Bertemu Ganjar Pranowo di Semarang, Yunarto Wijaya: Buzzernya Langsung Seru Sendiri Gegara Twit Ini
Bertemu Gubernur Ganjar Pranowo di Semarang, lembaga survei Charta Politika disinggung warganet. Yunarto Wijaya langsung beri sindiran ke buzzer.
"Tapi balik lagi, gue tadi ada sedikit cerita tentang pengalaman hidup bisa masuk di politik yang nggak bisa buat orang Chinese sekalipun.
Buat gue ini bukan tentang karier semata, dunia politik apalagi minoritas masuk politik bukan tentang mendapatkan uang, karier, atau nama sebagai pengamat.
Ada value yang harus kita pertanggungjawabin di situ.
Tanda kutip 'gue ngerasa ada tugas yang harus gue emban, ketika gue masuk menjadi orang yang anomali di situ' muda, Chinese masuk di politik dalam situasi yang sangat bebas.
Ada momen-momen besar yang kadang-kadang mengingatkan itu," jelas Yunarto Wijaya.
• Yunarto Wijaya Soroti Kebijakan Sepeda Motor Kena Ganjil Genap: Ini Gimana Logikanya
Menurutnya, pemilihan umum mempunya beberapa indikator untuk menjadi kontestasi politik yang sehat.
Mencari yang terbaik di dunia politik adalah hal yang mustahil didapatkan.
Tetapi, dengan membuang indikasi buruk di awal kontestasi akan lebih memberikan pencegahan.
"Kita nggak mungkin kok cari yang best of the best karena kita tahu politik penuh dengan kekurangan secara sistemik dan segala macam.
Prasyarat pertama, kita buang yang worst of the worst.
Jadi kita nggak bisa pastiin yang terbaik tapi kita buang dulu terburuk dari yang terburuk," kata Yunarto Wijaya.
Indikator terburuk bagi Yunarto Wijaya adalah isu SARA yang dilibatkan dalam dunia politik.
"Dan buat gue ada beberapa indikator yang nggak bisa gue terima. Penggunaan isu SARA.
Buat gue itu primitif dalam politik. Demokrasi kata kuncinya satu, kesetaraan," jelasnya.

• KAMI Deklarasi di Tengah Pandemi Covid-19, Yunarto Wijaya: Begidik Liat Mic Dipindah-pindah Mulut
Lebih lanjut, Yunarto Wijaya sebelumnya telah mengagumi Anies Baswedan yang memiliki pemikiran terbuka tetapi ia mengaku kecewa dengan sikap mantan Mendikbud itu saat maju dalam Pilkada DKI Jakarta 2017.
"Buat gue lebih mengecewakan lagi ketika seorang Anies Baswedan yang sempat membuat gue terpesona dengan tulisan 'Merajut Tenun Kebangsaan'-nya dan setahu gue cukup terbuka pemikirannya sebagai intelektual muda masuk dalam arus besar itu," terang Yunarto Wijaya.
"Gue nggak mengatakan terlibat ya, tapi masuk dan menikmati arus besar itu," tegasnya.
"Jadi ini bukan tentang membela Ahok, tentang pernyataan sikap gue menolak orang yang menurut gue masuk dalam arus besar yang harus gue tolak," pungkas Yunarto Wijaya.
Mendengar pengakuan itu, Helmy Yahya penasaran apakah sikap penolakan itu masih dilakukan meski telah lama terjadi.
"Sikap lu sampe sekarang?" cecar Helmy Yahya.
"Sama," singkat Yunarto Wijaya.
"Kan itu udah lama, Tok?" sahut Helmy Yahya lagi.
"Yes, exactly. Jadi buat gue orang yang naik dengan cara yang tidak baik harus lebih kita kritisi kinerjanya.
Karena kompensasi dari orang seperti itu, mau tidak mau dia harus kerja dengan sangat baik," kata Yunarto Wijaya.
"Ini bagian dari sebuah tanggung jawab?" tanya Helmy Yahya.
"Menurut gue iya. Bagaimana Anies harus diuji lebih ketat dalam kinerjanya ketika dalam satu tahapan yang kita anggap raportnya merah dan gue warga Jakarta," tutup Yunarto Wijaya.
Simak selengkapnya di sini:
(TribunPalu.com/Isti Prasetya)