua sering berhasil sampai ke tahap ini, tetapi kemudian tersandung, mereka mulai mengakomodasi ketakutan anak mereka.

Biasanya orangtua cenderung menghindari hal-hal yang ditakuti oleh anaknya. Tetapi ternyata, hal ini hanya akan memperburuk keadaan.

“Ketika ada keluarga dengan anak dengan fobia, mereka kadang-kadang datang dan berkata, 'Untungnya, kami tidak bertemu anjing minggu ini,' dan saya berkata, 'Untungnya? Pelajarilah hal-hal yang akan membantunya menghadapi ketakutan (bukan menghindarinya)," kata Dr. Chansky.

8 Fakta tentang Sosok Tante Lala yang Viral Ajari Anak Hafalkan Pancasila: Berasal dari Gorontalo

Donald Trump Positif Covid-19, Mahfud MD: Covid-19 Tidak Pandang Agama, Partai, Status Sosial

Kemenkeu Minta Bambang Trihatmodjo Lunasi Utang Rp 50 Miliar Bila Tak Mau Dicekal ke Luar Negeri

Ini tidak berarti bahwa orangtua harus memaksa anak ke dalam situasi yang menakutkan - atau lebih buruk, mengancam jiwa.

Misalnya, orangtua yang tiba-tiba melemparkan anaknya yang takut air ke kolam untuk "mengajarkan" kepadanya cara berenang.

Lalu dia takut dan tidak percaya lagi pada orangtuanya, dan itu tidak baik untuk siapa pun.

Yang harus dilakukan sebagai gantinya adalah bertukar pikiran ntuk secara bertahap mengekspos anak pada hal yang ia takuti.

Seperti dengan berpura-pura memiliki ketakutan yang sama, lalu setiap hari membicarakan ketakutan itu.

Mencari tahu bersama tentang hal yang ia takutkan, misalnya takut pada lebah, mencari foto-foto dan video tentang lebih di internet dan kembali membicarakannya.

Tujuannya adalah untuk mengekspos dia ke pemandangan dan memikirkan lebah dan tawon dengan cara yang tidak membuatnya takut, sehingga dia bisa mengganti respons rasa takutnya dengan yang lebih tenang, lebih rasional.

Ketika anak sudah lebih nyaman, perlahan-lahan tingkatkan eksposurnya, dan pujilah dia.

"Katakan, 'Astaga, kau berhasil, itu hebat, lihat dirimu!'" Kata Dr. Ollendick.

4. Cari bantuan

Terkadang, kamu mungkin tidak dapat meredakan ketakutan si kecil sendirian, dan kamu perlu mencari bantuan dari terapis yang berspesialisasi dalam kecemasan anak.

Ollendick mengatakan, fobia anak sering ada di kepala anak (setidaknya sekali sehari), sangat bisa menyebabkan anak menjadi benar-benar di luar kendali atau bertahan lama (ketakutan mereka tetap akut selama berjam-jam), maka bantuan profesional mungkin bisa menjadi pilihan.

Rachel Busman, Psy.D., seorang psikolog klinis dan direktur senior Anxiety Disorders Center di Child Mind Institute, mengatakan bahwa penting untuk mengajarkan anak-anak bahwa sangat normal untuk mengkhawatirkan sesuatu sambil secara bersamaan menoleransi hal itu.

”Itu tidak berarti anak harus jatuh cinta dengan hal yang mereka takuti. Tetapi anak mungkin bisa melewati hal yang mereka takutkan saat bertemu anjing di jalan, misalnya,” ujar Busman.

5.Lihat lagi pola komunikasi dengan anak

Satu hal lagi, jika anak memiliki fobia atau tampaknya cemas dengan cara lain, perhatikan keseharian kita, mungkin secara tidak sengaja memicunya.

Misalnya menakut-nakuti anak tentang suatu hal agar mereka mau menuruti perkataanmu.

Hal ini terbukti bisa memicu fobia pada anak.

Pembingkaian (framing) seperti ini memberi kesan kepada anak-anak bahwa mereka harus merasa takut, dan bahwa kita sebagai orangtua tidak memiliki keyakinan bahwa mereka akan dapat mengelola situasi sendiri.

Jika ini adalah cara kamu berkomunikasi dengan si kecil, cobalah berhenti sejenak.

”Pimpinlah dengan rasa ingin tahumu daripada rasa takut ," saran Dr. Busman.

(TribunPalu.com/Rizki A.) (Kompas.com/Dian Reinis Kumampung)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "5 Cara Bantu Anak Hadapi Rasa Takutnya"

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved