Ada Versi Baru Draf UU Cipta Kerja 1.187 Halaman, Baleg DPR Benarkan Ada Penghapusan Pasal
Wakil Ketua Baleg DPR Willy Aditya mengatakan, ada perubahan format halaman setelah draf UU Cipta Kerja diserahkan ke Sekretariat Negara.
TRIBUNPALU.COM - Polemik Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja masih belum usai, terlebih ada berbagai macam versi dengan ketebalan yang berbeda-beda.
Terbaru, ada draf UU Cipta Kerja yang kini berubah lagi menjadi setebal 1.187 halaman.
Pimpinan Badan Legislasi (Baleg) DPR pun menjelaskan soal draf terbaru UU Cipta Kerja tersebut.
Wakil Ketua Baleg DPR Willy Aditya mengatakan, ada perubahan format halaman setelah draf UU Cipta Kerja diserahkan ke Sekretariat Negara.
"Itu disesuaikan format kertas," kata Willy saat dihubungi, Jumat (23/10/2020).
Menurut informasi yang ia terima, ada penyesuaian format penulisan sesuai tata naskah RUU yang akan ditandatangani presiden.
Penyesuaian itu mulai dari jenis kertas yang bertanda resmi kop kepresidenan, margin kiri-kanan dan atas bawah, serta jarak spasi antarpasal/ayat.
Baca juga: Terungkap, Luhut Binsar Pandjaitan adalah Salah Satu Pencetus Omnibus Law UU Cipta Kerja
Baca juga: Ahli Tanggapi Draf UU Cipta Kerja 1.187 Halaman: Memperlihatkan Cacat Formil yang Luar Biasa
Baca juga: Ultimatum BEM SI pada Presiden Jokowi: Terbitkan Perppu Pembatalan UU Cipta Kerja dalam 8x24 Jam
Oleh karena itu, terjadi perubahan ketebalan halaman dari semula 812 halaman saat diserahkan DPR, menjadi 1.187 halaman.
Jika dibandingkan dengan naskah 812 halaman, memang tampak perbaikan pengaturan format penulisan sehingga lebih rapi serta pemisahan yang jelas antara satu pasal dan pasal lainnya.
"Format atau setting semua PUU di Setneg adalah margin kiri dan kanan berjarak 3 cm. Margin atas kurang lebih 6,5 cm ke huruf paling atas. Tulisan paling bawah menggunakan 'frasa sambung' di halaman berikutnya," kata Willy.
Kendati demikian, ditemukan adanya perubahan isi dalam draf 1.187 halaman.
Dalam draf terbaru, ketentuan pengubahan Pasal 46 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dihapus.
Dalam UU Cipta Kerja setebal 812 halaman, ketentuan itu tertuang pada Pasal 40 angka 7 yang mengubah ketentuan Pasal 46 UU Minyak dan Gas Bumi.
Ketua Baleg DPR, Supratman Andi Agtas, membenarkan soal penghapusan pasal tersebut.
Supratman mengatakan, pasal tersebut memang semestinya dihapus sesuai dengan kesepakatan dalam rapat panitia kerja (panja) sebelumnya.
"Jadi kebetulan Setneg yang temukan, jadi itu seharusnya memang dihapus," ujarnya.
Supratman menjelaskan, Pasal 46 UU Migas itu berkaitan dengan tugas Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas.
Dia mengatakan, pemerintah sempat mengusulkan pengalihan kewenangan penetapan toll fee dari BPH Migas ke Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan menambahkan satu ayat.
Usul tersebut tidak disetujui Panja.
Namun, Pasal 46 masih tercantum dalam naskah setebal 812 halaman yang dikirim DPR ke Setneg.
"Ternyata masih tercantum ayat (1) sampai (4). Karena tidak ada perubahan, oleh Setneg itu mengklarifikasi ke Baleg. Saya pastikan setelah berkonsultasi semua ke kawan-kawan itu benar seharusnya tidak ada," kata Supratman.
Baca juga: Trump Akui Berhubungan Baik dengan Kim Jong Un, Biden: Dia Bicara Teman Baik yang Seorang Kriminal
Baca juga: Serangan Biden untuk Trump: Siapapun yang Tanggungjawab Atas Banyak Kematian tak Boleh Jadi Presiden
Baca juga: Tak Sadar Sudah On Air, Ucapan Rocky Gerung Soal Rektor UI Ini Terbongkar, Najwa: Tidak Diralat?
Baca juga: Ratu Elizabeth Buka Lowongan ART Bergaji Rp 367 Juta, Simak Syarat dan Cara Pendaftarannya
Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno mengatakan, substansi naskah UU Cipta Kerja setebal 1.187 halaman sama dengan yang diserahkan DPR RI kepada Presiden Joko Widodo.
Ia memastikan bahwa tidak ada perubahan naskah UU Cipta Kerja.
"Substansi RUU Cipta Kerja dalam format yang disiapkan Kemensetneg (1.187 halaman) sama dengan naskah RUU Cipta Kerja yang disampaikan oleh DPR kepada Presiden," kata Pratikno dalam keterangan tertulis, Kamis (22/10/2020).
Ia mengatakan, sebelum disampaikan kepada Presiden, setiap naskah RUU dilakukan penyuntingan dan pengecekan teknis terlebih dahulu oleh Kementerian Sekretariat Negara agar siap untuk diundangkan.
Setiap detail perbaikan teknis yang dilakukan, misalnya kesalahan penulisan, dilakukan atas persetujuan pihak DPR yang dibuktikan dengan paraf Ketua Badan Legislasi (Baleg).
Adapun tentang perbedaan jumlah halaman, Pratikno menilai, tak bisa digunakan untuk mengukur kesamaan dokumen.
Kesamaan dokumen dengan menggunakan indikator jumlah halaman hasilnya bisa tidak valid.
"Sebab, naskah yang sama, yang diformat pada ukuran kertas yang berbeda, dengan margin yang berbeda dan font yang berbeda, akan menghasilkan jumlah halaman yang berbeda," tutur Pratikno.
"Setiap naskah UU yang akan ditandatangani Presiden dilakukan dalam format kertas Presiden dengan ukuran yang baku," kata dia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Draf UU Cipta Kerja Berubah Jadi 1.187 Halaman, Ada Penghapusan Pasal"
Penulis : Tsarina Maharani